First Accident

103 20 4
                                    

Sakit.

Seluruh tubuhku rasanya sakit. Seperti habis tertabrak truk. Tunggu, aku memang baru saja tertabrak, tapi bukan oleh truk.

Aku ingat saat mobil itu melaju dengan kencang. Aku juga ingat jenis mobil apa itu. Aku ingat saat aku berlari ketengah jalan. Dan aku juga ingat kalau tepat ditengah jalan itu ada seseorang. Yemi.

Yemi. Dimana dia? Apakah dia terluka? Apakah aku berhasil menyelamatkannya dari mobil itu?

Pertanyaan terus bermunculan dikepalaku, membuat kepalaku bertambah pusing. Aku bisa merasakan sakit yang ada hampir disekujur tubuhku, tapi satu yang tidak bisa aku lakukan, yaitu membuka mata.

Aku bisa mendengar, meski dengan samar-samar, suara orang berbicara. Kadang dengan nada panik dan terburu-buru, kadang hanya berupa gumaman. Aku ingin sekali bertanya tentang keadaan Yemi. Tapi selain mataku yang tidak bisa terbuka, lidahku juga terkunci. Aku tidak bisa bergerak.

Aku juga bisa merasakan kalau badanku diangkat dan dipindahkan. Dan ada sesuatu yang menusuk tanganku. Tapi aku tidak bisa memastikan itu semua. Seluruh badanku terkunci.

Saat aku bangun lagi -otakku yang bangun paling tidak-suasananya berbeda. Tidak ada lagi ketergesa-gesaan. Tidak ada lagi aroma panik di udara. Aku bisa mendengar suara berdetak. Seperti suara jam atau jantung? Mngkin itu suara jantungku sendiri.

Aku mencoba untuk menggerakkan tanganku dengan sekuat tenaga. Tapi bisa kurasakan itu semua sia-sia.

"Bagaimana keadaannya?" Jamkkan man, mwo? Aku tidak mengatakan itu. Dan jelas itu bukan suaraku.

Aku merasakan seseorang bergerak disamping ranjang yang aku tempati. Dan sudah pasti itu bukan Sehun. Suaranya masih terlalu jauh untuk bisa kurasakan keberadaannya.

"Masih belum sadar." Jawab suara sedih yang ada disampingku.

Yemi!

Rasanya seperti bunga layu yang disiram dengan air yang menyejukkan saat aku mendengar suaranya. Yemi tidak dirawat disini, itu pertanda bagus. Berarti dia baik-baik saja. Syukurlah.

Sekali lagi aku berusaha menggerakan tubuhku. Apapun, sekecil apapun gerakan yang bisa aku lakukan. Tapi tetap saja sama.

"Kau harus pulang, Yemi. Kau pasti capek."

"Aku tidak bisa meninggalkannya." Aku bisa mendengar ada air mata dalam suaranya. Oh Tuhan, aku ingin sekali meraihnya kedalam pelukanku dan menenangkannya. Mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja. Tapi aku tidak berdaya. Terbaring diranjang rumah sakit.

"Yemi, kau tahu ini semua bukan salahmu."

"Tapi kalau bukan karena aku, Yixing tidak mungkin disini, Sehun."

"Dan kau pikir, kalau kau yang ada disini akan membuat Yixing merasa lega? Aniya, Yemi. Yixing pasti akan memilih dia yang berada disini."

Kau pintar sekali Sehun. Terus yakinkan dia.

"Apa mereka sudah menahannya?" Menahannya? Nuga?

Aku mendengar Sehun mendesah. "Ne. Gomawo karena telah mengenali mobil itu. Tapi bagaimana kau bisa tahu?" Tanya Sehun penuh dengan rasa penasaran.

Tapi tiba-tiba aku merasa lelah dan ingin tidur lagi. Tapi aku juga ingin mendengar penjelasan Yemi. Aku masih bisa merasakan seseorang-Yemi-menggenggam erat tanganku. Hal itulah yang terakhir aku ingat.

Aku tidak tau sudah berapa lama aku disini. Terdiam seperti mayat. Saat aku kembali kepermukaan, suasana sunyi. Sepertinya Sehun dan Yemi sudah tidak ada disini.

Paper Heart | Zhang YixingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang