Kali ini bukan karena kebetulan. Mereka memang membuat janji, sekalipun dua-duanya merinding setengah mati setelah kesepakatan tercapai. Meremang karena apa, mereka sendiri tidak tahu. Yang pasti Dilan senang karena Rangga memberinya lampu sen. Kanan atau kiri, Dilan tidak ambil pusing.Cinemaxx Plaza Semanggi.
Dan lagi-lagi, Rangga yang menyerobot bayar.
"Ini termasuk dalam konteks kencan, omong-omong."
Dari balik topi baseball-nya, Rangga melirik Dilan yang menyeruput es teh dengan khidmat. Tampilan anak itu tidak mencolok, jaket denim yang selalu jadi ikonnya selalu menempel menutupi kaus oblong putih-Rangga bilang itu tidak mencolok karena, yeah, jutaan laki-laki ingin jadi Dilan wannabe setelah film anak ini meledak.
Jeans sewarna indigo, dan sneakers Converse Chuck Taylor II membuatnya nampak santai dengan image boyfriend material. Tapi satu hal yang Rangga sesalkan, kacamata pantai Dilan saat ini membuatnya nampak seperti tukang pijit.
"Kuramal, Om mau kritik tentang kacamataku?"
Mereka tidak sekalipun menghentikan langkah, atau melambat, mereka tetap berjalan ketika Dilan menurunkan sedikit kacamatanya untuk memberi kerlingan dari senyum miring yang ia buat selama lima detik. Rangga menghela napas, alih-alih sebelum melontarkan cibiran.
"Semua orang bakal bilang kamu fashion terrorist,"
"Kacamataku nggak salah..."
"Iya. Begitu kita sampai di studio, lepas kacamatanya."
"Kalau nggak kulepas, Om bakal lepaskan ini buatku?"
"Nggak, saya biarkan kamu nggak bisa lihat apapun di dalam sana."
-Stigma
A Quiet Place.Adalah judul film yang mereka pilih hari ini.
Sebenarnya Rangga tidak sedang dalam mood untuk menonton film thriller, Dilan pun demikian. Tapi mereka tidak ada gairah untuk menonton film drama maupun romansa, terlebih film baru Milea jadi top 3 setelah film Dilan dan Danur.
Hari ini, mereka cukup menikmati hal yang tidak ada hubungannya dengan manusia di Indonesia.
"Om, bangkunya."
Rangga selesai dengan pesanannya, cemilan dan soda. Tinggal menunggu diantar, dan masih ada waktu satu jam untuk menonton film yang sudah disetujui berdua. Mereka masih bisa gunakan itu untuk banyak hal seperti memilih bangku yang masih benar-benar kosong tanpa penghuni.
"Pilih aja."
Dilan tersenyum sambil memencet ikon A-14 dan A-15. Rangga hanya menyipit, membayar, lalu menyipit lagi.
"Kamu beneran tau caranya flirting di tempat umum, kayaknya."
"Nggak, kok." mereka duduk di depan studio yang benar-benar hening, berhadapan dengan ruang bebas rokok. "Jaga-jaga kalau Om mau jadi flirty, aku sudah siapkan spot yang tepat."
"Nggak yakin kalau saya ingat hal semacam itu duluan."
"Kuingatkan, gimana?"
"Saya pilih lupa."
Mereka tidak mengatakan apapun setelah setengah jam. Bahkan ketika minuman berwarna hitam berbuih dan sekeranjang snack diantarkan oleh seorang pramusaji yang tidak melepas senyum, keheningan tetap menggantung setelah Dilan berterimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stigma
RandomRangga adalah seorang artis papan atas, ia punya segala hal yang diinginkan semua pria normal. Namun entah darimana datangnya, gosip tentang dirinya seorang gay atau homoseksual mulai merebak secara cepat. Santer tanpa kontrol. Sementara Dilan yang...