—Stigma.
/stig•ma/ (n) : ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. (KBBI, 2018)
Stigma (n) adalah berbagai pandangan orang yang menilai diri kita negatif, hal yang kita lakukan negatif sampai pemikiran kita negatif. Sebenarnya hampir setiap hari kita menerima stigma. Bisa dari teman, tetangga, orang lewat atau bahkan dari keluarga dan orang tua kita sendiri. (Wikipedia, 2012)
Stigma adalah brand, tanda, dan noda. Kata brand didefinisikan sebagai nama yang diberikan untuk produk atau layanan, tanda adalah yang membedakan simbol, sedangkan noda didefinisikan sebagai simbol aib keburukan (Thesaurus, 2006).
Stigma adalah tanda atau ciri yang menandakan pemiliknya membawa sesuatu yang buruk dan oleh karena itu dinilai lebih rendah dibandingkan dengan orang normal (Heatherton, et al, 2003).
Stigma adalah penilaian masyarakat terhadap perilaku atau karakter yang tidak sewajarnya (Jones, 1984 dalam Koesomo, 2009).
Penyebab terjadinya stigma
Terdapat 4 tingkat utama dimana stigma dapat terjadi menurut Butt, et al (2010), ialah :
1. Diri: berbagai mekanisme internal yang dibuat diri sendiri, yang kita sebut stigmatisasi diri
2. Masyarakat: gosip, pelanggaran, dan pengasingan di tingkat budaya dan masyarakat
3. Lembaga: perlakuan preferensial atau diskriminasi dalam lembaga
4. Struktur: lembaga-lembaga yang lebih luas seperti kemiskinan, rasisme, serta kolonialisme yang terus menerus mendiskriminasi suatu kelompok tertentu.
Jenis stigma
Larson & Corrigan; Werner, Goldstein, & Heinik (2011) menjelaskan tentang tiga jenis stigma, yaitu :
1. Stigma struktural, mengacu pada ketidakseimbangan dan ketidakadilan jika dilihat dari lembaga sosial. Misalnya, merujuk ke kualitas rendah perawatan yang diberikan oleh profesional kesehatan menjadi stigma individu atau kelompok.
2. Stigma masyarakat, menggambarkan reaksi atau penilaian negatif dari masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa.
3. Stigma oleh asosiasi ,didefinisikan sebagai diskriminasi karena memiliki hubungan dengan seorang individu yang terstigma
Dampak stigma
Hasil Penelitian Phulf (dalam Simanjutak; 2005) menemukan ada beberapa dampak atau akibat dari stigma, yaitu:
1.Orang yang terstigma sulit mencari bantuan
2.Stigma membuat semakin sulit memulihkan kehidupan individu yang terstigma, karena stigma dapat menyebabkan erosi kepercayaan diri (self-confidence) individu, sehingga individu menarik diri dari masyarakat.
3.Stigma menyebabkan diskriminasi, sehingga individu yang terstigma sulit mendapatkan akomodasi dan pekerjaan.
4.Masyarakat bisa lebih kasar dan kurang manusiawi pada individu yang terstigma.
5.Keluarga individu yang terstigma menjadi lebih terhina dan terganggu.
—Itulah yang saya ketahui tentang stigma.
Menurut saya sendiri, stigma adalah warna reversial. Dimana saya adalah hitam dan yang lainnya bisa jadi esa, atau dwi, tri, catur, maupun pancawarna yang bersatu untuk menjadi sebuah komposisi komplementif bagi si hitam.
Dalam hidup, akan selalu ada warna untuk setiap pergerakan. Dan toleransi tiap kepala terhadap warna tertentu tidak pernah seragam. Orang bilang warna saya hijau dan mereka tidak suka, lalu mengatakan lagi kalau merah lebih bagus. Sementara ada juga yang membenci warna merah, ingin saya menjadi putih. Dan yang kontra pada warna putih, langsung menolak dan menyarankan saya masuk ke warna indigo. Itu adalah hak individual, dan saya memiliki hak yang sama juga untuk memilih warna yang saya anggap aman. Orang tidak bisa mengubahnya, hanya memberi kecaman dan melempar sedikit dukungan ketika nampak kita mulai lelah berteriak akan definisi hak. Ketika mulai terlihat kegigihan, hujatan dan stigma yang diterima tentu semakin banyak.
Siklusnya selalu seperti itu, karena stigma adalah fenomena alam.
•Tentang dirinya yang kini ada dalam pandangan, ya.
Katakanlah ia sebagai matahari, dan saya adalah buminya. Ia adalah poros atensi seisi planet satu galaksi, karakternya cerah dan panas. Sementara saya adalah salah satu planet yang mengelilinginya secara teratur dalam garis orbit, dengan tenang selama 365 hari. Matahari akan selalu menjadi sesuatu yang muda, sementara bumi memiliki masanya untuk merapuh.
Dirinya bukanlah sesuatu yang harus saya miliki secara resmi, kita akan mengerti bahwa jalan ini tabu dan riskan. Saya akan selalu menikmati senyumnya, tawanya, dan segala emosinya dengan normal bak pria tua kasmaran, yang hanya berani memuja entitas muda itu dalam diam. Sebuah gambaran yang menggelikan, namun kenyataannya, itu adalah yang terbaik. Untuk saya, dan dia juga. Dia, yang hatinya terpeluk seribu gelora.
Sang muda mungkin bakal merasa tertantang, namun pria tua ini sudah seringkali memijak kerikil yang tersembunyi di bawah pasir pantai.
Ada batasan tertentu untuk kami yang nampak beda dunia. Ia akan menghabiskan waktu senggangnya dengan belajar bersama dengan sekumpulan teman seumuran, dan saya akan mengambil waktu sendirian untuk menjauhi hingar-bingar entertainment, atau mungkin berdua dengan seekor gajah di tanah Lampung. Saya bukan orang yang mewah, dan bisa jadi ia adalah anak hits-nya Jakarta. Saya suka lodeh dan tempe goreng, lalu nongkrong di jajanan pinggir jalan ketimbang makan sepotong kue di Solaria.
Kami berbeda, yin dan yang, mungkin juga tidak cocok satu sama lain saat berdiri berdampingan.
Namun jika kelak ia menemukan tulisan ini terselip dalam deret jurnal sastra yang mungkin menarik perhatiannya, ia bisa jadi memajang tawa itu lagi di wajahnya. Antara tawa tersipu, atau tawa karena jijik, saya bertaruh untuk pilihan pertama jika masih boleh percaya diri.
Dan jika ia memberikan senyum dan rasa amannya saat itu, saya akan mengatakan satu permohonan dalam secarik memo kecil.
—Please be strong with me.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stigma
RandomRangga adalah seorang artis papan atas, ia punya segala hal yang diinginkan semua pria normal. Namun entah darimana datangnya, gosip tentang dirinya seorang gay atau homoseksual mulai merebak secara cepat. Santer tanpa kontrol. Sementara Dilan yang...