BAB 7 MAAF

41 3 0
                                    

Orang itu tampak berlalu begitu saja tanpa mengucapkan maaf atau sejenisnya. Irwan berbalik badan, tampak beberapa pengawalnya sedang sibuk mengintrogasi orang mencurigakan itu. Bagaimana tidak? Manusia itu memakai pakaian serba hitam bahkan masker dan topi dengan warna senada, persis seperti pengintai yang sedang berusaha mencari celah untuk menemukan titik kelemahan perusahaan Irwan.

"Lepaskan saja Herman, aku baik-baik saja" Perintah Irwan sambil tersenyum lemah, meski rasa curiga terhadap orang itu semakin membabi buta.

Herman tentu saja melepaskan cengkramannya dengan ragu dan menyaksikan kepergian penyelundup yang terus menundukkan kepala seakan menyembunyikan sesuatu.

***

David menarik tangan Divia untuk segera meninggalkan restoran dan pergi menuju kantor kakeknya dengan perasaan kalut tidak karuan, mereka menyudahi makan siang dengan terburu-buru setelah mendapat panggilan dari Vilran bahwa kakeknya sedang terlibat skandal oleh seseorang yang mencurigakan.

"Apa yang terjadi?" Tanya Divia, ia tampak sangat bingung dengan David yang sedang sibuk memperhatikan jalanan.

Mobil mereka akhirnya melaju dengan cepat hingga membuat Divia tegang seketika.

"David! Kau gila!" Teriak Divia memegang erat sabuk pengaman sambil memejamkan matanya, ia sangat takut saat melihat David yang tampak sangat ganas membawa Mercedes itu.

"Turunkan aku! Kalau kau ingin mati sekarang! Mati sendiri saja!" Bentak Divia tak membuat David gentar sama sekali, bahkan ia semakin menambah kecepatannya dalam mengemudi. Divia menangis sekencang-kencangnya mengeratkan pegangan pada sabuk pengaman yang berwarna putih itu.

Rahang David semakin mengeras ketika melihat lampu merah dipersimpangan "sial!" Geramnya sambil memukul-mukul setir. Divia merasa lega akan hal itu, setidaknya ia masih bisa bernapas sejenak sebelum ajal menjemputnya.

Beberapa detik saja David sudah menginjak pedal lebih parah dari sebelumnya. Astaga! Ia melewati lampu merah!!! Divia kembali berteriak memberi umpatan pada David sekaligus berdoa semoga besok ia masih bisa melihat indahnya mentari lagi. Suara bising klakson truk yang berhasil disalip oleh David membuat Divia semakin meraung menjadi-jadi.

"Ya Tuhan tolong aku....." Lirih Divia yang tak lari dari pejaman matanya.

Tangan gadis itu bergetar hebat diiringi keringat dingin yang terus mengalir tanpa henti serta air mata yang membasahi seluruh kulit wajah hingga menghilangkan polesan foundation secara perlahan.

Bayangkan saja, Divia harus bertahan dalam posisi seperti itu hingga sampai diperusahaan pak Irwan. Sialan kau David...

Kepalanya sempat terbentur Dashboard mobil saat David membanting setir diperbelokkan tajam dekat kantor. Bertahan Div,sedikit lagi kau sampai... Batin Divia berusaha untuk menenangkan ketegangan yang telah sampai dipuncak kepalanya.

"Maafkan aku Divia!" Dengan terburu-buru David melepaskan sabuk pengaman dan pergi meninggalkan Divia yang sedang kaku untuk mengembalikan kesadarannya.

"Kau baik-baik saja, Nona?" Terdengar samar oleh telinga Divia suara seseorang dibalik kaca mobil dan beberapa suara ketukan meski tak terdengar dengan jelas akibat rasa takutnya terhadap aksi nekat David tadi. Vilran... Nama itu terngiang dikepalanya saat ini mengingat suara yang terus memanggil namanya itu. Vilran membukakan pintu untuk Divia yang sulit untuk berdiri, pria itu turut membantu Divia walau akhirnya gadis itu memberinya peringatan untuk tidak menyentuhnya. Wanita aneh... Batin Vilran.

Perlahan tapi pasti Divia berjalan dengan sedikit getaran yang tak kunjung hilang dari kejadian tadi.

***

My General ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang