DESTINY

556 11 0
                                    

"Jadi, dia targetku selanjutnya," gumam Zelo sembari menatap foto di genggamannya dan seorang gadis yang sedang duduk tak jauh darinya secara bergantian. "Baiklah. Dia cukup cantik. Sayang hidupnya tak akan lama lagi," lanjut Zelo sembari memasukkan foto gadis itu ke dalam saku jaket kulitnya lalu berjalan mendekati gadis itu.

"Hai, boleh kenalan?" tanya Zelo tanpa basa-basi seraya mengulurkan tangannya di hadapan gadis itu. Tak ada respon. Zelo menarik kembali uluran tangannya sedikit kesal. Pertama kalinya seorang Zelonico Alvaro diabaikan seperti ini.

"Maaf, anda siapa?" tanya gadis itu.

"Panggil saja aku Zelo," jawabnya.

"Panggil saja aku Zelo," jawabnya. "Pemandangan di sini cukup bagus, apa kau sering datang ke sini?" tanya Zelo sembari duduk di samping gadis itu.

Gadis itu tersenyum. Zelo tersentak. Belum pernah ia melihat senyum seteduh ini.

"Ya, setiap hari aku menyempatkan diri datang ke sini," ucap gadis itu masih dengan senyuman yang terus menghiasi bibir mungilnya.

"Maaf, aku harus pergi. Assalamu'alaikum." Pamit gadis itu seraya bangkit meninggalkan Zelo yang masih terdiam.

Apakah seorang Zelonico sedang merasakan yang namanya cinta pada pandangan pertama? Jawabannya, mungkin. Sebelumnya, dia belum pernah merasakan hatinya berdesir lembut seperti ini saat melihat seorang gadis tersenyum.

"Tunggu..." ucap Zelo menghentikan langkah gadis cantik yang memakai kerudung berwarna dongker itu. "Apa aku boleh mengetahui namamu?" tanya Zelo yang kini sudah berdiri di samping gadis itu.

"Rindu, itu namaku."

***

Sejak pertemuan mereka waktu itu, Rindu dan Zelo sering bertemu. Pertemuan yang seolah-olah adalah sebuah takdir. Padahal, itu semua hanyalah tipu muslihat Zelo. Semua ini hanyalah skenario belaka. Skenario yang dirancang hanya untuk satu tujuan. Yaitu, mengakhiri hidup seorang Rindu Azzahra.

Hampir setengah bulan Zelo mengenal Rindu. Pria itu belum juga melakukan tugasnya. Pria berjas hitam dengan tubuh yang sedikit tambun melayangkan tinjunya di wajah tampan Zelo. "Mengapa kau belum juga menghabisi gadis sialan itu?" amuk pria itu sembari mencengkeram kerah baju Zelo.

Zelo menghempaskan tangan pria itu kasar. Diusapnya sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah segar. "Ambil kembali uangmu, aku tidak ingin melakukannya!" Zelo melemparkan amplop cokelat yang berisikan uang ke hadapan pria itu.

"Lakukan perintahku, atau adikmu taruhannya!" ancam pria itu membuat rahang Zelo mengeras dan darahnya mendidih. Zelo berbalik kemudian berjalan mendekati pria itu.

Bughh....

Zelo mendaratkan tinjunya. "Jangan sentuh adikku! Beri aku waktu dua hari." Pinta Zelo yang membuat pria itu menyeringai penuh kemenangan. Ancamannya berhasil.

Zelo tengah dilema. Takdir memaksa dirinya untuk memilih antara 'adiknya atau Rindu.' Andai saja Zelo tidak melibatkan hatinya dalam pekerjaan ini. Mungkin semuanya tidak akan menjadi serumit ini. Zelo mengusap wajahnya kasar. Cinta. Mengapa hal itu membuat tugas yang seharusnya mudah menjadi serumit ini?

****

Seperti biasa, Rindu dan Zelo bertemu kembali di taman. Tempat pertama kali mereka bertemu.

"Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Zelo memulai percakapan setelah beberapa menit hanya keheningan yang menguasai mereka.

REKOMENDASI CERPEN TERBAIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang