Semenjak jam pasir itu di balik, aku tak pernah absen berkhayal dan memikirkan bagaimana akhir pertemuan kita, karena kemungkinan itu terlalu banyak.
***
Ada sebuah keadaan dimana semua manusia pasti melaluinya. Keadaan yang tidak menyenangkan namun sangat berarti. Yaa, menunggu mungkin tak selalu berakhir dengan hal yang berarti. Terlepas bagaimana hasilnya nanti, manusia tidak akan pernah lepas dari menunggu. Bersama menunggu, kemungkinan-kemungkinan itu akan merasuki pikiran yang akan membuat segala sesuatu bercabang-cabang atau justru tanpa sadar akan membuat pikiran ini terlatih untuk menganalisa, seperti berpositif thinking atau bahkan sebaliknya.
Kadang ada saja tingkah yang aneh-aneh ketika seseorang menunggu. Ada yang cemas, hingga kakinya tak berhenti bergerak. Ada yang tangannya memukul-mukul paha karena sudah tidak tahan menunggu di tempat itu. Ada pula yang santai karena dia terlalu berpositif thinking. Ada pula yang tidak sabaran menunggu dan langsung pergi. Tentu semua orang punya kebiasaan yang berbeda namun bahasa tubuh dapat dibaca. Kalau aku lebih memilih santai dan tenang menunggu di bangku panjang ini, sambil main ponsel, stalking akun bola, atau cek orderan job di email.
Karena dosen yang satu ini orang yang cukup tepat waktu, memiliki jam pengumpulan tugas di emailnya, telat 1 menit saja tidak dianggap mengirim email tugas, meskipun alasannya karena internetnya lambat. Tulisan Last Seen di akun Whats App nya juga terakhir sejam yang lalu saat beliau membalas chat ku. Foto profilnya bersama istri dan anaknya yang baru lahir, beliau memang dosen yang terbilang masih muda. Mungkin, beliau baru saja membantu istrinya di rumah, atau habis membelikan popok di mini market, atau malah habis mengantar istrinya kontrol ke rumah sakit. Salah satunya bisa saja terjadi.
Menunggu disini, terutama di koridor pojok dengan jendela yang terbuka di ujungnya memanglah membosankan. Kakiku sudah merasa gatal karena nyamuk di kolong bangku, udara hangat dari luar jendela seakan mengisyaratkan ku untuk tetap duduk disitu, karena di luar panas. Setidaknya aku masih dapat merasakan hembusan angin pelan yang membawa hawa panas, udara di koridor sendiri lembab sehingga tidak terlalu panas.
Aku merogoh tas untuk mengambil earphone, namun gerakan tanganku terhenti ketika angin berhembus kencang hingga jendela membentur tembok. Aku segera menutupnya agar kaca jendelanya tak pecah. Entah ada apa setiap aku merasakan angin yang tiba-tiba berhembus dari jendela aku jadi teringat akan mata coklat yang menatap ku beberapa waktu yang lalu.
Entah bagaimana caranya perasaan itu merasuki diriku yang sedang kosong ini. Aku masih ingat betul bagaimana angin itu datang dan membuat rambutnya melambai-lambai, dan bunga kecil mendarat di rambutnya. Semenjak kejadian waktu itu aku beberapa kali bertemu dengannya namun aku mengabaikannya, beberapa kali pula aku tidak masuk kelas itu sehingga aku tidak bertemu dengannya lagi. Aku sudah berhasil mengabaikannya tapi kenapa kini teringat lagi? Aku masih hafal bagaimana senyum manisnya, lembut suaranya, bahkan cara dia melangkah dapat tergambar jika dia adalah wanita yang anggun dan wanita yang kuat.
Dan aku tenggelam dalam lamunan ku yang terus mengingat hari itu, segala kemungkinan kembali merasuki ku. Aku seakan berada di alam bawah sadarku, berjalan di dalam mimpi, mencoba meraihnya dan membayangkan dirinya lagi.
"Hft! Bosan" Suara itu membuat ku tersadar ada seseorang yang duduk di bangku ini juga.
Aku mencoba melihatnya, wajahnya tertutup oleh sebagian rambutnya ketika ia menunduk. Aku berusaha untuk tidak menatap aneh perempuan itu, aku hanya berani curi-curi pandang. Hingga aku mencium asap rokok, sebenarnya bukan hal aneh ketika aku melihat perempuan merokok di kampus. Beberapa teman perempuan ku pun merokok, tapi aku tetap penasaran dia siapa. Hingga ia menaruh rokoknya di ujung bangku, lalu ia menyatukan rambutnya ke belakang membentuk kuncir kuda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kemungkinan
FantasíaAndai aku mampu mengatakannya semuanya Maylin, aku sudah kalah di awal pertarungan ini. Biarlah aku tenggelam bersama kepayahan ku yang membuat jarak diantara kita, sebab aku tahu jika pun aku mampu menyeberangi tembok itu dan memeluk mu erat dalam...