Aroma laut semakin malam semakin menyeruak ke permukaan. Sedikit ada titik-titik rintik hujan. Hujan yang sangat tipis. Hujannya tida terlihat tapi terasa di kulit. Mereka jatuh dari langit dan bersuara ketika tiba di permukaan laut. Terus seperti itu hingga melantunkan sebuah irama. Hanya itulah yang terdengar saat malam itu. Sampai akhirnya masing-masing perahu semakin mendekat satu sama lain. Seolah hendak membajak perahu yang satunya. Namun pertemuan malam itu benar-benar aneh atau mungkin sudah ditakdirkan sejak awal?
Ben yang saat itu berada di posisi paling depat dengan berani loncat ke perahu asing yang baru ia kenal. Seseorang yang berada di hadapannya mundur satu langkah. Tidak ada perlawanan dari orang itu, tapi dia tetap bersiaga.
"Siapa Kalian? Dari mana kalian berasal?" tanya Ben.
Di hadapan Ben berdiri lima orang. Hanya satu orang di depan yang sepertinya pemimpin dari segala pasukan. Sementara empat yang lain berbisik mengatakan, "Dia manusia? Sama seperti kita? Apakah dia musuh? Atau dia adalah teman kita?" saat malam itu sepi jadi suara bisikan pun bisa terdengar. Setidaknya Ben tahu bahwa yang di hadapannya adalah manusia yang bisa diajak kompromi.
"Aku Santoso, dari desa Keabadian." jawab seseorang di hadapan Ben.
Ben terdiam. Dia berasa ada yang janggal di sini. Dia berpikir bahwa desa Keabadian hanya satu-satunya. Tapi dia menemukan hal membingungkan bahwa di balik ujung langit adalah desa keabadian juga. Di kepala Ben muncul beberapa persepsi yang berbeda-beda. Santoso berasal dari desa Keabadian lalu menyebrang ke ujung langit dan kembali pulang, Santoso tidak pernah berasal dari desa Keabadian tetapi kebetulan dia bertempat tinggal di desa Keabadian di balik ujung langit, atau Santoso hanya berpura-pura menjadi salahsatu dari kami. Tetapi yang terlontar dari Ben berbeda dari apa yang dipikirkannya.
"Kami adalah penduduk Desa Keabadian. Jangan bercanda! Kalian siapa? Dari mana Kalian berasal?" tanya Ben
"Bagaimana mungkin? Kami adalah penduduk dari desa Keabadian. Itulah yang dikatakan nenek moyang kita sejak dulu kala. Mengapa kami harus berbohong? Aku datang ke sini hanya untuk mencari jawaban. Mencari jalan keluar dari semua masalah kami." jelas Santoso
"Mencari jalan keluar? Apakah kalian manusia?"
"Ya, kami manusia. Mengapa kamu harus bertanya seperti itu? Wajahku terliat seperti beruang kutub?"
"Maksudku. Apa kalian benar-benar manusia biasa? Manusia sungguhan? Manusia yang benar-benar manusia?"
"Apa yang sebenarnya ingin kamu tanyakan?"
Lily dari belakang melompat ke samping Ben. Lily mencoba menegahi pertikaian mereka.
"Maksud kami, apa kalian tidak bisa mati?" tanya Lily
"Dari mana kalian tahu? Atau jangan-jangan kalian juga merasakan hal yang sama dengan kami? Tunggu dulu, kalian juga tadi mengatakan bahwa kalian berasal dari Desa Keabadian? Kalian berasal dari tempat yang sama dari tempat tinggalku?"
"Tidak, tempat tinggal kami juga memiliki nama sama dengan nama tempat tinggalmu. Kami tidak tahu apa itu sebuah kebetulan atau bagaimana. Yang jelas kami memiliki masalah yang sama dengan penduduk di desamu. Kami tidak bisa mati. Kami harus mengetahui caranya untuk menyelesaikan semua masalah ini. Kami benar-benar butuh jawaban dan mencari jalan keluar," jelas Lily.
"Jadi ini desa kedua ya? Sial, ternyata Pak Tua itu benar. Perjalanan kita masih jauh. Kami harus segera mencari jalan keluar lain." Santoso berbalik arah. Memerintahkan anak buahnya untuk memilih berjalan memutar ke arah selatan.
"Apa maksudmu desa kedua? Apakah masih ada desa lain yang sama seperti kami?" tanya Ben.
"Kami harus segera lanjutkan perjalanan. Tujuan kami mencari jalan keluar. Tempat ini bukan jalan keluar yang tepat untuk kami," jawab Santoso.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang
General FictionAku tidak pernah meilhat orang mati di desa ini. Desa ini adalah desa kutukan barang kali. Itu akibat sebuah perjanjian Keabadian. Mati adalah cita-cita orang di desa ini. Mereka berusaha agar bisa mati. Mendoakan teman, keluarga, dan saudara agar c...