BERTEMU KEMBALI

19 5 0
                                    

Tiba-tiba bunyi HP nya menyadarkan Revan dari lamunannya.

Dengan malas dia mengangkat HP nya.

"Halo San!"

"Halo van, kenapa kamu tiba-tiba pergi? Dokter Iksan dari tadi mencarimu."

Terus, kamu bilang apa?

Aku bilang saja tiba-tiba kamu sakit perut dan ke kamar mandi, dokter Iksan sepertinya marah karena dia merasa kamu tidak bertanggung jawab. Di hari pertama kamu prektek kamu sudah buat masalah. Aku sarani kamu kmbali ke RS kalau tidak mau mendapat masalah yang lebih parah. Ok"

baiklah San, thx ya." Jawab revan sembari menutup telepon.

Bagaimana mungkin aku kembali ke sana. Gumannya. Kenapa Nadia ada di RS ini? Kenapa dia memakai pakaian perawat? Apa mungkin dia perawat di RS ini? Kenapa semua serba kebetulan? Aku belum sanggup bertemu dengannya.

 Aku malu dengan kejadian 5 tahun yang lalu. Walaupun di sisi lain aku bahagia bisa bertemu kembali dengannya. Aku sadar bahwa sampai saat ini perasaan itu tidak berubah sedikitpun. Tapi aku harus berkata apa ketika bertemu dengannya?

Baiklah, aku tidak mau selamnya menjadi pria bodoh, aku harus menghadapinya. Lagian, dia kan tidak tau perasaanku padanya. Yang dia tau aku hanyalah sahabat yang pergi tanpa pesan. Baiklah" Revan pun kembali ke RS dan segera menemui dokter Iksan dan meminta maaf karena pergi terlalu lama. Beruntung dokter Iksan memaafkannya.

Keluar dari rungan dokter Iksan dia menabrak seorang perawat yang membawa catatan medis pasien yang berserakan di lantai karen ditabraknya. "Maaf, aku tidak sengaja" revan meminta maaf sambil membereskan kertas yang berantakan di lantai. Perawat yang di tabraknya tadi hanya dim membisu memandanginya.

 Dia tidak tau mau berkata apa. Ini berkas kamu, ma... kata-katanya terputus saat melihat wajah perawat itu. Nadia... sapanya. Nadia merebut catatan medis yang di pungut Revan dan segera mauk ke kantor Dr. Iksan. Ingin rasanya dia memukul pria yang menabraknya, memakinya dan dia juga ingin memeluknya. Tapi tak satupun dia lakukan.

Revan masih menunggu Nadia keluar dari ruangan Dr. Iksan. Dia berusaha merangkai kata-kata yang akan di ucapkannya saat Nadia keluar dari ruangan. "apa kabar Nadia, kamu makin cantik memakai baju perawat. Ah terlalu kampungan.. gumannya. Hay Nadia, lama tak bertemu, gimana kabarmu dan hubunganmu dengan Anggara? Hmmm, terlalu lantang gumannya lagi.

Akhirnya Nadia keluar dari ruangan Dr. Iksan. NADIA, panggil Revan. Nadia tidak menyahut, dia terus berjalan meninggalkan Revan. Dia masih tidak tau apa yang harus dia lakukan. Nadia... Revan mengejar Nadia, Kamu Nadia kan? Teman satu SMA ku? Nadia, aku Revan. Revan sahabatmu? Masih ingatkan? Tanyanya. Revan yang mana ya? Aku tidak punya teman yang namanya Revan, apalagi sahabat. Dulu sih ada tapi dia sudah mati.

Nadia, aku memang slah, maafkan aku ya. Kata Revan pelan. Maaf ya pak, saya tidak kenal anda dan anda tidak usah minta maaf pada saya. Maaf saya buru-buru banyak kerjaan. Permisi. Nadia pergi menjauhi Revan, tak terasa air matanya menetes lagi.

Kenapa aku berkata seperti itu, kenapa aku lari.. Plisss Nadia, bukankah kamu sudah lama berdoa agar kamu bisa bertemu lagi dengan Revan? Kenapa ketika bertemu kamu bilang dia sudah mati. Dasar Nadia bodoh," Nadia menyesali perbuatannya.

