Part 4

47.1K 1.3K 67
                                    

Air mata Thania jatuh berderai. Tak pernah disangkanya kalau dia akan diperlakukan sedemikian kejam oleh pria yang sama sekali tak dikenalnya. Sementara itu, William yang tadinya tersulut emosi kini emosinya mulai mereda. Dia mulai melepaskan tangannya yang mencekik leher Thania.

"Ya Tuhan, apa yang sudah aku lakukan pada gadis ini? Aku mengancamnya, memukulnya, bahkan yang lebih parah aku memperkosanya. Oh my God! I'm going crazy. Shit!" Dalam hati William menyesali apa yang sudah dia perbuat pada Thania. William membalikan badannya dari hadapan Thania. Sesekali tangannya mengusap wajah

Thania yang masih menangis tersedu-sedu. Tubuh Thania seakan lemas tak berdaya. Kakinya seakan tak mampu menahan berat tubuhnya. Kepalanya mulai terasa berat lalu dia pun jatuh terduduk di lantai sedang tubuhnya masih bersandar ke dinding kamar itu. Kepalanya merasakan pusing yang sangat luar biasa mengingat perutnya belum diisi apa pun dari pagi. Ditambah, rasa sakit di bagian bawah tubuhnya yang masih menderanya.

Thania berusaha untuk tetap membuka matanya namun dia tak bisa, matanya begitu berat dan perlahan Thania menutup matanya. Mendengar suara tubuh Thania yang terjatuh, William segera menghampiri Thania dan membopong tubuhnya ke atas tempat tidur. Thania sudah tidak sadarkan diri. William sedikit panik melihat keadaan Thania. Dia menepuk-nepuk pipi Thania namun Thania tak bereaksi. Segera dia memangil Mang Karna. Dan dalam sekejap Mang Karna sudah menghampiri William.

"Mang, tolong panggilkan dr. Sabilla. Telepon dia sekarang. Suruh dia kemari!" perintahnya pada pria paruh baya itu. Pria paruh baya itu sekejap menatap pada sosok yang terbaring di atas tempat tidur lalu dia menganggukan kepalanya.

"Baik, Tuan." Mang Karna langsung keluar kamar yang ditempati William dan menelepon dr. Sabilla.

Sekitar 30 menit akhirnya seorang wanita cantik paruh baya bertubuh tinggi langsing lengkap dengan tas berisi peralatan medis memasuki rumah mewah tersebut. "Di mana bocah nakal itu, Mang?" tanya dr. Sabilla itu kepada Mang Karna.

"Di atas, Nyonya. Di kamar utama. Nyonya sebaiknya langsung naik saja. Soalnya Nona cantik yang dibawa Tuan William tadi pingsan," jelas Mang Karna.

"Apa? Nona? Dia bersama seorang wanita? Hmm, apa lagi yang diperbuatnya?" tanya dr. Sabilla agak kesal. Dia pun bergegas naik ke lantai atas menuju kamar utama.

"Ada apa lagi ini, Willy? Apa yang kau perbuat pada gadis itu?" tanya dr. Sabilla sambil berjalan mendekati William yang terduduk di samping Thania.

"Tante," ucap William. Ya, dr. Sabilla adalah Tante-nya William. Dia adalah adik dari Ayah William. Walaupun usianya sudah matang tetapi dia masih single. Ada trauma di masa lalunya yang membuat dia enggan untuk menikah.

Wanita itu menatap Thania yang sedang terbaring tak sadarkan diri.

"Tante, aku ... aku melakukan kesalahan. Kesalahan yang sangat besar, Tante," ucap William terbata-bata.

Tentu saja dr. Sabilla menatap keponakannya itu dengan heran. "I don't understand, Will. What you have done?"

"I ... I ... shit!" William tak mampu melanjutkan ucapannya.

"What?!" tanya dr. Sabilla dengan tegas. "Aku memperkosanya," kata William sedikit memelankan suaranya.

"Apa?! Kau gila, Will! Kau bisa mendapatkan gadis mana pun dan seperti apa pun. Tak perlu melakukan hal gila seperti ini!"

"Aku tak sengaja melakukannya, Tante. Aku hanya ingin mengintimidasinya sedikit saja. Karena dia sudah mengganggu pacar Bella. Tapi entah kenapa, ah ... aku juga tidak tahu. Rasa itu tiba-tiba saja muncul. Aku bingung, Tante." William tertunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Kemudian dr. Sabilla mengamati Thania yang sedang terbaring. Dia melihat beberapa memar di lengan Thania dan bekas cekikan yang memerah di lehernya.

"Ya Tuhan. Kau sakit, Nak. Aku tak menyangka mempunyai keponakan sakit jiwa sepertimu. Lebih mementingkan nafsu birahimu tanpa memikirkan akibatnya. Apa kau juga memukulinya? Kau sungguh keterlaluan, William," ucap dr. sabilla ketus.

"Demi Tuhan, aku tak sengaja melakukannya, Tante. Dia begitu menggoda sehingga aku tak dapat menahan hasratku." William masih tertunduk.

"Coba aku lihat!" dr. Sabilla mendongakan wajah William lalu dia menggelengken kepalanya.

"Pantas saja. Kapan kau akan berhenti mengonsumsi serbuk setan itu, Will? Kau membahayakan dirimu dan juga orang lain kalau kau masih bersahabat dengan serbuk terkutuk itu," lanjut dr. Sabilla.

"Pekerjaanku banyak sekali, Tante. Aku harus menjaga staminaku agar tetap bugar." William menyugar rambut pirangnya.

"Tapi itu tidak baik untukmu. Kau harus ikut terapi denganku atau masuk rehabilitasi. Tinggal pilih!" dr. Sabilla sudah mulai kesal dengan keponakannya itu.

"Dan kau jangan terlalu memanjakan adikmu itu. Akan jadi kebiasaan nantinya. Dia akan selalu bergantung padamu, Will," kata dr. Sabilla lagi.

"Dia satu-satunya saudara yang aku punya, Tante," balas William. Ya, Bella adalah saudara tiri William. Bella adalah anak dari Ny. Nathalie yang kini menjadi ibu tiri William. Mereka berdua mempunyai Ayah yang sama tapi ibu yang berbeda. William hanya terdiam mendengar kata-kata dr. sabilla.

Selesai memeriksa Thania dan memberikan beberapa obat, dr. Sabilla meninggalkan William dan rumah mewahnya. Tapi sebelumnya wanita itu memberikan ceramah yang sangat panjang kepada keponakan gilanya itu. Dan memperingatkan William seandainya Thania menuntut, dia yang akan jadi orang pertama yang menjadi saksi perbuatan keji William malam ini pada gadis itu.

Tak berapa lama setelah dr. sabilla meninggalkan rumah tersebut, akhirnya Thania tersadar dari pingsannya.

"Mmm ... Ibu," kata Thania lirih. Ia mulai tersadar dan membuka matanya.

"Kau di tempatku. Makanlah lalu istirahat lagi. Besok pagi aku akan mengantarmu pulang," kata William seraya meletakan bedtray lengkap dengan makanan dan segelas air di samping tubuh Thania yang masih terbaring. Thania bangun dari tidurnya dan merubah posisinya dengan bersandar di sandaran kasur empuk itu.

"Aku tidak mau. Aku mau pulang!" kata Thania.

"Kau turuti kata-kataku atau aku akan melakukan yang tadi aku lakukan padamu. Mengerti?!" tegas William.

"Kamu gila! Aku mau pulang!" bentak Thania sambil berusaha turun dari tempat tidur. Dengan segera William menghampiri Thania dan memegang erat lengan gadis itu.

"Kau pikir aku akan membebaskanmu begitu saja?! Duduk dan makanlah kalau kau tidak mau aku tiduri lagi!" perintah William.

My One and Only [New Edition]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang