Warna

24 3 0
                                    

Alfin

Lamat-lamat, kenangan masa kecil kebayang di benak gue. Dimana gue, Bintang dan Cakra masih menjadi remaja ingusan dengan badan yang kurus dan selalu bau matahari.

Setiap sore, kami bertiga bermain bola. Gue seolah masih gerasain tendangan bola gue yang selalu ditepis Cakra, ngerasain Bintang yang selalu ngoper bolanya ke gue.

"Kalau jadi pemain sepak bola beneran, gue pengen jadi pemain yang nyetak banyak gol"

"Kalau gue pengen jadi yang bisa ngasih assist sebanyak-banyaknya aja deh. Nggak banyak cetak gol sih, tapi setidaknya ada tenaga gue di setiap gol yang dicetak temen gue wkwk"

"Lo rendah hati banget sih Tang. Ampun deh"

"Gue nggak rendah hati bro. Gue cuma takut terkenal. Nggak siap gue punya banyak fans wkwk. Kalo lo pengen jadi apa Cak?"

"Hah? Gue? Gue pengen jadi keeper aja deh. Kalo semua pada mikir nyerang, siapa dong yang jaga gawang? haha"

Di masa itu, kami hanya berbicara santai. Mengalir seperti pembicaraan anak kecil pada umumnya. Bukan pembicaraan filosofis khas orang dewasa.

Hari ini gue sadar bahwa apa yang kami inginkan, mewakili pribadi kami masing-masing.

Gue Alfin, orang yang pengen selalu mencetak gol. Sahabat gue Bintang, si pemalu yang jarang muncul di permukaan namun selalu bekerja keras di balik layar. Dan orang yang ingin menjadi kiper adalah Cakra, sahabat gue yang kalem, kalo gue jadi gas, si cakra ini jadi rem.

Sudah fitrahnya manusia diciptakan warna-warni.

Saat kami dewasa pun profesi kami seolah mencerminkan sifat masing-masing.

Gue akhirnya jadi pengusaha teknologi yang selalu haus dengan pencapaian. Gue selalu pengen jadi orang kaya biar bisa beramal banyak. Gue selalu ingin dikenal orang, untuk menambah link bisnis. Oh ya, selain mendirikan perusahaan start up, gue juga mendirikan lembaga kursus IT gratis buat anak-anak yang nggak mampu melanjutkan kuliah. Gue pengen selepas lulus dari lembaga kursus gue, mereka dapat pekerjaan yang bagus dan melanjutkan kuliah.

Bintang akhirnya bekerja di sebuah media massa sekaligus aktivis LSM yang bergerak di bidang pendidikan dan advokasi untuk penduduk miskin yang terlantar di wilayah-wilayah kumuh. Namanya memang tidak pernah muncul di media massa. Tapi Bintang ada di balik banyak kegiatan yang bermanfaat untuk orang-orang miskin. Dari mana gue tahu? Gue mengenali semua ide Bintang yang selalu dia beberkan ke gue zaman kuliah. Bagi Bintang, yang penting tujuan tercapai. Dia tidak peduli namanya dikenang manusia atau tidak.

Dan Cakra?

Cakra yang ingin menjadi penjaga gawang akhirnya menjadi dosen, pengusaha di bidang fashion dan juga mendirikan pesantren mahasiswa. Gue tahu Cakra itu super kreatif dan jago banget di bidang Software. Andaikata dia mendirikan perusahaan Software mungkin dia bakal ngalahin gue. Tapi dia milih jadi pengusaha Fashion sekalian bantu-bantu Bintang bikin film secara mandiri.

Pesantren yang didirikan Cakra punya banyak cabang di berbagai kampus terkenal di Indonesia. Sewaktu gue tanya apa motivasi dia mendirikan perusahaan fashion? Cakra bilang kalau dia mendirikan perusahaan fashion karena dia pengen menjaga muslimah di Indonesia agar selalu menutup auratnya. Kalau pesantren mahasiswa? Kampus itu pusat peradaban Fin, jadi gue harus bisa ngejaga calon batu bata peradaban.

Serial WarnaWhere stories live. Discover now