2. Dean

185 24 3
                                    

Perlahan Dean turun dari tangga lantai 2 dan menuju meja makan yang ada di dapur. Cowok itu menenteng ransel dipunggung dan menata asal rambut hitam pekatnya.

"Kapan kamu pulang?" Suara serak seorang pria tua membuat Dean menautkan kedua alisnya. Ia daratkan bokongnya diatas kursi lalu meneguk segelas susu coklat yang telah tersedia untuknya.

"Sampe kapan kamu mau terus-terusan ngehindar dari orang tua kamu" pria tua itu mulai menatap tajam Dean yang sedari tadi hanya menunjukkan sikap cueknya. Sedangkan Dean masih tak peduli dengan apa yang keluar dari mulut pria tua yang ada dihadapannya itu.

Dean menghela nafasnya dan mengambil sepotong roti yang telah diolesi selai nanas. Dengan satu lahapan Dean memasukkan roti kedalam mulutnya.

"Kakek ngusir Aku" nada dingin yang Dean katakan membuat sang kakak berkali-kali mengelus dadanya. Pasalnya cucu tertuanya itu mewarisi sifat yang dimiliki oleh anaknya, siapa lagi kalau bukan papi Dean.

Dean menuguk susunya kembali hingga tak tersisa lagi. Cowok itu lalu bangkit dan mencium punggung tangan kakeknya yang masih tak habis pikir mengapa cucunya itu tak mau pulang kerumah papi dan maminya.

"Dean pamit kek" satu anggukan kecil dan tepukan dipunggungnya membuatnya tersenyum kecil. Kini Cowok itu menghilang dibalik pintu dan bersiap menuju tempat tujuannya.

Dean memacu motor Ninja berwarna merah metalic miliknya dengan kecepatan penuh. Namun saat ia sampai di jalan raya jalanan sudah tampak padat merayap dan hal itu berkali-kali membuat Dean berdecak sebal.

Namun bukan Dean namanya jika ia tak bisa mencari celah jalanan Jakarta yang sudah sangat ramai. Dengan cerdik cowok itu mulai membelah jalanan dan mencari celah agar motornya itu dapat melewati setiap celah yang ada selama itu bisa ia lewati.

Setelah 20 menit menempuh perjalan Dean telah sampai pada tempat tujuannya.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi dan itu artinya bel sekolah sudah berbunyi 45 menit yang lalu. Namun bagaimana dengan Dean?
Cowok itu tak berminat sama sekali untuk pergi kesekolah. Baginya duduk dikelas dan mendengarkan guru botak berkacamata tebal sangat membuatnya muak dan mengantuk.

Sebuah tempat yang membuat Dean nyaman bukanlah disekolah maupun rumah tapi disinilah, Sebuah tempat yang mengajari Dean membela dirinya dari segala serangan yang ia dapatkan.
Sebuah tempat perguruan Taekwondo yang sudah ia singgahi selama 3 Tahun belakangan ini adalah menjadi tempat ternyaman baginya.

Bukan tanpa alasan cowok itu mempelajari bela diri Taekwondo, selain memperoleh ilmu dari Taekwondo itu sendiri, Dean juga mendapatkan keluarga baru diperguruan ini.

Ditempat ini Dean mendapatkan yang ia mau.
Ditempat ini Dean bisa melampiaskan segala kekesalannya.
Ditempat ini Dean belajar banyak tentang sebuah usaha.
Dan ditempat ini pula Dean menemukan kebahgian kecilnya.

Cowok itu turun dari motor dan melepas helm miliknya.
Ia menata kembali rambutnya yang sedikit berantakan.
Langkah kaki cowok itu terlihat ringan saat memasuki pintu masuk.

Sebuah tepukan pada punggung Dean membuatnya membalikkan tubuh, seseorang yang sangat ia kenal saat ini tengah memperhatikan penampilan Dean dari atas hingga bawah. Seragam putih abu-abu yang membalut tubuhnya membuat seseorang yang ada didepan Dean mengelus dadanya.

"Lo bolos lagi yan" Dean tampak mengangguk pelan dan tersenyum miring. Sementara pria yang sedang mengajak Dean berbicara itu berulangkali menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Pendidikan itu utama loh, tempat ini bukan prioritas lo. Prioritas lo itu di sekolah." Dean mengehembuskan nafasnya dan menunduk lemah. Cowok itu sadar betul jika sekolah memang sangatlah penting, namun baginya sekolah juga sangatlah membosankan berbeda jauh dengan ditempat ini Dean bisa melakukan hal-hal yang ia sukai.

Dean (The Struggle Bad Boy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang