REINKARNASI AYAH

492 10 8
                                    

“Pagi, Dokter Ali,” sapa beberapa orang berpakaian serba putih saat seorang pria berpostur tubuh tinggi lewat di koridor Rumah Sakit Yarsi Sumatera Barat. Pria itu juga berpakaian sama dengan orang-orang yang menyapanya, putih. Namun sang pria yang dipanggil Dokter Ali itu memakai pakaian yang membuatnya tampak gagah dan berbeda dari yang lainnya. Pria itu membalas sapaan orang-orang yang berpakaian serba putih itu dengan sebuah senyuman yang bermakna “Ya”.

Pria itu, nama lengkapnya Ali Syahbana. Seorang dokter muda spesialis penyakit dalam yang belum lama ini bekerja di Rumah Sakit Yarsi. Ia langsung mendapat pekerjaan setelah menyandang gelar Dokter spesialis di Universitas Andalas. Peringkat cumlaude yang diraihnya juga sangat mendukung keberhasilannya bekerja.

Dokter Ali membuka pintu ruangannya. Baru saja dibuka, aroma obat-obatan sudah tercium cukup menyengat. Namun bagi Ali itu sudah biasa karena sejak hari pertama ia bekerja disini hidungnya sudah dimanjakan dengan aroma-aroma itu.

Ali pun duduk di atas kursi kerjanya. Ia mengambil sebuah map berwarna merah, berisi daftar pasien yang harus check-up setiap seminggu sekali. Ada limapuluh pasien untuk hari ini. Ali menghela napas.

Dan inilah kerjaku yang sesungguhnya, batin Ali.

“Assalamu 'alaikum, apakah Dokter Ali sudah datang?” sahut seseorang. Itu adalah Hannan, teman Ali yang bekerja sebagai kepala perawat.

“Wa 'alaikumussalaam, Nan. Masuk, aku sudah di dalam.”

Hannan memasuki ruangan Ali. “Sudah ada pasien, Dok?”

Ali melirik Hannan. “Baru jam setengah sembilan pagi, Nan. Pasien pertamaku datang pukul sembilan.”

“Siapa tahu salah satu pasien kamu sudah hampir mati, lalu datang kesini,” ujar Hannan tanpa merasa bersalah. Ali menatapnya tajam.

“Istighfar, Hannan. Kamu mendo‘akan hal yang buruk untuk pasien.”

“Iya, Ali Syahbana,” ucap Hannan.

“Oh iya. Aku bawa sesuatu.”

Hannan meletakkan sesuatu yang dilapisi kantong kresek pink keatas meja Ali. Dan sepertinya itu sekotak makanan

“Apa itu? Halal, nggak?”

“Ya halal, lah. Aku beli di toko kue Alizee, yang di seberang rumah sakit ini. Ini rasa baru, smoothy mango. Ya, aku ingat kalau dokter Ali Syahbana spesialis penyakit dalam ini suka banget sama mangga. Jadi, aku membelikanmu bolu mini rasa smoothy mango. Eh, tau nggak, sih? Yang melayani aku tadi itu adalah pemilik tokonya sendiri. Karyawannya memanggilnya Zee. Cantik, bro. Jilbab panjang banget. Kurang cadar aja dia,” jelas Hannan panjang lebar. Hannan tidak menyadari kalau Ali sudah melahap kue mangga itu hingga bersisa tiga potong.

“Heh, kamu kira.. dia itu barang pasar loak, ya? Seenaknya aja dipandang.”

Kali ini Hannan yang geleng-geleng melihat tingkah Ali. Tetapi Hannan juga menyadari kalau ucapan Ali itu ada benarnya.

“Maa Syaa Allah, bro... sudah hampir habis? Enak, ya?”

Sebelum Ali menjawabnya, sebuah cengiran lebar menghiasi wajah tirus itu.

“Alhamdulillah, enak. Terlebih lagi ini rasa kesukaanku. Terimakasih, Hannan.”

“Sama-sama, Dokter. Oh iya, sebentar lagi aku akan memulai tugasku. Jadi, aku harus ke lobi ruang inap melati sekarang.”

“Tunggu, Hannan. Tadi, kamu mengatakan tentang cewek, kan?”

“Oh, itu pemilik toko kue Alizee. Karyawan toko itu memanggilnya Zee. Pokoknya secara penampilan dia tipemu. Aku heran, Li, sama kamu. Tadi kamu memarahiku karena membicarakan cewek. Sekarang, kamunya yang ngotot nanya.”

REKOMENDASI CERPEN TERBAIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang