Stephan :
Aku bukanlah lagi Stephan yang dulu. Aku juga tidak akan pernah menjadi yang dulu.
Giselle? Aku hampir lupa akan wanita itu.
Sekarang, hanya bau darah segarlah yang kucari. Dan aku tau akan suatu hal,
Aku sudah terbelenggu oleh Cassaline.
Aku adalah Stephan, ya, Stephan Dracind...
---------------------------------------
"Kamu kenal kan sama anaknya tante Bie? "
"Yang mana? Aku cuma kenal sama tante Bie, sama om Holson. Memangnya ada apa Ma?" Anne meletakkan sepiring spaghetti di sisi mejanya.
"Tante Bie ingin kamu membantunya untuk membuat anak laki-lakinya bisa move on dari mantannya, dan kalau kamu berhasil, itu berarti, kamu mendapatkan seorang pangeran tampan, tidak usah kamu pandang hartanya... itu lebih dari cukup! Tapi pandang cintanya.... Bagaimana? Setuju? " Lucy sedikit ragu untuk menjelaskan hal ini. Tetapi ia berusaha keras untuk terlihat biasa saja agar Anne yakin kalau ini adalah tawaran yang bagus.
"Tetapi kan... aku tidak mengenalnya...namun, mendengar kata tampan dari mama membuatku menjadi tertarik... " Anne tersenyum nakal.
Lucy tidak terkejut dengan pernyataan anaknya itu, Anne memang begitu, tidak tertebak. Hal itu pulalah yang mungkin membuat Bie yakin kalau anak sulung dari Lucy pasti bisa menolong anak semata wayangnya. Stephan.
"Bagus! Kalau begitu, kita kerumah tante Bie sore ini. " Lucy mencubit gemas pipi mulus anak perempuannya.
Anne hanya mengangguk karena sibuk dengan spaghettinya. "Ta-pi, kalau di-a ngg-ak tam-pan, ngga jadi! " Anne berbicara sambil mengunyah spaghetti didalam mulutnya.
"Tapi kalau tampan ?" Lucy menantang balik .
"Aku akan menjadikannya menantumu! "
Suara tawa pecah diruang makan minimalist milik keluarga kecil Lucy.
Ia bahagia karena memiliki anak perempuan yang selalu menghiasi tawanya. Ia mengakui bahwa suaminya benar. Anne akan menjaganya walau Jack, suami Lucy, akan pergi lebih dulu.
Lucy mengerutkan dahinya. Setelah Anne tinggal di rumah Bie, maka ia harus mengurus adik Anne seorang diri. Ya, anak bungsunya, Ben.
"Nanti kau akan tinggal bersamanya, Anne... " Lucy menggeser kursinya lebih dekat pada Anne.
Anne tersentak.
"Uhhuk! Apa! Mama..? Kapan? ""Kau kaget atau tidak sabar, sihh? "
"Aku kaget dan tidak sabar... heheh... "
"Minggu depan... tetapi kita harus ke rumah tante Bie dulu .... "
"Tidak bisakah hari ini? Aku kan sudah cukup lama menunggu untuk ini... aku 27 tahun Ma...!"
Lucy menggeleng.
"Kau jangan terlalu jual murah, Anne... kau boleh melakukan apapun untuk membuatnya tertarik padamu, tetapi jangan... ""Jangan apa? " tanya Anne penasaran.
"Jangan sampai kau tak mendapatkannya! Hahahah"
Anne tertawa sampai puas.
"Ayo kita kesana...." Lucy menarik tangan Anne.
***
CREEEEK
Bie membuka pintu rumah megahnya.
"Lucy....! Akhirnya kau datang juga... ayo masuk! " Bie terlihat sangat gembira. Ia segera merangkul bahu Anne. "Kamu kah wanita cantik itu? "
Anne tersenyum. Lucy yang hampir terduduk langsung kembali berdiri dan mengejar langkah Bie dan anaknya.
"Aku tahu kau akan datang! Mari kita berkeliling sambil mencari Stephan..." Bie mengajak Anne untuk menjelajahi rumah besar serba putih itu. Bahkan Anne belum sempat menempelkan bokongnya pada soffa sedikitpun. Namun Bie dengan semangat langsung mengajak Anne untuk berkeliling.
Mereka sangat serius dengan obrolan mereka tentang Stephan sambil sesekali memasuki ruangan - ruangan yang harus diketahui oleh Anne.
"Ini adalah kamar Stephan... " Bie membuka pintu kamar bernuansakan tokoh karakter Thor. Sangat keren.
Anne sangat tidak sabar untuk melihat Stephan. Ya sedikit lagi... pintu akan terbuka. Seberapa tampan pria itu.
"Ohh ya ampun! Sepertinya Stephan tidak dikamarnya... tenang, dia pasti sedang bermain dengan tabnya..." Bie kembali menarik tangan Anne.
Mereka sampai di sebuah taman di tengah rumah ini. Sangat unik. Ini berarti rumah ini begitu luas.
"Itu dia Stephan..! " Bie menunjuk pada seorang pria yang sedang duduk di kursi taman sambil bolak balik menggeser layar tabnya. Ia sama sekali tidak peka. Ia bahkan tidak menoleh sedikitpun ketika mengetahui bahwa kami sudah berada satu meter didepannya.
Ia hanya merunduk dan pay attention pada tabnya. Hal itu membuat Anne semakin penasaran dengan wajah Stephan.
"Steve..? Ini Anne... kalian belum berkenalan sebelumnya, kan? " Bie mengajak Stepan untuk berkenalan dengan Anne.
Anne mengulurkan tangannya. Namun, zonk. Pria itu tidak memberikan tangannya. Jangankan mengulurkan tangan, berbicara saja tidak.
"Steve!!! " Bie membentak Stephan karena berlaku tidak sopan.
"Tidak apa tante, suatu saat nanti, pasti Stephan akan mau berkenalan denganku... " Anne menahan Bie.
Bie menghela nafasnya. Ya mungkin Anne benar.
Bie dan Anne kembali ke ruang tamu. Mereka berbincang tentang keberangkatan Bie dan tuan Holson ke Australia minggu depan.
Dan setelah itu, Stephan akan sepenuhnya milik Anne.
'Sungguh, dia sangat tampan! '
A week later...
"Barang-barang kamu yang lain sudah dibawa kesana semua, Anne? " Lucy mengangkat sebuah koper hitam yang berisikan seluruh baju milik Anne.
"Sudah.., tenang saja ma, nanti aku pulang dengan cucu yang lucu untuk mama..."
''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''
Hola gaess!Hari ini masih spichles. Next chapter, I'll try to make it better....
😊😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is a Vampire
Vampire"Apa? Menjadi lebih dekat denganku? Kau bunuh diri! " ------------------------ "Kau itu jelas jelas mangsaku! Kau ingin mati karena kehabisan darah? " ------------------------ "Stephan, tunggu! ini memang tugas aku untuk menjaga kamu, bukan modus...