"Hmphh." gerung Jihoon dibawah setiap sentuhan Soonyoung.
Soonyoung tersenyum di sela-sela ciuman mereka, senang bisa merasakan bibir penuh ekstasi itu lagi.
Soonyoung bisa merasakan pergerakan tangan Jihoon dibalik punggungnya yang mulai melemah. Jihoon memang selalu begitu, awalnya mendorong-dorong, akhirnya malah meluk-meluk.
Lidah hangat Soonyoung merongrong dan mengobrak-abrik Jihoon. Membuat pemuda mungil itu hanya bisa pasrah dan mengeluarkan desahan kecil yang mulai membesar.
Hangat dalam mulut Jihoon terasa begitu melenakan Soonyoung, apalagi kelembutan lidahnya yang berbanding terbalik dengan ucapan tajamnya sehari-hari.
Cukup dengan merasakan kehangatan pada mulutnya saja sudah berhasil membuat Soonyoung merasa hangat hingga ke dalam dirinya.
Soonyoung menyeringai di sela ciuman mereka ketika merasakan sebuah tangan meremat rambutnya. Mendorongnya untuk semakin jauh memasuki kehangatan masing-masing.
Tangan Soonyoung membelai sisi wajah Jihoon, memberikan kelembutan selagi bibir dan lidah mereka bergerak intens. Lalu Soonyoung menarik dirinya menjauhi Jihoon, menyerap oksigen yang terlupakan.
Jihoon menatap Soonyoung sayu, matanya terlihat berkabut. "Soonyoung..."
Yang dipanggil mendusel-duselkan wajahnya pada relung bahu Jihoon, menghirup aroma memabukkan yang menguar dari situ. "Hmm?"
Tubuh Jihoon bergidik ketika merasakan bahunya yang bergetar akibat deheman Soonyoung. "Mianhae."
Soonyoung tersenyum lemah selagi mengusap punggung Jihoon lembut. "Tidak ada yang harus dimaafkan Jihoon. Aku saja yang terlalu keras mengingatkanmu saat itu. Seandainya aku tidak begitu kasar, mungkin takkan jadi seperti ini."
"Bukan," Jihoon mendorong Soonyoung dari tubuhnya hingga mereka bertatapan intens. "Ini salahku. Aku yang salah. Seandainya aku mendengar perkataanmu, semua ini takkan terjadi."
Soonyoung tersenyum lebar hingga gigi kelincinya terlihat, matanya hanya berupa dua buah garis menggemaskan. "Hoon..." Panggilnya. "Berhentilah merasa bersalah. Kita salah, kau, aku, salah. Kita memang harus selalu membuat kesalahan agar rusak."
Pemuda bersurai hitam itu mengerutkan alis busurnya. "Aku tidak mengerti. Mengapa kita harus rusak? Tidak ada yang ingin menjadi rusak."
Bagai menasihati anak kecil yang protes, Soonyoung mengusap surai Jihoon penuh perasaan. "Karena kita harus selalu berubah, selalu maju. Dan untuk itu kita harus rusak dulu, agar ada bagian yang bisa dibuang dan diganti dengan yang lebih baik."
Jihoon menunduk diam. Biasanya memang dirinya yang lebih dewasa, namun terkadang Soonyoung bisa menyentuh beberapa tingkatan yang tidak dapat disentuhnya.
Lagipula tidak ada manusia yang sempurna.
"Soonyoung," panggil Jihoon pelan.
Mata Soonyoung membuka lebih lebar. "Hm?"
Jihoon mendongak, menatap Soonyoung tepat hingga ke dalam matanya. Menyentuh sisi terdalam Soonyoung, salahkan Jihoon jika kini hatinya berdebar semakin gila-gilaan. "Jihoonie? Hoon? Yeobo? Sebenarnya kau ingin memanggilku apa, huh?"
Soonyoung tercenung.
Ia kira Jihoon akan bertanya dengan pertanyaan yang jauh lebih serius. Maka kini ia menutup mulutnya dengan punggung tangan, berusaha menahan tawanya yang hampir tersembur. "Memangnya kau ingin dipanggil apa, huh?" Tanyanya selagi membawa Jihoon ke dalam naungannya, menidurkan tubuh mereka di atas kasur.
Mata Jihoon menatap kemanapun selain mata Soonyoung. "Terserah."
"Pikachu saja bagaimana?" Kekeh Soonyoung pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Hardworking || Soonhoon (BxB)
Fanfiction[Completed] "Jihoonie, mengapa kau selalu bekerja keras sendirian? Tidak tahukah kau bahwa kami berdua belas mengkhawatirkanmu?" -Kwon Soonyoung "Tidak bisa, masih ada beberapa bagian yang harus kuedit, kalau menunggu nanti-nanti hasilnya tidak aka...