Eighth

194 34 17
                                    

Hai, para reader setia Ane! ~\(≧▽≦)/~ Ane kangen dengan kalian semua. Udah lama Ane gak upload cerita
︶︿︶

Ane mau menyampaikan berita sedih. Ane akan hiatus untuk beberapa minggu ke depan. Ane hiatus bukan karena males lanjutin cerita, alur ceritanya hilang, file ceritanya kehapus, atau Wattpad Ane bermasalah, melainkan kesibukan Ane di sekolah membuat Ane gak sempat lanjut cerita ini. Buat cerita gak segampang membalikkan tangan lho~ Maafin Ane ya~ (╥﹏╥)

Ane juga punya satu permintaan nih buat para pembaca sekalian. Buat kalian yang baca cerita Ane, diharapkan dengan sangat untuk meninggalkan jejak berupa vote atau komen. Ane gak suka kalau cerita Ane gak dihargai walau hanya sebuah vote aja :;(∩'﹏'∩);:

Sampai detik ini, Ane mau berterima kasih karena sudah mau menyempatkan waktu readers untuk membaca cerita abal Ane (っ'▽')っ Selamat menikmati cerita ini~~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
LEN POV

"The clock stop ticking forever ago
How long have I been up? I don't know
I can get a grip but I can't let go
There wasn't anything to hold into tho--"

Krieet...

"Acara telah berakhir. Apa kau ingin melihatnya?" tanya suster yang tiba-tiba datang dan juga yang memotong nyanyianku

"Melihat apa?" tanyaku kembali

"Melihat ini~" sepasang pengantin memasuki ruangan yang menampungku. Seketika kedua mataku terbelalak. "A-apa yang...?!"

"Kau lihat sekarang? Kami sudah resmi sebagai sepasang kekasih sehidup semati~"

"Kau...!"

"Bukannya sudah menjadi kesepakatan kita untuk mendapatkan Rin-chan jika dia memenangi pertandingan?"

"Pertandingan kita belum selesai, dasar breng***!"

"Oh ya? Tapi~ Bukannya kau yang lebih dulu cari ribut denganku, Kagami-san? Kau hampir membunuhku di lapangan basket, ingat?"

"Apa yang kau katakan tidak ada hubungannya denganku. Rin! Rin, sadarlah!!" aku menyerukan nama Rin agar ia menjauhi si tosca itu. Namun, dirinya seperti terpengaruh oleh suatu hal negatif. "Sihir? Tidak. Ini lebih dari sihir..."

"Rin-chan~ Ayo kita pamerkan kemesraan kita pada Kagami-san~"

Runtutan kalimat itulah yang terakhir kali kudengar tepat sebelum Rin mencium bibir makhluk tak berotak Hatsune Mikuo itu. Tentu saja aku sangat terkejut dan juga kesal melihat kejadian yang tak seharusnya kulihat di depan mataku sendiri. Dengan langkah berat penuh amarah, aku meraih kerah tuxedo putih Mikuo. Nihil. Rantai kepedihan ini tak kuasa membiarkanku walau hanya menyentuh Mikuo sebentar saja. Tapi, aku tetap berusaha agar bisa melepaskan diri apapun yang akan terjadi.

"Percuma saja. Kau tidak akan bisa melepaskan diri dari rantai itu" tukas Mikuo dengan tatapan miris

Kedua mataku memelototinya sembari berkata. "Tak ada seorang pun yang bisa menahanku jika itu tentang Rin. Besi sekalipun, akan kuhancurkan dengan kedua tangan dan usaha besarku sendiri"

"Tekadmu cukup bagus untuk ditiru, semangatmu yang membara juga berhasil membakar jiwaku. Tapi, jangan lupa bahwa ini dunia nyata, Kagami-san. Bukan dunia fiksi yang kau buat" ucapnya sambil melebarkan seringainya

Amarahku mencapai batas wajar karena mimik yang ia tunjukkan. "Hatsune Mikuo...!"

"That's my name, Kagami-san~"

"Mati...! Pergilah ke neraka...! Makhluk tak berakal sepertimu lebih baik mati...! Orang sepertimu tidak pantas untuk hidup. Mati! Mati! Neraka akan menerimamu dengan senang hati! SEMOGA KAU CEPAT MATI!!"

Aku melangkah untuk mengambil sebilah pisau yang terletak tak jauh dari tempatku berdiri. Meskipun pisau itu berhasil berada di genggamanku, aku tak bisa menusuk dadanya secara langsung.

"Apa yang kau tunggu, Kagami-san? Bukannya kau ingin menikamku dengan pisau itu? Ayo lakukan! Aku tak akan menghindar" setelah kalimat itu, tosca itu menatapku dari atas ke bawah. "Ya, ampun, Kagami-san. Bagaimana bisa kau menikamku kalau kau saja tak bisa mendekatiku? Maafkan aku karena sudah menyuruhmu yang tidak-tidak~"

"Semoga malaikat maut cepat mendatangimu" batinku berkata

Tanpa pikir panjang, aku melemparkan benda tajam nan mengkilap itu ke arahnya. Kena. Pisau itu menancam sempurna di bahunya, menyebabkan cairan merah kental mengalir keluar. Kurasakan bulir air bening keluar dari sudut mataku. Penyanggaku yang terasa berat kugerakkan agar aku bisa meraihnya. Saat tanganku terulur hampir menyentuhnya, benda silver bergerombol ini menghentikanku.

"...Le..n...?" aku terkejut mendengar suara Rin yang membisikkan namaku

"...Rin? Apa kau baik-baik saja? Apa kau terluka?" tanyaku bertubi-tubi

"Len... K-kau..."

"...A-apa yang...? A-APA YANG KAU LAKUKAN...?!" kudengar suara bergetar dari Mikuo

Aku menatapnya sambil bergidik. "Kau..."

Kulihat seluruh tubuh Mikuo bergetar hebat. Kedua tungkainya saja terlihat lemah untuk berdiri. "Semua ini karenamu... Ka-kalau saja... Kalau saja kau lebih dulu mati, aku... tak akan terpisah dari Rin-chan... Sekarang Rin-chan..... DIA CELAKA KARENA PISAU YANG KAU LEMPARKAN!!!"

Mikuo melayangkan kepalannya tepat ke arah wajahku.

DUAGH!

Sakit. Perih. Sesak. Pukulan dari Mikuo mengakibatkan darah keluar dari hidungku. Tinjunya itu bukan hanya sekali mengenai wajahku, melainkan berkali-kali. Bukan hanya tinju saja, namun tendangannya juga mengenai area sensitif di tubuhku. Wajah, perut, kepala. Habis sudah ketampananku.

DUAGH! DUAGH! DUAGH!

"AAAAAKKHHH!!" jeritan kesakitan dariku tidak cukup untuk membuatnya puas. Terlalu banyak rasa sakit yang kudapatkan, baik fisik atau batin. Kesadaranku perlahan menghilang meskipun Mikuo belum berhenti menyiksaku.

Yandere Mode..? More [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang