BAB 4 MENJODOHKAN?

49 5 20
                                    

"Tapi, bapak memberikan mobil ini untuk tuan. Tidak mungkin saya membawa pulang mobil semahal ini" Sebenarnya pengawal itu masih tidak percaya dengan ini semua, seperti mimpi baginya mendapatkan sebuah Lamborghini dengan cuma-cuma.

"Kau sungguh bodoh teman! Kakekku bahkan menghasilkan uang seharga dengan mobil ini dalam sehari saja! Ia bisa membelinya lagi besok" David menghentikan taxi dan memasukinya.

Didalam mobil,ia terus membayangkan seperti apa wajah kakeknya kini. David membuka satu kancing seragam serta melonggarkan ikatan dasi yang membalut lehernya. Topi yang sudah disimpan kedalam tas tenteng yang ia bawa dari Amsterdam menampakkan rambutnya yang sedikit berantakan namun tidak mengurangi kesan tampan yang terukir.

"Tujuan pak?" Tanya supir memecahkan lamunan David.

"Luxury apartements, please" David memejamkan mata sejenak untuk menenangkan pikirannya.

David memilih pulang ke apartemennya sendiri dibandingkan tinggal dirumah kakeknya yang terletak di kawasan The Spring District. David tahu bila ia tinggal disana, ia akan dilayani secara berlebihan oleh kakeknya. Seperti menyuguhi makanan yang mahal dengan harga yang hampir sama dengan Lamborghini tadi dan tempat-tempat yang belum pernah David temui, bahkan membayangkannya saja David tidak sanggup. David benci hal yang bersifat terlalu glamoure...

Taxi yang ditumpangi David melesat laju membelah jalanan Washington, terdapat banyak bangunan yang menjulang tinggi ditepi jalan dan diselingi beberapa pohon disisi kiri dan kanannya.

Tidak berapa lama kemudian,  taxi itu berhenti menandai mereka sudah sampai ditempat tujuan. Kini mereka telah berada didepan apartemen mewah tempat David tinggal di Washington semenjak ia mengemban pekerjaannya sebagai pilot.

"Pak... Kita sudah sampai" Supir paruh baya itu mengguncang pelan kaki David.

"Ohh baiklah" David membuka mata terkesiap dan mengusap wajahnya sembari mengerjapkan mata untuk mengembalikan tingkat kesadarannya. Sudah berapa lama ia tertidur? David tidak tahu pasti.

Sang supir dengan sigap keluar dan berlari menuju bagasi untuk mengeluarkan barang-barang David. Sebenarnya tidak banyak yang David bawa, hanya sebuah koper hitam dan tas kecil.

Setelah memberi ongkos berlebih pada supir, ia menggenggam kopernya dan berjalan menuju unit apartemen yang sudah lama tidak ia tempati. Banyak resepsionis dan pelayan apartemen yang menyapanya.

Suasana tidak berubah, apartemennya masih begitu sunyi dan sepi. Ia meletakkan koper disamping kasur yang berbalut bedcover putih. Ntah mengapa David sangat suka warna putih, menurutnya warna putih itu menenangkan dan menyejukkan.

Ia segera melucutkan seragam dan menggantikannya dengan kaus oblong berwarna biru tua yang dipadukan dengan topi biru muda.

David mengambil kacamata Bentley Platinum-nya. Kesan gagah dari seorang David tidak pernah pudar dalam kondisi apapun.

David segera keluar memasuki Lift yang terletak tidak jauh dari apartemen, semua wanita memandang takjub kearahnya sambil memberikan pujian yang David bisa dengar dengan jelas.

Pintu lift terbuka dan ia segera mencari taxi untuk mengantarkannya menuju kantor sang kakek. Jangan tanya dimana mobil David, pria itu sudah lama menjualnya. Bukan bermaksud pelit, tapi ia benar-benar malas melakukan perjalanan menggunakan mobil karena ia lebih banyak menghabiskan waktu didalam pesawat.

***

Linda berlari-lari kearah Divia yang sedang sibuk menata bunga dimeja bundar yang akan digunakan untuk menyambut David.

My General ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang