Empat

30 6 14
                                    

"Selamat pagi, sayang" sapa seorang lelaki paruh baya saat sedang menuruni tangga.

"Pagi, Yah."

Ini hari minggu, dan pastinya semua anggota keluarga Kirana sedang ada di rumah.

Pagi ini, mereka semua berkumpul untuk sarapan bersama--hal yang terjadi hanya setiap weekend.

Kirana duduk di kursi makan, menjatuhkan kepalamya di atas meja, dengan lengan sebagai tumpuannya. Entah mengapa, ia merasa bahwa pagi ini sangat malas. Padahal biasanya, weekend adalah waktu favoritnya bersama keluarganya.

"Kenapa, Ran, Kok lesu gitu? Ada masalah sama Jo, ya?" tanya Raka--kakak laki-laki Kirana. Ia mengambil tempat tepat di sebelah Kirana.

Dengan dibantu seorang asisten rumah tangga, Ibu Kirana sudah menyiapkan menu sarapan pagi ini. Mereka semua duduk mengitari meja berbentuk oval, dengan kursi kayu berwarna putih.

"Hmn...? Engak kok mang, mayes anya." jawab Kirana tidak jelas karena teredam oleh lengannya sendiri.

Raka menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Ngomong apaan sih, lo, gak jelas?"

Kirana mengangkat wajahnya malas, kemuadian mendekati kuping abangnya, "ENGGAK-KOK-BANG, LAGI-MALES-AJA!"

Kemuadian Kirana mengambil posisi semula. Hanya saja, kali ini ia membelakangi wajah kakaknya.

Raka mendengus sebal,"Dasar cewek!"

"Udah-udah, ayo sarapan," lerai Ibu Kirana saat mengetahui kedua anaknya terus beradu cik-cok.

Mereka pun sarapan dengan hikmat.

Ting tong!!

Kegiatan mereka terinterupse oleh bunyi bell rumah. Bi Nani--pembantu rumah tangga mereka segera membukakan pintu.

Ketika melihat siapa yang datang, semua menyambut dengan antusias, terkecuali Kirana.

Ayah Kirana sangat senang dengan kedatangan sang tamu, beliau mempersilahkan Jo untuk sarapan bersama. Iya, tamu tersebut adalah Jo.

"Ayo, duduk-duduk, kita sarapan bersama," ajak Ayah Kirana. Kini, Jo duduk tepat di samping Kirana, menggantikan posisi Raka.

"Hai, how are you, boys?!" sapa Raka sambil menyalami Jo. Raka kini bepindah ke bangku yang lain.

"Fine, bro."

Setelah itu, mereka menghabiskan sarapan dengan keheningan. Jangan tanya bagaimana ekspresi Kirana saat ini, wajahnya dua kali lebih kusut dari sebelumnya.

Sarapan pun berakhir. Hanya ada obrolan ringan antara Jo dan keluarga Kirana. Apalagi jika bukan urusan bisnis dan perusahaan. Sesekali, Kirana ikut mengangguk atau tersenyum.

Kemudian, keduanya pamit untuk berangkat ke sekolah. Jo membawa motor gedenya untuk berangkat pagi ini.

Saat Kirana sedang memakai sweaternya, Jo memakaikannya helm. Raka dan anggota keluarga yang ikut mengantar sampai pintu pun hanya mampu menyoraki.

"Itu baru calon ipar idaman, hehe," ejek Raka, kemuadian dususul gelak tawa oleh semuanya.

Kirana hanya mampu diam. Ia sedikit meringis saat helmnya terlalu rapat, hingga tersangkut kepangan rambutnya.

Jo yang meliahat itu segera mendekatkan tubuhnya ke arah Kirana. Tangannya sedikit ia lingkarkan ke leher Kirana untuk membenarkan posisi helmnya.

Setelah benar, Jo tidak langsung menarik wajahnya dari hadapan Kirana. la sedikit berbisik,"Aku menyukai keluargamu, begitu pun sebaliknya. Aku tidak main-main dengan perkataanku selama ini bahwa 'aku mencintaimu, sangat'. Dan sekarang, apa yang bisa kamu lakukan, Kiran?"

Jo menarik wajahnya. Di wajahnya, jelas tercetak senyuman gila. Iya, Jo gila. Gila dengan cintanya terhadap Kirana.

Mereka pun berangkat.

"Hati-hati di jalan."

"Hati-hati Jonathan, jaga anak ayah!"

Motor merah milik Jo pun kini keluar melewati gerbang, menyusuri jalanan pagi yang belum cukup ramai.

Di belakang, Kirana yang menggenggam erat jaket Jo berpikir dalam hati: apa, Jo benar-benar... mencintaiku?

Dan pertanyaannya musnah diterpa angin.

Semoga Tuhan menjawab.

•••
TBC
Vote and comment
Typo bersebaran, harap komen 😊


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KaisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang