Enjoy 13K viewers🎉 juga special buat elo-elo yang nungguin dan minta lanjut, xoxo😸
[•]
Palu. Panas campur malu rasanya harus menempel pada ke-35 orang yang kini tengah berjemur di lapangan. Namun sayangnya tidak. Mereka justru senang dan bangga karena dihukum dengan alasan 'membela sekolah'. Ekspresi itu juga tercetak jelas pada wajah Narumi.
Ia tak takut jika citranya rusak. Ia tak takut jika nilainya turun. Ia tak takut jika di cap jelek oleh penghuni sekolah. Karena sekalipun ia mati, ia akan tenang karena ia bisa memperjuangkan SMK Dharma Bakti di depan sang lawan.
Narumi menoleh ke sebelah kanan, dilihatnya Dion tengah menunduk seraya memainkan kakinya. "Woy Dion! Ngapain lo nunduk? Angkat kepala lo! Jangan bertingkah seolah kita bersalah! Yang laen juga, jangan nunduk! Sampe nunduk, gue abisin lo!"
Sontak yang lain mengangkat kepalanya ke atas dengan cepat. Tidak dengan Dion yang justru mengangkatnya dengan ragu.
Narumi menghampiri Dion dari belakang. Menepuk keras kepala Dion dan menendang betisnya. "Udah gue bilang jangan nunduk. Angkat kepala lo!"
Narumi mendongak ke atas, arah lantai kedua. Manik matanya langsung bertemu dengan manik mata Dian, pacar Dion. Narumi tersenyum. "Dian, cowok lo nggak salah. Cowok lo nggak brutal kayak yang lo pikirin, jangan marah sama dia. Kalo lo mau marah, lo bisa hajar muka gue sekarang juga."
Dian tersenyum canggung seraya menggelengkan kepalanya. Tak lama, ia mulai beranjak karena bel masuk dari istirahat sudah berdenting keras.
Narumi hendak kembali ke tempatnya, namun lengannya ditahan oleh Dion. Narumi menoleh, mengangkat sebelah alisnya tinggi.
"Makasih, Rum."
Narumi tertawa seraya kembali menendang kaki Dion lumayan keras. "Apaan sih lo, udah kayak sama siapa aja. Lepas, tangan gue bisa gatel di pegang sama lo."
Sontak Dion menghempaskan lengan Narumi dan mengelap tangannya sendiri. Lalu mereka berdua tertawa, bersamaan dengan kembalinya Anton ke barisan.
Narumi menoleh, langsung bertatapan dengan wajah Anton yang terlihat santai. "Kenapa, Ton? Apa katanya?"
"Palingan juga dikasih uang lebih sama Nyokapnya," sahut Mujul dari ujung.
"Dikasih lagi?"
"Iya dong. Nyokap gue, kan, the best mother in the world," katanya dengan senyuman bangga.
Narumi tersenyum miris, mengingat Mamanya yang jauh dari 'the best mother in the world'. Mujul yang sedari tadi memperhatikan, buru-buru mengalihkannya dengan berbicara, "Siapa yang selanjutnya dipanggil, Ton?"
"Ha? Oh, iya gue lupa. Giliran lo, Rum. Dah sono, palingan hukuman kita semua sama. Jangan takut, Rum. Rilex bae."
Narumi mengangguk singkat. Inhale, exhale, dan ia siap untuk berhadapan dengan Kepala sekolahnya juga.. Mamanya.
"Santai, Rum. Nggak ada yang perlu dicemasin. Lo nggak salah, oke, gue nggak salah," gumamnya pelan seraya mendorong pintu ruangan Kepala Sekolah.
Indera penciuman Narumi langsung disambut dengan aroma jeruk, khas Stella. Sepertinya baru saja disemprot. Hidung Narumi berkerut saat ada aroma lain yang juga menelusup masuk ke dalam hidungnya. Aroma bunga melati, aroma parfum Mamanya.
Narumi langsung menduduki kursi yang tersedia. Pak Amir tersenyum tipis sebelum akhirnya berkata, "Sebelumnya, Narumi sudah tahu, kan, kalau akan mendapat hukuman dari pihak sekolah?" Narumi mengangguk, "tadi Bapak sudah menceritakan kejadiannya sesuai yang kamu ceritakan di Kantor Polisi pada Ibu Karita. Bapak juga ingin memberi tahu kalau pihak Yayasan sudah tahu hal ini dan tadi pagi sudah dibahas pada rapat dadakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SMA vs SMK
Teen FictionSMA itu isinya cowok berandalan. Banyak main daripada belajar. SMK dong, belajar dan banyak praktek lapangan. Lulus nanti, langsung terjun ke dunia kerja. SMA? Kuliahlah, inilah, itulah, ngabisin duit Orangtua! -Nar...