Ulang Tahun

128 11 3
                                    

1
Jujur aku ga inget seperti apa saat masih di kandungan sampe umur 9 bulan, lalu hidup di dunia sampe umur 3 tahun. 

2
Di usiaku yang ke 4. Aku pernah merayakan ulang tahun. Saat itu, mamah mengundang sekitar 30 anak di sekitar rumahku untuk hadir di acara ulang tahun dengan diberinya semacam ikat kepala dari kardus yang ditengahnya bergambar mickey mouse.

3
Dulu hobiku ngupil. Sambil menunggu teman-teman datang, aku sibuk menggali hidung ku sambil duduk di kursi plastik merah putih yang ayah beli di toko meubel. "Kok toko meubel?" Ga percaya? Jadi gini ceritanya.

4
Dulu rumahku pernah di renovasi. H-5 bulan sebelum aku ulang tahun. Ayah pergi sama aku di sebuah toko meubel untuk beli pintu dan kusen jendela. Suara berisik dari "mesin penyerut kayu" membuat aku tidak nyaman. Ya kira-kira itu sebutan aku untuk mesin itu.

Aku diajak ke dalem rumah oleh pemilik toko. Di dalem, aku ngeliat ada sebuah kursi berwarna merah putih yang kurasa seukuran dengan badan ku dulu. Aku coba duduk dan ternyata nyaman. Lebih nyaman daripada rasa nyaman orang-orang ke pasangannya. Aku ga tau punya siapa, karena memang suasana rumah di dalam lagi sepi ga ada orang. Kemana-mana, kursi itu nempel di bokongku sambil kupegang dengan kedua tangan. Bahkan hingga mau pulang.

"Hai robin hood. Kursi raja mana yang kamu ambil itu?". ucap ayah dengan lagak seorang bos.
"Si tukang penyerut kayu, ayah". jawabku.
"Cepat kembalikan atau akan kuhukum dengan pemotongan uang jajan gope!" ancam ayah.

Dulu Rp.500 masih berharga bagiku. Dulu kudapatkan bala-bala 1, atau permen 3 buah, atau ciki, atau minuman-minuman seduh, atau kue laba-laba yang ada di pasar, atau es lilin buatan ceu lilis yang dititipkan di warung mamah ales waktu itu.

"Potong aja. Nanti aku tinggal minta sama mamah".
"Yaudah kamu ga boleh main 2 hari".
"Kalau ga boleh main, di rumah terus, paling aku bakal cerita ke mamah kalo dulu ayah pernah ikut-ikutan joget di panggung bareng penyanyi dangdut waktu Uwa Titin nikah di depan rumahnya".
"Yaudah. Pak, kursi nya saya beli ya? Berapa?". tanya ayah ke tukang meubel
"Hm. Boleh deh pak. 20.000 aja". jawab tukang meubel.

Aku ga tau ekspresi apa yang bakal ditunjukin oleh anaknya yang punya kursi itu, dan rasa pusing mamahnya karena mendengar anaknya yang merengek ingin kursi itu kembali. Tapi, robin hood tak akan pernah kembali jika sudah dibeli. Mohon Maaf, pak dengan segala hormat.

5
Kembali lagi ke topik. Pas lagi asik ngupil, temen-temen dateng ke rumah. Mereka langsung mengajak bersalaman tanpa berpikir panjang bekas apa tanganku ini. Aku terima salaman mereka tanpa berpikir panjang apa dampak negatif dari upil yang mungkin menempel ditangannya. Mungkin karena ruang udara menyempit akibat terdapat benda di dalamnya, suara tepuk tangan saat menyanyikan lagu ulang tahun akan lebih sumbang terdengar. 

Tiba-tiba, Dudi dan Bahar datang seperti biasanya. Mereka menggunakan baju couple ala-ala mario bros yang dimandikan oleh mamah di sore hari, wajahnya full bedak namun berantakan, dan rambut dengan model sisir pinggir rapi hingga terlihat 2 kulincir pada rambut Bahar, dan 1 kulincir pada rambut Dudi. Kulincir apa ya? Mungkin kalian coba pegang bagian kepala yang pitak, berada sedikit di belakang ubun-ubun. Orang tua dulu bilang kalau kulincirnya 2, artinya dia anak nakal.

"*Tos* Halo, Rud. Ini aku bawa kado buat kamu". kata Dudi.
"Ini aku juga bawa". kata Bahar.
"Kok kertas kado kalian sama?" jawab diriku.
"Ih iya ya sama. Kamu ikut-ikutan beli di Mamah Endang ya?! Jangan ngikutin terus coba!". Bahar marah.
"Ini mamah aku yang beli". jawab Dudi.

Cuma karena hal sepele, Dudi dan Bahar jadi musuhan di acara ulang tahunku. Nampak mereka duduk berjauhan.

6
Lagu ulang tahun pun dinyanyikan. Masih dengan situasi yang sama, Bahar dan Dudi saling bersaing. Suara siapa yang paling kenceng diantara mereka berdua.

"SELAMAT ULANG TAHUN!!!". teriak Dudi sambil terus melanjutkan lagunya.
"BAHAR UCAPKAN!! SELAMAT PANJANG UMUR!!". balas Bahar
"SEHAT SENTOSA!!!". aku ikut teriak karena terbawa suasana oleh Bahar dan Dudi.

Selesai lagu ulang tahun, ayahku memimpin pembacaan doa. Lagi-lagi, Bahar dan Dudi berteriak paling kencang ketika mengucapkan "Aamiin", namun aku tidak merespon apa-apa dan kebingungan harus berpihak pada siapa.

"AAMIINNNNNNNNNNNNN!" teriak Bahar.
"AAAAAAAMIIIINNNNNNNNNN!" balas Dudi berteriak juga.
"WOY KENCENGAN AKU YA!" kata Bahar.
"KENCENGAN AKU. NIH AAAMIIIIINNNNNN" teriak lagi Dudi.

*jebret* *suara sorban kena kaki*

"APAAN SIH GANGGUIN AJA!" marah Dudi sambil menengok kebelakang namun menutup mata.
"Gandeng!", marah seorang bapak-bapak. (Berisik!)

Bahar tertawa kecil, Dudi terlihat memerah mukanya, dan aku tetap terdiam.

Ayah pun melanjutkan sesi tiup lilin. Sambil menyanyikan lagunya, ayah menyalakan lilinnya. Dan lagi-lagi, aku yang berulang tahun, Dudi dan Bahar yang berebut ingin meniup lilinku. Lalu kakakku memisahkan keduanya, memberi kesempatan agar aku dapat meniup lilinku.

Mungkin karena merasa malu, Dudi dan Bahar hanya saling diam setelah kejadian itu. Ulang tahun tetap berlanjut meriah, namun tidak bagi Dudi dan Bahar.

RudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang