Untuk Good Readers, mohon maaf cerita ini hanya saya publish ulang sampai di Part ini. Tidak bisa dilanjutkan di sini karena Author sudah bekerja sama dengan Platform lain untuk menerbitkan cerita ini di sana. Untuk bisa membaca kelanjutannya sampai selesai, kalian bisa melanjutkan membaca cerita ini di Platform Dreame dengan judul yang sama (My One And Only)dan nama author yang sama (Alice gio). Daily update up to the last Part.
Link: https://www.dreame.com/novel/rRqHp%2BtOGYYjorRMBW5omw%3D%3D.html
Silakan baca ceritaku yang lain yang masih lengkap di sini ya sebelum dihapus atau pindah Platform. Terima kasih.
========
Malam itu Thania hanya bisa menuruti semua perkataan William. Rasa sakit itu masih terasa. Thania tak dapat memejamkan mata sedetikpun walau William meninggalkannya dikamar itu sendirian dan William memilih tidur dikamar lain.
Bagi Thania malam itu terasa sangat berat dan merupakan malam terpanjang dalam hidupnya bahkan sampai pagi menjelang Thania tak bisa memejamkan matanya. Dia hanya bisa menangis. Ingin sekali rasanya Thania mencabik–cabik pria yang bernama William Anderson itu. Thania turun dari tempat tidur dan mulai berjalan sambil menahan rasa ngilu dibawah tubuhnya ke arah pintu. Thania sudah tidak tahan berada dikamar itu. Dia mencoba membuka pintu kamar itu dengan memutar gagang pintu itu namun pintu itu tak berhasil dibukanya sepertinya pintu itu sengaja dikunci dari luar.
Thania melangkah menuju jendela kamar itu. Dia membuka jendela kamar itu. Matahari pagi sudah menyinari sebagian bumi yang dilihatnya. Perlahan dia menurunkan pandangannya ke bawah jendela itu. Cukup tinggi juga, pikirnya.
"Kalau aku turun dari sini lalu terjatuh bagaimana ya? Lumayan tinggi juga," gumamnya.
Thania masih terpaku menatap keluar jendela sambil memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari kamar itu. Tiba–tiba decit suara pintu dibuka terdengar. William dengan setelan sweater biru dan celana jeans-nya terlihat sangat menawan. Tapi, tidak untuk Thania. Gadis itu sangat membenci pria itu.
"Kau sudah bangun? lusuh sekali penampilanmu." William melangkah mendekati Thania lalu memegang dagu Thania namun Thania dengan cepat menepisnya.
"Matamu sembab. Sebaiknya kau mandi sana. Pelayan disini akan menyiapkan baju untukmu," William berkata seolah–olah tidak pernah terjadi apa–apa diantara mereka.
Thania menatap kesal William. Ada kilat kebencian dari sorot mata coklatnya.
"Aku mau pulang." Thania mengeluarkan suaranya walau sedikit parau karena kurang tidur dan lelah.
William tak menggubrisnya sama sekali. William asik dengan ponselnya. Sepertinya dia sedang membalas email atau pesan pendek. Thania mulai terisak.
"Aku mau pulang, brengsek!" Thania sedikit menjerit.
William yang melihat reaksi Thania langsung menatap bengis pada Thania.
"Beraninya kau berteriak padaku! Kau pikir kau siapa hah?" William mencengkeran kedua lengan Thania dengan kedua tangannya. Wajah mereka kini berhadapan dengan sangat dekat.
"Aku mau pulang." Thania terisak.
"Kalau begitu bersihkan dirimu dulu dan aku akan mengantarmu pulang," kata William. Nada bicaranya mulai pelan.
"Aku tidak mau! Aku mau pulang! Jangan seenakmu memerintahku! Aku bukan seperti gadis – gadis itu yang menjadi mainanmu!" Thania menaikan nada bicaranya.
"Kelak kau juga akan jadi mainanku, Nona. Dan, di mulai dari saat ini," William membalas dengan sinis.
Thania melayangkan telapak tangannya ke pipi William dengan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
My One and Only [New Edition]
RomanceMature Content! 21+ "Gadis sepertimu tidak termasuk dalam daftar calon pinangan para pangeran." -William- "Seandainya dia bukan seorang pangeran pun, aku tetap mencintainya." -Thania- Kesalahan Thania cuma satu yaitu mencintai pria yang dicintai o...