Liburan tengah semester telah dimulai. Sma Esok cerah mengadakan rekreasi bersama menginap di sebuah villa di luar kota. Namun dari siswa yang ada hanya 50 orang yang mendaftarkan diri. Mereka akan berangkat 3 hari lagi, dan menginap 3 hari 2 malam. Senin pagi mereka sudah dijadwalkan pulang. Mereka ditemani oleh dua orang guru study dan seorang guru olahraga. Diantara 50 siswa itu Andini yang paling mencolok, parasnya yang ayu dan keramahannya membuat setiap kakak atau adik kelas yang melihatnya selalu terpukau. Dan juga Rio, anak paling tajir di sekolah itu dia juga tergila-gila akan Andini. Mereka berdua teman satu kelas. Ada pula Yoga, dia adalah adik kelas yang paling berpotensi mendapatkan Andini. Dari kakak kelasnya juga ada, namanya Doni. Doni yang merupakan kakak kelas yang satu jurusan dengan Andini, jurusan IPA.
Hari yang ditunggu telah tiba dan mereka semua berkumpul di halaman sekolah untuk mendapat pengarahan, Mita anak kelas 10 itu terkihat menggandeng erat si Rio. Mereka tampak mesra sekali. Namun Rio tetap memperhatikan Andini dan sesekali mencari-cari perhatian padanya.
Andini yang hari itu memakai kaos berwarna biru itu hanya diam saja. Memang, telah berkali-kali Rio menyatakan cintanya kepada Andini, namun jawaban yang sama yang selalu keluar. Sebuah tolakan halus yang sedikit menyiksa.
Pengarahan pun selesai. Pak Joko yang selaku guru olahraga mempersilahkan anak-anak didiknya untuk naik ke bus. Saat Andini masuk sontak para jejaka itu berebut untuk bisa duduk di sebelah Andini. Dan pria yang beruntung itu adalah saya sendiri. Perkenalkan aku Ariel Kristant, bukan siapa-siapa di kelas, apa lagi di sekolah. Aku hanya siswa yang beruntung dapat masuk ke sekolah mewah itu, apalagi bisa sekelas dengan Andini.
Aku yang sudah duduk di baris ketiga di dekat pintu bus yang depan. Tiba-tiba saja, Andini menyuruh aku geser soalnya dia minta untuk duduk dekat cendela. “Ril, jangan pindah ya, gua mau duduk ama loe, ok” katanya sambil mengedipkan mata. Aku menangkap kedipannya dan mengartikannya.
Rio datang sambil menghujat-hujat. Aku tak mempedulikannya. Yang aku tahu hanyalah Andini telah ada di sampingku. Bus pun berjalan dan ku perhatikan Andini menikmati musik yang dialunkan melalui headsetnya. Aku perhatikan senyumnya, aku perhatikan suaranya yang samar-samar saat menyanyikan lagu yang didengarnya. Dan wow, indah banget, lebih indah dari pemandangan yang kini membentang di jendela bus.
Perjalannan yang diperkirakan membutuhkan waktu 10 jam ini sungguh membuaatku lelah, namun setidaknya sedikit terobati berkat adanya Andini. Dan kini sudah jam 7 malam, semua yang ada telah berada di mimpinya sendiri-sendiri. Begitu pula dengan Andini, karena saat aku menoleh ke arahnya dia telah terlelap dan bersandar pada jendela. Aku lantas, mencopot jaketku dan menyelimutkannya padanya, karena kurasa suhu bus itu Dingin banget. Aku melihat Andini memakai pisau lipat sebagai kalungnya. Lalu tak sengaja saat aku melihat keadaan anak-anak yang lain, aku melihat ada seseorang yang tak terlelap dan kurasa mengawasiku. Hmm, aku tak seberapa mengenalnya.
Jam sudah menunjukan angka 8, kurang dua jam lagi untuk sampai ketujuan. Dan tak kusangka kini Andini merubah posisi sandaran kepalanya ke pundakku. Kini aroma harum rambutnya tercium jelas olehku. Keharuman yang khas, dan aku yakin dia memakai sampho PENTHINE. Dan aku biarkan rambut panjangnya terurai di wajahku. Tak pernah sedekat ini aku dengan Andini.
Bus pun berhenti, dan aku pun membangunkan Andini, dia terbangun dan tersenyum seraya berterima kasih padaku. Dia menggandengku, mengajak ku turun. Dan aku iyakan permintaannya.
Kini kita telah melihat villa yang begitu mewah sangat terawat namun terlihat sangat menyeramkan
Disaat malam seperti ini. Ku rasakan Andini kini lebih erat menggenggam tanganku. Walau banyak mata-mata yang iri padaku, aku tak mempedulikannya. Memang sekilas menyeramkan, tapi para guru-guru itu menyuruh kami masuk, karena sebentar lagi langsung acara bagi-bagi kamar. Untungnya aku tak sekamar dengan Rio, syukurlah.