Main

491 81 13
                                    

Beberapa hari berlalu setelah pertemuan mereka di sebuah acara talkshow. Rangga belum sepenuhnya lupa dengan senyum iseng Dilan, namun ia terlalu sibuk dengan jajaran buku di perpustakaan kecil miliknya. Pertemuan pertama mereka terasa berkesan, cuma kurang kasual. Rangga tertawa dalam hati, berpikir tentang kenapa ia membuat ekspektasi lanjut mengenai kapan ia akan bertemu lagi dengan pemuda itu.

Ia tahu rutinitas mereka berbeda. Dilan adalah artis muda yang saat ini sedang naik daun dan Rangga adalah pria mapan yang sedang senang-senangnya melakukan kegiatan outdoor. Jika mereka memiliki waktu luang, Dilan memilih untuk beristirahat seharian penuh dan Rangga akan membeli tiket ke kebun binatang untuk memotret gajah. Saat malam hari, Dilan terbiasa melakukan live di Instagram atau mengobrol dengan teman via chatting sampai terlelap, sementara Rangga akan menonton TV dengan acara berita sebagai pilihan utama sebelum tidur.

Diluar hal-hal tersebut mereka punya banyak kesamaan, sebenarnya. Pujangga, womanizer, dan juga penyuka gorengan hangat. Namun hari ini terhitung sebagai sebuah kebetulan yang amat langka dalam hal identiknya sang insan Adam.

Mereka bertemu di sebuah pusat perbelanjaan.

Namun sama-sama tidak sendirian.
  

 
  
    

Stigma


   
   

     
"Milea bukan pacarku," Rangga menoleh datar, menemukan Dilan yang sedang menyeruput ice bubble-nya dengan khidmat. "Mungkin belum, mungkin tidak jadi. Tunggu saja."

"Oh," Rangga mengangguk sekali. "Dan kenapa kamu beritahu hal ini sama saya?"

"Takutnya Om adalah tipe orang yang support hubungan kami. Shipper, istilahnya." pemuda itu menoleh, dengan senyum miring. "Jadi kuberitahu."

"Saya bukan orang sesenggang itu, Dilan."

"Atau mungkin, aku yang takut Om salah paham dalam konteks lebih?"

Sekarang Rangga malah ingin tertawa.

"Saya malah nggak tahu kalau guyonan anak muda milenial itu cenderung memancing."

"Kita lagi berdiri, Om."

"Betul sekali."

Hening menyambangi. Mereka sedang memesan makanan untuk masing-masing wanita yang mereka bawa, dan kini mereka sama-sama berdiri di depan kasir KFC. Counter kasir sedang sepi, makanya beberapa pramusaji memiliki waktu untuk berbisik-bisik tentang dua orang lelaki yang mereka curigai adalah aktor terkenal. Dilan yang mendadak peka merasa canggung, sementara Rangga sibuk menatapi papan menu yang berada di atas galon minuman karbonasi, menerka apa yang dapat dimakan-minum para perempuan dengan bebas tanpa takut nampak rakus.

"Oh, iya." Rangga menoleh, Dilan juga. "Aku belum punya satupun kontak personal Om."

"Lalu?" kukira kamu sudah memilikinya karena waktu itu bilang akan menghubungi, lanjut Rangga dalam hati.

"Aku ramal, Om akan memberinya dalam waktu dekat." Dilan nyengir, penuh percaya diri, atau mungkin cenderung tak tahu malu. "Dan bukan cuma satu,"

"Kenapa saya harus?"

"Karena lusa, aku akan kembali ke Amerika." untuk sedetik, Rangga cukup kaget. "Ada hal yang harus kuurus disana. Jadi? Om akan memberinya sekarang?"

Rangga akhirnya mendengus. "Kamu tau arti dari istilah ngegas?"

Dilan mengangkat bahu, pesanannya datang duluan setelah ia membuang gelas plastik ice bubble-nya.

StigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang