Satu

50 4 7
                                    

Mata Kirana membulat. Ia mendengar seseorang berteriak memanggilnya. Sedangkan tangnnya kini masih dicengkram kuat oleh Jo. Ia merintih kesakitan. Sambil menoleh ke kanan, lalu ke kiri. Mencoba mencari sumber suara yang memanggilnya.

Alan.

"J-Jo, ak-aku, sas-saya, Au. Sakit Jo. Tolong lepasin, Jo. Itu, itu ada Alan." Bibirnya gemetar tak karuan.

"Gue nggak akan biarin lo pergi. Sampai kapan pun! Lo harus tau itu!" Matanya menatap Kirana dengan penuh amarah. Setiap kata yang ia kelurkan menekankan sesuatu.

"Tapi ak- aku, umn... saya nggak akan pergi ke manapun. Ini soal mading." Wajahnya memohon, ia tau siapa yang ia hadapi sekarang.

Jo menatap mata itu, mata yang akhir-akhir ini memberikannya kehangatan. Lalu menghempaskan tangan mungil itu dengan kasar. "Oke. Lo lebih tau, apa yang akan gue lakuin kalo lo ngelanggar omongan lo sendiri!"

Kirana mengangguk. Ia berjalan ambil mengelus-elus pergelangan tangannya, mendekati Alan yang sedari tadi hanya memperhatikan apa yang terjadi.

Kirana tersenyum. Senyuman kikuk yang amat manis, bagi Alan. "Ada yang bisa kubantu, Lan?"

"Umn... lo nggak papa, kan, kak? Sorry gara-gara gue, lo jadi--"

"Ah, nggak papa, kok. Itu udah biasa. Maksudnya, dia emang cuma becanda." Ucap Kirana memperjelas. Sambil membenarkan kacamatanya, ia menoleh ke belakang-- melihat Jo yang kini menatapnya penuh amarah. "Jadi, apa yang bisa kubantu, adik kelas?"

•••

"Terus gimana?" Tanya Sasha penasaran. Mereka sedang membereskan buku-buku untuk segera pulang. Karena masalah mading, sepertinya mereka akan sampai rumah dengan terlambat.

"Ya, gitu. Aku nggak tau harus gimana, Sha. Yang jelas, aku nggak mau ngulangin apa yang tadi aku lekuin ke Jo."

"Emang, tadi lo ngelakuin apa aja?" tanya Sasha penasaran.

"Jadi, gini...."

'Kepala Jo mendekat ke arah Kirana. Dan Kirana? Jantungnya seperti diayun-ayunkan antara menara eiffel dan jam dinding Arab. Bingung. Dan saat jarak diantara keduanya menipis...

"Kena." Jo tersenyum. Ia mengambil sehelai daun yang jatuh menempel diantara rambut Kirana, lalu membuangnya. Sedangkan Kirana langsung bergeser menjauh dari sisi Jo.

Ia kalut, panik. Jarak yang tercipta diantara mereka tadi sangat dekat, apalagi di waktu seperti : sore yang sepi.

Jo mengerutkan dahi, mencoba menarik tangan Kirana secara halusagar tidak berusaha menjauh, tapi Kirana malah menghempaskannya.

"J-Jo, aku... mau kita putus." ucapnya lirih, menahan kata-kata yang sedari dulu ingin dilontarkannya.

"Putus?!" Tanya Jo dengan suara mengejek.

Tangannya yang tadi menyentuh setiap jari-jari tangan Kirana denag lembut, kini mencengkramnya. Wajahnya mendekat ke wajah Kirana. Dahinya hampir menempel di dahi Kirana. Ia berucap sesuatu dengan penekanan di setiap katanya,"nggak akan ada kata putus diantara kita, kecuali gue mati!"

Kiara yang sedari tadi matanya merep melek tak karuan makin gelisah. Tangnnya yang dicengkeram oleh Jo gemetaran, dan Jo merasakan itu.

Lalu Alan datang.'

Lawan bicaranya hanya menganguk-angguk saja. Tidak ada komentar apapun.

"Untuk sementara ini, aku akan diam dulu, Sha. Mencari cara yang lebih halus." Imbuhnya. Mereka berjalan kelur dari kelas, menuju parkiran. Tempat dimana Sasha menaruh motor bebeknya.

"Aha, gue ada ide!" Ucap Sasha antusias.

"Ide apa, Sha? Tentang mading?" Tanya Kirana bingung.

"Kok jadi tentang mading, sih. Tentang lo, Kirana, tentang lo." Jawab Sasha dengan ekspresi gemas.

"Maksudnya?" Tanya Kirana lagi tak mengerti.

"Gue punya ide tentang 'cara halus' yang bakal lo lakuin ke Jo buat putus." Sasha bicara dengan ekspresi yang sangat meyakinkan.

"Lo ikutin gue aja pokokya, pasti berhasil, deh."

"Emang cara apa, Sha?

"Udah, liat aja besok. Yang penting lo harus siap-siap mental, aja, ya."

"Tapi aku nggak mau yang aneh-aneh, lho. Apalagi yang beresiko besar."  Wajah Kirana menyiratkan kekhawatiran. Mereka hampir sampai di tempat parkir.

Sasha berhenti mendadak, membuat Kirana juga harus terpaksa berhenti. Sasha memegang kedua bahu temannya itu, lalu mengambil napas halus. "Enggak, Kiran, enggak. Namanya cara halus, jadi nggak beresiko besar. Lo pokoknya tunggu aja hari-hari lo di part selanjutnya, gue bakalan bantuin lo pokoknya. Lo tenang aja."


Kirana tersenyum, "Makasih, ya, Sha. Makasih udah mau jadi sahabatku. Makasih juga udah mau bantu sampe sejauh ini"

"Seenggaknya, itu yang namanya pengorbanan buat sahabat, Ran."

Kemudian mereka tersenyum bersama.

•••
TBC😊
VOTE, COMMENT, DAN SARAN SANGAT DIPERLUKAN.😊
FT.

KaisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang