BAB 1 - Semua Berawal

333 4 1
                                    


Andai aku tahu itu yang terakhir.

Kan ku ucap maaf untuk segalanya.

Disini ku peluk puing yang tersisa.

Kendati kau tidak pulang, ku tetap menanti.

(Fiersa Besari - Lembayung)

---

Bandung, akhir Desember tahun 2014.

Bandung begitu dingin menyambut senja yang indah. Sebuah rumah di Jalan Siliwangi telah siap dengan riasan bunga-bunga yang dirangkai sedemikian rupa, nampak pula sudah banyak para tamu yang hadir di rumah yang cukup besar tersebut. Sorot mata seorang gadis sore itu menggambarkan segala perasaan dalam hatinya. Tawa riangnya seindah wajah yang usai dipoles riasan sederhana, rambut panjangnya dibiarkan terurai dan diberikan jepitan menambah kesan manis. Ia sedang mengobrol dengan beberapa teman karibnya. Dari kejauhan nampak seorang lelaki tidak lepas memandang wajahnya sejak tadi, ada sesuatu dihatinya yang tidak dapat Ia mengerti, tertegun bahwa yang sedang Ia pikirkan itu salah buru-buru Ia palingkan wajahnya ke lain arah.

"Assalamualaikum Nak, bagaimana kabarmu?" sapa seorang bapak sedikit mengagetkannya lelaki tersebut.

"Waalaikumsalam, Alhamdulillah kabar baik Ndan." wajabnya sopan dengan sikap hormat kemudian menyalami bapak di depannya.

"Ah tidak perlu formal seperti itu, terimakasih ya sudah mau datang ke acara pertunangan anak saya." Lanjut bapak tersebut sambil menepuk pundak lelaki itu pelan.

"Sama-sama Pak, terimakasih sudah mengundang saya. Meriah juga ya Pak acaranya" lanjut lelaki itu tersenyum sambil melihat sekeliling rumah.

"Iya karena Aya itu anak saya satu-satunya, jadi memang sengaja jika sedikit dibuat meriah seperti ini. Dekor nya pun Ia yang memilih sendiri, maklum pernikahan dengan cinta" jawabnya terkekeh. "Ohya sebentar saya akan kenalkan kamu dengan anak saya" lanjutnya lagi, kemudian memanggil putri kesayangan nya tersebut.

"Aya kenalkan ini Ekas, Ekas kenalkan ini Aya anak saya" ucap bapak itu yang tak lain adalah Soni Ramadlan, orangtua Aya.

"Oh-ya jadi ini Ekas Prima Dirgantara. Kau tau Papa ku itu selalu saja membanggakan dirimu, aku sampai tau nama lengkapmu. Aku tidak mengerti apa hebatnya kamu ini, sampai terkadang aku merasa iri, jadi sebenarnya anak Papa ku itu aku atau kamu" cerocos nya riang sambil melihat Ekas dari atas sampai bawah kemudian langsung memberikan jabat tangan. Ekas hanya mengulum senyum mendengar celoteh dari gadis yang sedari tadi Ia pandangi tersebut.

"Ayaa, yang sopan jika berbicara" ucap ayahnya menyuruh untuk bersikap lebih sopan kepada Ekas.

"Maaf saya tidak tahu jika komandan harus membicarakan saya di depan putrinya" jawab Ekas sambil menerima jabat tangan Aya.

"Non, ada telepon dari Den Hito" seorang Bibi menghampiri Aya. Seketika matanya berbinar.

"Maaf Pah, aku harus terima telepon, maaf Ekas eh Mas Ekas aku pergi dulu" ucap Aya bergantian kepada Papah dan juga Ekas. Ia tersenyum sambil mengecup pipi sang Ayah riang sebelum akhirnya pergi untuk menerima telepon.

Selang beberapa menit, terlihat gadis itu lunglai setelah cukup lama berdebat dengan seseorang di ujung telepon. Gagang telepon yang lepas dari genggaman nya terbanting begitu saja menimbulkan suara yang cukup keras, kini Ia nampak terduduk lesu masih di tempatnya tadi berdiri, para sahabat berhamburan menanyakan apa yang terjadi. Bagai mendapat hantaman keras di kepala, seketika air matanya pecah. Ternyata itu kabar dari Hito kekasih Aya yang ingin membatalkan pertunangan, lebih tepatnya mengakhiri hubungan dengan gadis tersebut karena suatu hal yang menurut Aya sepele. Mengetahui bahwa acara pertunangan gagal, Pak Soni panik dan seketika Ia pingsan.

Elegi Esok PagiWhere stories live. Discover now