Roya menatap tajam Carell, “Jadi kalian udah tau masalah ini? Dan kalian gak cerita sama gue? PERSAHABATAN KITA SELAMA INI LO ANGGAP APA?!”Demi Tuhan ia benci situasi seperti ini. Rasanya ia butuh Irsyat yang bisa membuatnya lupa akan masalah yang ia punya. Elsa menatap Dhyas dan Carell bergantian raut wajahnya masih sama, sama-sama datar. Tapi Carell bisa menangkap aura sendu Elsa. Dhyas pasrah, sekarang hanya Elsa kunci dari semua ini. Carell menepuk pundak Elsa, berharap bisa membuatnya lebih tegar. Gue bisa-batin Elsa.
“Lo ikut gue.” Perintah Elsa pada Roya.
Roya mengikuti kemanapun langkah Elsa pergi. Langkah Elsa membawanya ke rooftop, yang Roya tahu rooftop adalah tempat favorit Elsa dan tempat dimana Elsa bertemu dengan Irsyat. Roya berdecih saat ia ingat tempat ini tempat pertemuan Elsa dan Irsyat.
“Cihh... Lo mau ngapain ajak gue kesini hah?”
Elsa mengacuhkan Roya, posisi Roya masih sama di belakang Elsa. Elsa berpegangan pada pembatas Rooftop, menundukkan kepala dengan mata terpejam, berulang kali ia menghela napas. Sampai Roya bosan sendiri. Roya berbalik ia duduk pada kursi kumuh yang biasa Elsa duduki, melipat kedua tangan di dada pandangan lurus pada Elsa.
“Gue harap lo gak kaget pas dengar semua penjelasan gue,” Ucap Elsa sedetik kemudia ia menghela napas kembali. Pikirann Roya hanya Fokus pada Elsa, telinganya menajam saat kata-kata itu meluncur bebas di mulut Elsa.
“Kenapa orang yang bikin kita nyaman selalu pergi bersamaan disaat kita sedang terhanyut-hanyutnya dibuai persaan. Kenapa Roy?”
Elsa menghela napas, “Benar kata orang, nggak mungkin dalam suatu persahabatan nggak ada di salah satunya yang menyimpan perasaan sama sahabatnya sendiri. Apalagi persahabatan kita itu antara cewek dan cowok. Itu benar Roy. Gue suka sama lo, sejak pertama kita masuk SMP. Dan sampai saat ini rasa itu masih ada. Saat gue tahu lo suka sama Fiona, ya, hati gue patah. Lo suka sama Fiona sedangkan Fiona tahu gue suka sama lo. Dua bulan lalu gue denger kalian pacaran. Gue gak nyangka Fiona sejahat itu, tapi, setelah gue pikir-pikir untuk apa gue suka sama orang yang udah anggap dirinya sebagai abang gue sendiri, toh sebagai abang aja udah cukup bagi gue. Dan sekarang gue lagi berusaha buat relain rasa gue ke lo demi kebahagiaan lo sama Fiona. Malam itu lo cerita sama gue, lo suka Fiona. Gue kaget, malam itu juga gue nangis di dekapan Raffa. Hahaa, kadang gue selucu itu nangisin orang yang gak cinta balik sama gue. Gue berusaha baik-baik aja di depan lo padahal isi hati siapa yang tau, gue gak nyangka aja orang yang udah gue percaya tiba-tiba ngancurin kepercayaan gue dengan cara yang cukup menakjubkan.” Elsa menghela napas, “Udahlah, lagian ini udah kejadian juga jadi untuk apa di persulit lagi. Tolong abaikan penjelasan gue barusan, gue mau lo bahagia sama Fiona, gue gak mau ngerusak hubungan lo berdua. Dan anggap aja gue gak pernah hadir di kehidupan lo.”
Roya menganga, ia tak percaya, bukan tak percaya Elsa barusan berbicara panjang lebar, tapi ia tak percaya barusan Elsa bilang ia suka padanya? Sungguh ini hanya mimpi bukan? Roya menatap Elsa nanar, yang di tatap masih dengan posisi yang sama namun ada yang berbeda punggung yang tadinya tegap kini perlahan meluruh, seolah kata-kata barusan adalah beban terberatnya dan ia terbebas dari beban itu setelah mengungkapkannya. Tanpa mereka sadari Dhyas, Carell ikut menyaksikan. Mereka hanya tersenyum kecut, Carell menghampiri Elsa, mengusap pundak Elsa, sedangkan Dhyas ia duduk di sebelah Roya .
“Udah lega sa?” tanya Carell masih dengan posisi yang sama.
Elsa mengangguk dengan mata yang masih terpejam. “Gue salah ya rel?”
“Gak. Lo gak salah. Lo benar sa, lebih baik kayak gini daripada lo harus menderita selamanya,” Sahut Carell, tiba-tiba tangan Elsa meraih tangan Carell, meremasnya pelan kemudian ia berbalik. Carell paham maksud Elsa barusan hanya ingin menguatkan diri.
Elsa terkekeh, melihat sikap Roya yang tiba-tiba berubah menjadi sangat sendu. “Lebay banget lo. Gue udah bilang gak usah peduliin ucapan gue barusan. Apa lo gak ngerti bahasa Indonesia?”
Roya menatap Elsa, yang ditatap malah biasa saja tetap dingin seolah tidak terjadi apa-apa. Elsa menggenggam tangan Carell, mengajaknya untuk beranjak dari tempat ini meninggalkan dua orang yang tengah duduk dalam diam. Carell hanya bisa mengikuti kemanapun langkah Elsa pergi.
“Lo sebenarnya mau bawa gue kemana sih, Sa?”
“Gue juga gak tahu.” Langkahnya terhenti di area lapangan basket. Elsa melepas genggamannya, Carell menatap Elsa tengah beranjak mengambil bola basket. Carell duduk masih memperhatikan Elsa dari samping, peluh mulai bercucuran di wajah Elsa sesekali ia mengusapnya, ia meluapkan semua penyesalannya pada bola itu. Memang ia tipe orang yang tidak mudah menceritakan masalahnya pada orang lain, yang ia lakukan hanya memendam, atau meluapkan pada hobinya. Sampai bell pulang berbunyi, Carell masih setia menemani Elsa walau ia tidak ikut bermain. Satu jam berlalu, tanpa ada rasa lelah Elsa terus memantulkan bola dengan keras lalu memasukkannya pada ring tanpa meleset sedikitpun. Carell khawatir, ia menghampiri Elsa, dengan sigap merebut paksa bola itu kemudian melemparnya asal.
Carell menatap Elsa, Elsa menatap balik Carell dengan wajah lelahnya. “Bukan kayak gini cara lo untuk luapin semuanya, Sa.” Carell menarik Elsa, dipelukknya kuat-kuat menyalurkan rasa khawatir itu tanpa malu. Ia bisa merasakan sakitnya berada di posisi Elsa sekarang.
“Gue khawatir sama lo. Udah ya, sekarang gue antar lo pulang, udah lebih dari dua jam lo main basket.” Carell mengusap lembut rambut Elsa, Elsa masih diam membenamkan wajahnya pada dada Carell. Carell melepas pelukkannya, menggenggam tangan Elsa lalu beranjak dari tempat itu.
Masih dalam diamnya mereka berjalan menuju parkiran, tak di sangka-sangka Elsa bertemu dengan Irsyat di parkiran, Elsa lihat Irsyat seperti sedang menunggu seseorang ntah siapa, sedangkan di sekolahpun sudah sepi. Carell mengikuti arah pandang Elsa, Oh, ada Irsyat—batinnya. Carell menarik Elsa menghampiri Irsyat.
“Eh, Syat, lo lagi nunggu siapa?” Tanya Carell seraya menepuk pundak Irsyat, Irsyat menoleh di dapatinya Carell dan Elsa namun, ada yang berbeda Carell menggenggam tangan Elsa, sedetik kemudian ia merasa canggung.
“E-eh, Elo Rell, tadinya gue mau antar Elsa pulang tapi berhubung dia udah sama lo, ya- yaudah deh gue cabut ya.” Irsyat tersenyum paksa, “Bye Rell, Dah Sa. Kalo gitu gue duluan ya.” Irsyat buru-buru memakai helm lalu melaju dengan cepat.
Carell masih bingung, tapi dalam hati ia tertawa melihat tingkah Irsyat yang mendadak aneh saat melihat tangannya dan tangan Elsa bergenggaman.
“Masuk dulu yuk,” Ajak Elsa pada Carell, Carell menggeleng.
“Gak deh Sa, gue balik dulu ya. Lo istirahat sana tenangin pikiran lo.” Carell mengusap pelan rambut Elsa, “Gue balik ya, jaga kesehatan lo gak usah pikiran yang tadi, jangan sampe lo gak makan gue gak mau lo tambah kurus.” Carell terkekeh sedangkan Elsa mengangguk seraya tersenyum.
Please, janga jadi siders:') vote ya, ya, ya. komen juga ya biar semangat UPDATE
.
.
.
.bonus pict Sehun sebagai Roya😅😄
🐣ADIK SEHUN🙆
KAMU SEDANG MEMBACA
Roya
FanfictionKenapa orang yang bikin kita nyaman selalu pergi bersamaan disaat kita sedang terhanyut-hanyutnya dibuai perasaan. Elsa cinta Roya, Roya cinta Fiona, Dhyas cinta Elsa, Fiona cinta Roya. Rumit bukan? Terjebak dalam hal percintaan di masa putih abu...