LATE

1.6K 28 28
                                    

Aku berjalan melewati koridor yang masih sangat sepi, mataku terus mengerling mencari di mana keberadaan sahabat karibku itu. Karena biasanya, dialah yang datangnya selalu paling awal.

Ah iya ..., perkenalkan namaku Rania Calistia, kelas dua belas dan aku adalah gadis yang sedang berusaha agar nilai-nilaiku mengalami peningkatan. Aku hidup dengan ayahku yang keras, ditambah ibu tiriku yang sangat suka menjadi kompor.

Mereka terus saja menekanku, mengomentari peringkatku, karena nilai yang tidak kunjung naik itu dan aku membencinya. Aku hanya ingin menghabiskan waktuku layaknya seperti anak-anak lain yang bisa bermain juga bersenang-senang sesuka mereka. Namun, di samping hal menyakitkan itu, untungnya aku memiliki sahabat yang setia menjaga dan bersedia memelukku erat di kala aku merasa hidup ini hancur, Elang.

Aku dan Elang bersahabat sejak kami berada di kelas tiga sekolah dasar. Waktu itu, ada tiga cowok yang terus menggangguku, mereka merusak dan menghancurkan barang-barang milikku. Saat itu mereka merusakan kalungku, sebuah hadiah yang diberikan oleh ibu kandungku, aku benar-benar marah saat itu, lalu tanpa pikir panjang lagi kutendang kaki mereka dan anak-anak cengeng itu mengadu pada ibu mereka. Alhasil, aku seperti dilabrak oleh ibu-ibu tersebut. Ada yang menghinaku, tetapi yang paling aku benci adalah ketika mereka membahas tentang ibuku yang sudah tiada. Aku menangis, setelah itu datanglah Elang, pahlawan kesianganku. Ia dengan berani melawan tiga ibu-ibu itu dengan mulut pedasnya. Akhirnya para ibu itu terdiam, Elangku ini memang hebat.

Hari itu, Elang terus mengekoriku, dan saat itu aku memberanikan diri menanyakan namanya, lalu berakhirlah dengan kami yang bersahabat sampailah detik ini.

"Kambing!!" pekik seseorang yang aku sangat yakini kalau itu adalah orang yang sedari tadi aku cari. Ia menyengir ketika sampai di depanku.

Ah ..., cengirannya ini. Bagaimana bisa dia semanis ini hanya karena menyengir seperti itu?

Aku tersenyum lebar. "Telat? Tumben," sahutku kemudian.

"Ya ... itu ..., biasalah." jawabnya singkat walau sedikit ragu. "Mama nyuruh lo main ke rumah tuh, Ran. Katanya kangen."

Mama yang Elang maksud adalah ibunya Elang. Karena kami sudah lama bersahabat, Elang sering membawaku main ke rumahnya. Jadi, kedua orangtuanya serta kakaknya pun mengenalku. Ibu Elang juga tahu kalau ibu kandungku sudah tiada dan ia menawarkan diri untuk kupanggil mama, sama seperti Elang memanggilnya. Tentu saja dengan senang hati kulakukan.

Aku hanya menganggukkan kepalaku. "Bilangin ke Mama, 'Habis ulangan deh aku ke sana.'"

Dia tidak lagi menjawab, Elang hanya membaringkan kepalanya di atas meja sebelahku. Dia pun menatapku sambil tersenyum. "Pipi lo tembem, Ran. Jadi pengen gigit," katanya tiba-tiba.

"Apaan banget deh, Lang," kataku sembari menangkup pipi dengan kedua tangam.

"Kenapa? Baper? Suka sama gue?" Ia menyunggingkan senyum evil-nya.

Aku memalingkan wajah. "Baper? Enak aja. Terus apa tadi? Suka sama kamu? Mimpi aja deh, ya," jawabku seraya bercanda.
        
Elang memajukan bibir layaknya orang sedang kesal. Ah ..., dia ini, menggemaskan sekali. Tidak lama setelah itu, dia meminta kertas kosong padaku, tentu saja aku berikan. Ia tampak sedang menulis sesuatu, kemudian meletakkannya di atas mejaku, dan Elang lalu beranjak dari bangku sebelahku karena guru pelajaran kimia di kelasku sudah datang. Aku dan Elang memang tidak sekelas. Setelah Elang pergi, aku yang sudah termakan rasa penasaran segera membaca isi surat tersebut.
        
"Temui gue di taman dekat rumah lo nanti malam, sekitar pukul tujuh bisa, kan? Wajib bisa ya, jelek, haha."
        
Aku menggelengkan kepala pelan, orang ini ada-ada saja tingkahnya. Kutaruh kertas itu di kocek saku celanaku, aku harus memfokuskan diri untuk belajar sekarang.

REKOMENDASI CERPEN TERBAIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang