"Dari mana?"
Kesenyapan itu dipecah oleh suara berat seorang pria yang fokus membaca koran.
"Perpustakaan Seoul," jawab Soyeon sesopan mungkin.
Pertanyaan itu merupakan perihal lumrah yang diajukan sang ayah ketika Soyeon pulang terlambat di hari libur.
Kendati mengakui pergi ke rumah Taehyung, ia akan selalu berbohong dengan mengatakan apa yang memang ingin didengar sang ayah. Jelas semua itu bertolak belakang.
Pria itu masih belum memindahkan tatapannya dari koran.
Sambil membalik koran ke halaman berikutnya, pria paruh baya itu kembali bicara dengan nada tenang, "Masuklah ke kamarmu. Ada buku baru untuk tes SAT yang kukirim hari ini. Sampai hari itu tiba jangan buang waktumu sedetik pun."
Soyeon menarik napas pelan. "Aku mengerti."
Ia membungkuk sebentar, dan segera beranjak ke kamar.
Napasnya menjadi surut begitu melihat tumpukan buku tebal di atas meja belajar. Anehnya meski setiap hari menyelesaikan beberapa buku dalam sehari, buku-buku itu seolah tak pernah habis.
Soyeon melangkah pelan mendekati semua hal itu dan duduk di kursi. Padangannya bergeser pada foto mendiang ibunya yang tersenyum manis.
Foto itu diambil beberapa tahun lalu sebelum kecelakaan di pusat kota terjadi.
Yang Soyeon ingat hari itu ia dan sang ibu pergi ke toko pakaian. Saat sedang menunggu bus di halte sebuah mobil melintas cepat dari arah berlawanan.
Mobil itu kehilangan kendali. Tetapi dalam sekejap seorang pemuda SMA muncul dan menarik Soyeon ke belakang hingga tubuhnya terpental menubruk kursi halte.
Pemuda itu juga mencoba melindungi ibunya, namun sangat disayangkan refleksi dan gerakan tubuhnya kurang cepat hingga badan mobil menyeret tubuh mereka berdua. Kecelakaan itu menyebabkan empat orang tewas.
Melihat sosok ibu yang mati di depan matamu sendiri... itu adalah bagian dari pengalaman yang paling mengerikan.
Andai hari ini ibunya masih ada, kira-kira apa hidupnya masih berlanjut seperti ini atau tidak. Entahlah.
Sekelumit perasaan hampa membebat kalbunya. Berkali-kali melihat foto itu pun, Soyeon masih tidak dapat menahan senyumnya.
Tidak perlu ditanya mengapa sampai detik ini jiwanya masih bertahan. Ibunya menjadi satu-satunya alasan terbesar.
Tentu saja, ibunya menjadi penyokong kenapa ia tidak pernah menyerah.
***
Akhirnya setelah semalaman menonaktifkan ponsel, Taehyung menjawab panggilan dari manajernya.
Tindakan ini membuatnya tidak bisa menghindari rapat antara direktur dan beberapa artis agensi.
Secara literal, Taehyung tidak pernah berkenalan resmi pada artis-artis di agensi. Meski begitu pertemanannya dengan selebritis lain dari luar agensinya terbilang cukup banyak.
Mungkin banyak orang berpikir hubungan sesama artis di satu agensi terjalin baik, tetapi Taehyung sudah merasakan sendiri, tidak begitu adanya.
Kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi apabila kau tergabung dalam kelompok idola.
Taehyung segera melangkah memasuki lift, lalu mengecek jam tangannya untuk memastikan dia tidak terlambat.
Tersisa beberapa senti sebelum pintu lift menutup rapat, lengan seseorang berhasil menahannya. Otomatis pintu kembali terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard, Sweety
FanfictionKim Taehyung. Fanserver ulung, seolah sanggup membuat penggemar wanita terkapar dengan kerlingan mata. Sialnya, dia telah dimiliki. Dan Lee Soyeon tidak lebih konyol karena menjadi masternim dari pacarnya sendiri. Di tengah perasaan yang sama. Namun...