Gara Alif Husein

63 13 36
                                    

"Jangan pernah sesekali kau melawan ibumu, menyakiti hatinya. Ingatlah dirimu pernah menumpang di dalam rahimnya sembilan bulan, melahirkanmu hampir meregang nyawa, menyusuimu sampai dua tahun. Masalah dia punya masalah atau apa itu urusan dia sama Allah, kau hanya cukup diam, diam, diam." - ustad Abdul Somad

Suara decitan antara motor dan aspal itu, berhenti di depan gerbang rumah yang sangat sederhana. Cowok itu mengacak - acak rambutnya. Dia turun dari motor besarnya dan membuka pintu gerbang rumah itu lalu menghidupkan motornya agar bisa masuk ke dalam garasi rumah tersebut. Cowok itu berjalan masuk ke rumah, rumahnya tampak gelap saat ini. Wajar saja sudah jam 12 malam lewat dan pasti semua orang di rumah itu tidur. Dia berjalan santai ke arah tangga namun tiba - tiba lampu rumah hidup dan disana sudah ada papa, mamanya dan kembarannya.

"GARA."

Panggilan bernada berat khas seorang pria paruh baya yang sangat dikenal nya itu membuatnya cowok yang berbalut kemeja hitam yang berantakan dan bercelana jeans biru usang itu berhenti tepat di depan sofa. Dia sangat malas berhadapan dengan orang itu - papa nya, bibirnya mendecih dan melapaskan dalam hati agar diberi kesabaran lebih banyak lagi.

"Mau jadi apa kamu pulang tengah malam?" tukas sang papa yang kini berjalan ke arahnya.

"GARA JAWAB!" bentak papa nya dengan menaikkan nada bicaranya.

"Habis ke rumah temen." kata Gara, "Kenapa? Saya capek pengen tidur ini udah larut besok sekolah."

Rahang sang papa mengeras, dan matanya melebar mendengar jawaban dari anak bungsunya itu. sebelum itu papa nya menarik baju kemeja lusuh anaknya itu dan menariknya paksa ke sofa. Dan Gara terjatuh, ada kilatan marah saat sang papa menariknya dengan paksa.

"Papa bertanya kamu mau jadi apa bukan bertanya dari mana!" sekali lagi papanya menaikkan intonasi bicaranya.

"Papa udah," seru mama nya.

Namun Rayhan Hussein - papa nya tidak mendengarkan ucapan sang istri, Gara melirik sang papa saat ini tengah mencoba mengembalikan kesabarannya, itu yang Gara tau saat ini. Karena kalau papa nya sudah marah dia akan di tampar, seperti yang lalu - lalu. karena sang papa selalu mendidiknya dengan keras.

"Kenapa kamu pulang jam 12?" tanya sang papa lagi, mencoba menurunkan suaranya.

Namun Gara tak kunjung menjawab akhirnya sang papa menaikkan kembali menaikkan suaranya. "JAWAB GARA!"

"Kerumah temen." ucapnya "Main PS, main lainnya, sudah saya jawab." jawabnnya sambil membuang wajahnya ke arah samping.

"Gara kalo papa ngomong dan kamu ngebalas hadap ke papa." seru sang papa lagi.

Gara terlalu malas meladeni sang papa. Papa nya adalah seorang tentara dan tentu saja dia selalu di didik keras khas tentara, ditambah saat Raga - kembarannya meninggal karena kecelakaan yang di buat oleh Gara. Lantas papa nya semakin mendidikanya secara keras. Dan Gara rasa sebab itu papa nya dan mama nya membenci nya dan mendidiknya secara keras karena telah membunuh kembarannya sendiri. Gara di perlakukan seperti tawanan saat umurnya 8 tahun sampai 15 tahun, dan saat berumur 16 tahun Gara seolah ingin di rengkuh lagi, lucu sekali memang dan tentu saja Gara tidak mau.

Mama nya berjalan mendekat kepada sang papa lalu mengelus lengannya, "Mas udah yah, kasihan Gara dia pasti lelah." bujuk mama nya, dan gantian mama nya duduk di sebelahnya dan ingin mengelus pundak anaknya namun di tepis oleh Gara.

"Gara, mama masak sup ayam sama biskuit buatan kamu, biskuitnya mama letak di meja belajar kamu, supnya di meja makan. Kamu makan ya nak, sekalian sarung dan sajadah sudah mama cuci, jangan lupa kamu sholat." pujuk mamanya lagi.

"Saya capek saya mau tidur."

Gara melewati papa dan mama nya, Ruqayyah merasa sedih dengan tidak perduli nya anak yang dilahirkannya itu, sementara kembaran paling tuanya - Jiwa Ali Hussein masih terdiam disana, Jiwa melihat sang mama ingin menangis lalu dia berjalan dan merengkuh sang mama.

"Mama kangen Gaga." lirih mamanya .

Jiwa mengrengkuh erat sang mama, ini yang paling Jiwa tidak suka dengan Gara, dia terlalu menyakiti hati mama dan papa nya, anak yang paling susah di atur dan keras kepala.

Jiwa ingat, saat dia mengikuti pengajian. Saat itu seorang ustad berkata.

"Ridho orang tua itu adalah ridho Allah, dan melawannya adalah dosa besar, ketika dia berbuat jahat padamu. Maka lihatlah sebagaimana dulu kebaikan mereka, di didik, di sekolahkan, bahkan di berikan apa yang kau inginkan. Dan masih sanggup kah kau membantahnya?"

Jiwa benar - benar takut, karena tidak ingin kembarannya itu terus menyakiti perempuan kuat seperti mama mereka. Rasanya sangat sakit, Jiwa bisa saja menghajar Gara, karena tidak sopan dan membantah kedua orang tua yang membesarkannya.

Di dalam kamarnya. Gara membanting buku - bukunya, kenapa mereka sekarang menjadi sok perduli kepada Gara, dimana mereka saat Gara butuh dulu. Gara sendiri saat pertama kali masuk sekolah. Gara ingat sekali mama dan papa nya tidak pernah mengambil raport nya. Selalu asisten rumah tangganya.

Papa nya pergi karena di tugaskan ke Papua, dan mamanya yang masih terpuruk karena kematian Raga. Seolah dia adalah limbah yang tidak terpakai dan akan di buang namun harus di saring sedikit lagi, lalu di buang entah kemana.

"Arrrgghh!"

Gara membanting semua yang ada di mejanya, sejenak melupakan bahwa dia adalah darah daging dari papa dan mamanya, darah mereka mengalir dengan deras di dalam tubuh Gara tapi Gara membenci itu, perlakuan mereka yang lalu.

Gara kembali mendecih.

Harusnya dia tidak usah pulang malem ini, dia nginap saja di rumah Kesebelasan, dan dia tak perlu repot - repot mendengarkan ocehan papanya yang selalu dan akan terus seperti itu.

❤ ❤ ❤ ❤
Mulmed : Gara Alif Hussein

Terima Kasih sudah menyempatkan membaca, semoga ada manfaatnya yah 😊

GarystaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang