Sore ini aku sudah boleh pulang. Aku dan Mas Haikal berjalan menyusuri koridor rumah sakit untuk sampai ke parkiran. Sedari tadi, Mas Haikal terus menggenggam tanganku. Ketika aku hendak melepaskan genggamannya, dia malah menggenggamnya semakin erat, seolah-olah aku tidak boleh lepas darinya.
Sesampainya di parkiran, aku dan Mas Haikal segera masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan pulang, aku hanya diam, menatap ke luar jendela mobil, melihat suasana kota Jakarta yang cukup padat pada sore hari.
Jangan berpikir jika aku sudah memaafkan Mas Haikal sepenuhnya. Aku masih kesal kepadanya. Dia masih belum menjelaskan apapun kepadaku. Apalagi tentang kebohongan yang ia ciptakan, aku tidak suka ada kebohongan dalam sebuah hubungan.
"Kapan Mas mau menjelaskannya?" tanyaku.
"Sekarang juga bisa," jawabnya sambil menatap ke arahku sejenak.
"Jangan sekarang, Mas fokus dulu nyetir. Nanti aja di rumah deh."
"Oke," katanya sambil mengusap kepalaku yang tertutup hijab krem.
Tak butuh waktu lama, mobil Mas Haikal sudah terparkir di halaman depan rumah. Aku dan Mas Haikal ke luar dari mobil dan berjalan masuk ke rumah.
"Kakak!" Baru saja aku masuk, Vinka sudah menyambut kedatanganku dengan senyum lebarnya. Dia memeluk tubuhku erat, dan kubalas pelukannya itu.
"Kakak sudah baikkan?" tanyanya.
"Alhamdulillah sudah, Vinka."
"Hehe, syukur deh."
Aku dan Mas Haikal pamit untuk masuk ke kamar, sedangkan Vinka, dia melanjutkan aktivitasnya yang sedang menonton.
Sesampainya di dalam kamar, aku langsung membaringkan tubuhku di atas ranjang tanpa terlebih dahulu mengganti pakaian, membuat Mas Haikal mengomel karena kebiasaanku yang suka malas mengganti pakaian dulu.
"Ganti dulu bajunya. Memangnya kamu mau tiduran sama kuman?" ujar Mas Haikal sambil memberikan piyama berwarna maroon kepadaku.
"Mau dipakaikan sama saya atau pakai sendiri?" tukas Mas Haikal, membuatku langsung melototkan mata ke arahnya. Aku kan masih bisa ganti sendiri pakaianku.
Aku bangkit dari tiduranku. Lalu mengambil piyama yang masih ada di tangan Mas Haikal.
"Gantinya di sini aja, jangan di kamar mandi. Lagian saya juga mau ke bawah dulu," katanya ketika aku hendak melangkah ke kamar mandi.
"Ya udah, Mas cepet ke luar, aku mau ganti baju." Setelah aku mengatakan itu, Mas Haikal ke luar dari kamar. Katanya dia mau membuatkanku bubur untuk dimakan nanti malam. Biar aku tidak usah memasak lagi, tinggal hangatkan saja buburnya.
Ya, beberapa hari ke depan aku dilarang memakan makanan yang kusukai, seperti gorengan, bakso dan makanan lainnya yang pedas-pedas. Aku hanya dibolehkan memakan bubur saja, minumnya pun harus air putih. Menyebalkan memang. Tapi aku harus tetap bersyukur masih bisa makan, masih diberi sakit, itu tandanya Allah sayang padaku, Dia menggugurkan dosaku ketika aku sakit, jika aku benar-benar sabar melewatinya.
Setelah selesai mengganti pakaian, aku ke luar dari kamar, menghampiri Vinka yang masih asyik menonton film.
"Vinka udah makan?" tanyaku.
"Udah, tadi siang, Kak. Tadi Bi Surti yang masakin."
"Kamu betah gak diem di sini?"
"Betah kok, Kak. Apalagi di sini ada kolam renangnya, jadi tiap pagi Vinka bisa renang sepuasnya."
"Syukurlah kalau kamu betah."
"Kak, Vinka ke depan dulu ya. Mendadak Vinka lapar lagi. Mau beli siomay. Kakak mau nitip gak?" tanya Vinka yang kini posisinya sudah berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendamping Hidupku
SpiritualDear Pendamping Hidupku. Terima kasih untuk masa-masa yang takkan pernah aku lupakan dalam hidupku. *** Kisah seorang gadis bernama Halinka Nazmin Mahveen. Tanpa disangka-sangka, ia dilamar oleh seorang pria yang bahkan belum lama dikenalnya. Awal p...