Arzun membacakan doa di hadapan Delya yang masih terbaring lemah di atas sebuah bangku taman.
Delya menatap langit malam yang terang-benderang oleh bulan purnama.
Beberapa saat kemudian, Arzun menyuruh Delya untuk menggerakkan tangannya.
Delya menurut. Dan hasilnya, ia dapat menggerakkan tangannya kembali. Ia lalu mencoba menggerakkan kedua kakinya. Kedua kaki mungilnya bergerak seperti semula.
Delya bangkit duduk lalu memeluk Arzun.
"Kakak ... Terima kasih! Terima kasih sudah menolongku!" Ucapnya haru.
Arzun yang sempat terkejut, menghela nafas kemudian tersenyum. "Sama-sama, Dik."
Delya melepas pelukan lalu menatap Arzun. "Kak, sebenarnya makhluk apa itu? Kenapa bisa ada makhluk seperti itu, Kak? Mengerikan ..."
"Dia itu dedemit," jawab Arzun singkat.
"Dedemit? Bukankah makhluk seperti itu tak dapat dilihat?"
"Entahlah. Memang harusnya seperti itu. Tapi kau sudah melihat kejadian tadi kan?"
"A-apa Kakak juga ... Dedemit?" Tanya Delya takut.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Habis ... Tadi Kakak mampu mengalahkan makhluk itu, pakai tasbih yang menyala ..."
"Itu namanya karomah dari Tuhan. Aku manusia biasa sama sepertimu," terang Arzun.
"Ba-bagaimana Kakak bisa melakukan hal seperti itu?"
"Belajar."
"Waaah ..." Delya terbengong. "Ka ... Kakak tinggal dimana?"
"Haha ..." Arzun tertawa melihat ekspresi Delya yang terlihat menggemaskan saat kebingungan. "Rumahku jauh," jawabnya.
Delya menatap Arzun. Ia masih tampak ketakutan.
"Ayo!" Ajak Arzun seraya bangkit berdiri.
"Ke mana?"
"Ke rumahmu. Aku antar kamu pulang."
Delya termangu. Ia menurut dan menuruni bangku. Tinggi tubuhnya yang mungil hanya sedada Arzun.
***
Arzun dan Delya berjalan beriringan tanpa suara.
Delya terlihat kebingungan dengan suasana itu.
Arzun menoleh dan mengerti dengan ekspresi gadis itu. "Kamu kelas berapa?" Tanyanya membuka pembicaraan.
"Kelas tiga, Kak," jawab Delya sambil tersenyum.
"Berarti sebentar lagi mau ke SMA ya?" Tebak Arzun melihat seragam putih-biru yang dikenakan Delya.
"Yap!"
"Oke."
"Kakak masih SMA ya?" Giliran Delya yang mencoba menebak.
"Memangnya aku kelihatan masih SMA?" Arzun bertanya balik.
Delya mengangguk. "Kelas tiga kan?"
"Hahaha ..." Arzun tertawa.
"Kok malah ketawa?"
"Haduh ... Umurku sudah dua puluh tahun," terang Arzun setelah tawanya reda.
"Ooh ... Hehe ..." Delya tertawa pelan. "Habis keliatan kayak kakak-kakak SMA."
"Oh iya, nama Kakak siapa?" Tanyanya kemudian.
"Arzun."
"Arzun? Arzuna?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBANG DARAH (MLG 3)
RomanceHarus ia akui bahwa ia tak mampu menolak satu pria itu. Pria berkulit putih pucat yang memiliki rambut berwarna hitam mengkilap, tubuh tinggi nan kekar, dengan sorot mata tajamnya yang menggetarkan hati. Dia adalah Evner Battara. Namun Noya tak men...