Revan yang ditinggalkan Nadia hanya terdiam lesu. Dia sangat terpukul mendengar perkataan Nadia. Apakah aku sudah sangat kelewatan pada Nadia? Mengapa dia begitu marah padaku. Apakah karena aku tidak memberitahukan kemana aku pergi?" baiklah, aku akan mencobanya besok.

Hari itu Revan berdandan sangat rapi. Dia akan menemui Nadia lagi . Tapi sudah setengah hari dia mencari di RS tapi dia tidak kunjung menemukan Nadia. Akhirnya dia bertanya pada salah seorang suster. Akhirnya dia tahu bahwa Nadia tidak masuk karena sakit. Mendengar Nadia sakit, Revan langsung khawatir dan meminta alamat Nadia kepada perawat tersebut.

Sepulang praktik, dia langsung bergegas ke rumah Nadia. Revan mengetuk pintu berulang-ulang. Nadia yang sedang duduk di kamar membaca sebuah buku mendengar pintunya di ketuk. Diapun menuju pintu dan dilihatnya dari jendela bahwa yang datang adalah Revan.

Nadia ragu membuka pintu, Revan yang sudah melihat Nadia di dalam menyuruh Nadia membuka pintu tersebut.

"Nadia buka pintunya, aku tau kamu di dalam. Aku tau kamu tidak sakit. Kamu hanya ingin menghindariku kan? Ayo buka pintunya aku mau bicara"

"Aku tidak menerima tamu aku mau istirahat. Pergilah... aku tidak akan membuka pintu. "Nadia, aku akan menunggu disini sampai kamu membuka pintu. "Terserah" Jawab Nadia kesal.

Revan duduk di depan pintu rumah Nadia. "Nadia, aku tau kamu masih di situ, sahutnya. Kalau aku salah tolong beri tau aku apa salahku. Apakah kita tidak bisa menjadi sahabat lagi? Tanyanya. Dia tidak mendengar jawaban.

Beberapa jam menunggu nadia tidak keluar juga. Nadia yang dari tadi membaca buku yang sudah mulai usang hanya menangis. Aku harus mulai dari mana Revan, bisiknya pelan. Apakah perasaanmu masih sama seperti yang ada di buku ini? Bagaimana kalau perasaanmu sudah berubah? Bagaimana dengan diriku?

Empat jam berlalu, dia tidak mendengar suara dari luar. Mungkin dia sudah pergi Pikir Nadia. Nadia perlahan-lahan membuka pintu dan alangkah terkejutnya saat dia melihat Revan pingsan di depan pintu.

"Revan, bangun... jangan bercanda! Van bangun.! Kalau kamu tidak bangun aku tidak akan pernah memafkanmu.." Revan masih tidak bangun. Akhirnya nadia menarik badan Revan ke dalam rumah dan mengoleskan minyak wangi ke hidungnya.

Revan, bangun! Kenapa kamu selalu membuatku menangis. Kamu tau sudah 6 tahun aku selalu berdoa agar aku bisa bertemu denganmu. Tapi kenapa semua jadi begini... Revan, bangun van. Aku ga mau kehilangan kamu lagi.. Nadia mulai menangis.

Mendengar Nadia menangis akhirnya Revan membuka matanya. 2-0 katanya. Kamu tertipu lagi... hahahhaha... pake nangis lagi. Sudah dong Nadia. Sadar Revan hanya pura-pura pingsan Nadia sangat malu bercampur marah. "Pergi kamu dari rumahku.. dan jangan datang lagi bentak Nadia. Melihat Nadia marah Revan hanya tersenyum. "Kenapa kamu tersenyum, pergi sana.. aku tigak mau melhat wajahmu lagi. Bentak Nadia. Maaf Nadia, aku hanya bercanda, lagian siapa tadi yang nangis sambil bilang kalau sudah 6 tahun terus berdoa agar bisa bertemu denganku dan tidak mau kehilangan aku lagi.

Mendengar perkataan Revan, akhirnya Nadia duduk di depan Revan. Revan, aku berteman sangat lama denganmu, namun aku tidak tau sedikitpun isi pikiranmu, Nadia mulai serius. Kenapa kamu pergi? Aku mau mendengar jawabanmu!
...
Next Chapter>>"JAWABAN"

BEST FRIEND,I LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang