- PART 2 -

52 19 12
                                    

Sesuatu yang terbaik akan sangat sulit untuk dilupakan.

°°°

"Gue tetep ngehargain, kok. Thanks, ya. Jadi gak rela pisah sama kalian orang. Gue---"

Kalimat Gerrald terpotong karena teriakan tiba-tiba dari Lano. Tentu saja, semua orang yang berada di sekitar mereka menjadi kaget. Bahkan, ada beberapa yang mengumpat ke arah Lano.

"LO UDAH NGURUSIN PASPORT AND SEGALA MACEMNYA?!"

"Jangan ngegas, Lan! Selo ae ngomongnya! Malu, bege!" cecar Dycta sarkas. Xaverio melihat orang-orang dengan tatapan malu. Dia menganggukan kepalanya, tanda meminta maaf atas tingkah laku Lano.

"Iya, Lan! Mau taro di mana muka gue yang ganteng ini?! Nanti, cewek-cewek pada ilfeel sama gue!" ucap Xaverio sambil memukul lengan kekar Lano.

"Aw ... sakit, pinter!" Lano mengelus lengannya yang sakit akibat pukulan maut Xaverio.

"Bodo amat. Mau lo malu kek, mau cewek-cewek ilfeel kek. Bukan urusan gue!" ucap Lano lagi tak kalah sarkas. Dia memalingkan wajahnya dari Xaverio ke arah Gerrald.

"Jawab pertanyaan adek imut ini, Bang! Adek butuh jawaban yang pasti!"

"Belom gue urus, Nok. Lima menit lagi aja. Gue mau denger candaan kalian untuk yang terakhir kalinya," kata Gerrald sambil tersenyum kecut. Dia sangat sedih, bila semua sahabat gilanya harus jauh dari dirinya. Apalagi, dia harus bisa bersosialisasi dengan orang-orang di kota New York. Ditambah kemampuan berbahasa Inggrisnya yang kurang. Lengkap sudah kebingungan Gerrald nanti.

"Jangan ngomong gitu, Rong! Gue jadi sedih beneran, nih. Kalo di berita-berita, kayak firasat aneh gitu. Nanti gue nethink lo mau dipanggil God. Kan gak lucu jadinya." Dycta berusaha menutupi kesedihannya dengan candaan anehnya. Namun, dia mendapatkan tatapan tajam dari ketiga sahabatnya.

"Secara gak langsung, lo ngedoain gue death. Lo mau gue cepet-cepet end?"

"Ampun, Bang! Gue gak ngedoain kok. Gue cuma ngomong. Di bawa sans ae, gaes." Dycta meminta maaf kepada Gerrald dan mengatupkan kedua tangannya di atas kepalanya.

"Ba to the cot. Bacot." Alih-alih membela Gerrald, Lano malah menepuk tengkuk Gerrald sendiri. Dia tidak terima bila Gerrald pergi menggalkan mereka, ke tempat yang lebih jauh.

"Aw. Lo gila ya, Lan? Kok mukul gue? Lo mau gue ma--"

"Gak usah ngomong gitu lagi! Lano mukul lo gara-gara dia gak mau lo begitu. Eh, salah deng. Kita gak mau lo begitu. Stay positive. Kita harus yakin, pesawatnya aman." Xaverio memotong ucapan Gerrald dengan kata-kata bijaknya.

"Kamu peka sekali, Xaverio-ku. Aku makin sayang sama kamu. Sini, aku peluk lagi." Siapa lagi kalau bukan Lano yang alay.

"Jijik," rutuk Xaverio kepada Lano.

"Makasih, Nok. Makasih, Xave. Makasih, Dyc. Gue gak bakal lupain kalian. Gue bakal selalu ingat kalian."

"Ah, co cwit," ucap Lano dan Dycta serempak. Xaverio pun terkekeh pelan dan mengukir seulas senyum di bibirnya.

"Hmm ... gue ngurusin passport gue dulu, ya. Kalian di sini aja, gak usah kemana-mana. Oke?"

"Emang lo kira kita anak kecil? Sok-sok nasihatin lagi. Penasihat kita itu cuma Xaverio, lo gak boleh ikut-ikutan!" sergah Dycta sambil menatap Gerrald dengan sinis.

Lovely SkypeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang