8. Lulus

29.9K 1.9K 93
                                    

Halinka membawa dua pesanan caramel macchiato ke meja paling pojok di sebelah kanan. Ini adalah hari pertamanya dia bekerja. Tidak terlalu buruk. Dia cukup senang bekerja di sini. Apalagi para pelayan di sini juga ramah-ramah, membuat Halinka tidak merasa diasingkan.

Perihal pernikahan Halinka dan Haikal yang akan dilaksanakan 3 minggu lagi masih belum ada yang mengetahuinya. Itu Halinka yang meminta agar Haikal menyembunyikan hal ini terlebih dahulu kepada bawahan calon suaminya itu. Karena Halinka tidak ingin diperlakukan istimewa oleh bawahan-bawahan Haikal. Karena bagaimana pun juga, Halinka masih calon istrinya Haikal, belum menjadi istri.

Biar undangan saja yang memberitahu mereka.

"Ini pesanan----" Halinka tak melanjutkan kalimatnya ketika ia melihat seseorang yang sedang duduk manis sambil tersenyum ke arahnya. Dia adalah Aldi. Pria yang memesan dua minuman ini.

"Assalamualaikum, Halinka..." ucap Aldi.

"Waalaikumussalam..." jawab Halinka. "Ini pesanannya, Pak." Dengan cekatan Halinka menyimpan dua caramel macchiato di atas meja yang di tempati Aldi.

"Saya kembali bekerja lagi ya, Pak..."

Baru saja Halinka membalikkan badannya untuk meninggalkan Aldi. Ucapan pria itu membuat Halinka terdiam untuk beberapa saat.

"Bisa temani Bapak di sini? Bapak membeli dua minuman ini untuk Bapak dan untuk Halin. Sekalian Bapak mau bicarain perihal Bapak yang akan datang ke rumahmu."

Halinka membalikkan badannya kembali. Dia melihat Aldi yang masih memasang senyum termanisnya. Sebisa mungkin Halinka mencoba bersikap sopan kepada gurunya itu.

"Maaf, Pak. Saya tidak bisa," tolak Halinka sopan.

"Kenapa?"

"Tidak baik kita duduk berdua di sini... Saya mau memberitahu Bapak, kalau saya sudah dikhitbah pria lain, Pak. Dan insyaaAllah akan menikah 3 minggu lagi." Halinka tersenyum sopan. Dia tidak mau membuat Aldi tersinggung karena ucapannya.

Senyum yang sedari tadi terpasang di wajah Aldi, kini perlahan sirna. Rasa sakit tiba-tiba menjalar di hatinya. Bukan! Lebih tepatnya di seluruh tubuhnya.

"Kamu tidak bercanda, kan?" tanya Aldi yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja Halinka katakan.

"Tidak, Pak. Saya benar-benar telah di khitbah pria lain."

"Siapa dia?"

"Saya." Halinka dan Aldi refleks menolehkan pandangannya ke arah samping. Di sana ada Haikal yang baru saja keluar dari ruangannya.

"Kau?!" Aldi menatap Haikal dengan tatapan tak suka. Sedangkan Haikal hanya tersenyum tipis saja.

"Tidak mungkin!! Kau hanya bercanda, kan?!" Aldi menggeleng. Sungguh! Dia tidak percaya jika Haikal adalah pria yang melamar Halinka. Rasa tak suka itu semakin menumpuk di hati Aldi.

"Saya tidak bercanda, Aldi. Halinka calon istri saya. Jadi berhentilah mengejarnya!" tegas Haikal.

Rahang Aldi mengeras. Dia menatap Haikal dengan tatapan sengitnya. Lalu dia mengeluarkan uang lima puluh ribu dari dompetnya, kemudian berlalu dari kafe ini dengan emosi yang menggebu-gebu.

Halinka yang sedari tadi hanya menyaksikan pertengkaran antara Haikal dan Aldi sungguh dibuat bingung. Beberapa pertanyaan terus berputar di kepalanya.

Apakah Haikal dan Aldi saling kenal?

Ada hubungan apa mereka berdua?

Mengapa Aldi menatap Haikal dengan tatapan tak suka?

Pendamping HidupkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang