Taehyung baru selesai mengganti pakaiannya dengan baju santai. Hanya baju rumahan sederhana dengan warna netral.
Kaos putih dan celana training memang pilihan pas untuk tidur.
Masih dengan ponsel yang terjepit di antara bahu dan telinga, ia menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil.
"Aku punya sesuatu untukmu. Aku membelinya saat di Jepang," beber Taehyung riang. "Akan kuberikan segera setelah kita bertemu."
"Untukku?" tanya Soyeon memastikan.
"Untukmu."
Setelah itu percakapan mereka berlanjut menjadi sesi lempar obrolan panjang. Taehyung tersenyum ketika Soyeon memulai cerita tentang masa kuliahnya yang padat, menjengkelkan, dan selalu dikejar waktu.
Masih terus menjadi pendengar yang baik, ia melangkah ke balkon kamar. Angin malam yang terasa sejuk menempa permukaan kulitnya.
Jika sudah begini Taehyung merasa hidupnya tak pernah berubah dari beberapa tahun silam, di saat mereka memiliki banyak waktu sekedar menelepon ataupun berkencan.
Kalau sekarang, bukannya tidak mau. Soyeon membenci jika dirinya diekspos media dan besoknya berita headline memuat nama mereka.
Sejujurnya, Taehyung juga tidak mau melibatkan Soyeon dalam bahaya. Menjaga gadis itu dari serangan fisik yang mungkin terjadi akibat penggemarnya adalah tanggung jawab.
Satu-satunya yang ia lindungi sekarang, adalah Soyeon. Bukan reputasinya, keinginan mempublikasi hubungan, ataupun pamor.
"Minggu ini terasa menjenuhkan. Semuanya terjadi seperti siklus."
Taehyung mengangguk mendengar penuturan terkahir gadis itu. "Dan kau masih yakin aku tidak harus bertemu ayahmu?"
"Untuk apa?"
"Untuk meyakinkannya bahwa aku bisa menjagamu dan tidak membuatmu menderita. Padahal kau sudah bekerja keras karena belajar. Mungkin, aku bisa membantumu bicara padanya agar kau bisa mengambil jeda istirahat."
Lama tidak terdnegar jawaban, Soyeon menghambuskan napas lirih. "Bahaya sekali. Terlalu berisiko," ujar gadis itu disertai decakan putus asa.
"Jadi kapan tepatnya kami bisa bertemu?"
"Nanti kukabarkan. Mungkin saat kelulusanku."
"Bukankah itu terlalu lama?"
Di seberang sana gadis itu tidak segera menjawab dan Taehyung menyela, "Baiklah. Tidak masalah. Mengingat empat tahun yang kita lalui, itu sudah cukup membuatku belajar memperjuangkanmu."
Soyeon tertawa kecil. "Sekarang aku yang memperjuangkanmu, Kim Tae."
"Aku tidak berpikir begitu. Karena aku yang tetap menjagamu."
"Oh, ya," Soyeon memberikan topik baru. "Bukankah besok ada pemotretan seharian?"
Taehyung memasukkan tangannya ke saku celana training. "Iya. Tapi aku belum ingin tidur. Jadi, jangan coba-coba memintaku tidur. Aku masih ingin mendengar suaramu lebih lama."
"Gombal."
Mereka sama-sama tertawa.
Kemudian Taehyung menangkap suara keriaan kedai makan tradisional, seperti bunyi daging yang dipanggang di atas minyak panas, dentingan piring, sumpit, dan sendok yang saling beradu. Lalu, disusul suara bibi penjual makanan yang meneriaki pesanan pelanggan mempertangguh prediksinya jika gadis itu memang berada di luar.
"Kau di mana?" tanyanya dengan alis mengernyit.
"Aku? Hanya cari udara."
"Katakan di mana tepatnya kau sekarang?" Suara Taehyung berubah mendalam. Kelelahannya berganti menjadi serbuan emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard, Sweety
FanfictionKim Taehyung. Fanserver ulung, seolah sanggup membuat penggemar wanita terkapar dengan kerlingan mata. Sialnya, dia telah dimiliki. Dan Lee Soyeon tidak lebih konyol karena menjadi masternim dari pacarnya sendiri. Di tengah perasaan yang sama. Namun...