Bagian 3

91 3 0
                                    

Erlin terbangun dari tidurnya, setelah mendengar bunyi suara hp miliknya. Cewek itu mengarah ke sudut ruangan. Matanya masih berkedap kedip, menyesuaikan cahaya dengan lampu tepat diatasnya. Di tatapnya jam yang menjadi pajangan dindingnya.

"Masih jam setengah sebelas." Lirih Erlin, lalu memejamkan matanya, mengingat bahwa besok adalah senin.

Tidak terbayang, jika dia terlambat dan harus membersihkan gudang yang kotor, sumpek, penuh dengan debu dan sarang laba laba. Tidak cukup itu, Erlin juga harus menerima ceramah pagi dan yang paling parah adalah cubitan khas yang paling menyakitkan dari bu Dwi, guru paling absurd, dan banyak disegani sama semua siswa. Erlin terkadang heran, seberapa kuatnya tangan bu Dwi untuk mencubit siswa nakal. Padahal bu Dwi ukuran badannya, tidak terlalu besar dan tinggi.

Tidak memikirkan alasan apapun, Erlin langsung kembali ke tempat tidurnya, setelah sedari tadi dia duduk di sebuah kursi kecil meja belajarnya sambil terus menatapi langit langit dinding kamarnya.

"Omg... hello... kenapa semuanya mojokin gue di grup, sementara gak ada yang ngebela gue sama sekali." Celoteh Erlin tanpa koma.

Sebelum tidur, Erlin mengecek handphone nya untuk sekadar melihat notifikasi Whatsapp nya. Begitu di buka.... subhanallah.... apalagi dari grup kelasnya. Super absurd dan pikirannya pada ngeres, lebih parah lagi, Erlin terus di pojoki karena dia salah satu jones di kelasnya.

"Dasar nasib, nasib lo gini amat Er... jones..., nyesek tau gak, di giniin mulu..."
Erlin menyeka keningnya yang sebenarnya sama sekali tidak berkeringat. Wajahnya menampakkan kekusutan setelah menerima cobaan ujian hidup jonesnya.

"Awas ya... kalau gue udah punya pacar, mana ganteng lagi, gue gak bakal kasih kalian semua pj, termasuk Airin sama Syifa. Mereka berdua sama sekali nggak ngebelain gue." Gerutu Erlin pada dirinya, tak henti memandangi handphone yang tertera di genggamannya.

"Bo-do-a-mat...."
Erlin menghentakkan setiap suku kata yang di lontarkan mulutnya.

Tanpa panjang lebar, cewek yang kini tengah duduk di sebuah kasur dengan posisi menyejajarkan lurus kakinya, dan punggungnya ia lekatkan pada ranjang, segera berbaring miring menarik selimutnya, karena manik matanya sudah tidak kuat menahan rasa kantuk, ditambah lagi penderitaan yang di lontarkan teman temannya lewat chat grup yang membuat Erlin bergejolak kesal.

"Semoga gak jones." Batin Erlin lusuh, mengakhiri malam yang kelabu nya.

***

Mentari yang begitu terang, diam diam menyeludup ke sudut ruang kamar Erlin. Dengan masih adanya rasa kantuk, cewek itu dengan terpaksa berjalan ke kamar mandi untuk sekadar membasuh muka dan menggosok gigi. Dengan wajah lusuh, Erlin sesekali mengucek matanya, menguap, menggeliat dan membenarkan tali rambut yang sudah acak acakan tidak jelas.

"Pagi kak..." sapa seorang cewek cantik, yang tengah mengolesi roti dengan slei kacang.

Raga Erlin terasa begitu kembali, setelah adik tercintanya sudah pulang dari perkemahan.

"Kenapa gak bilang udah pulang ih..." greget Erlin manja.

Cewek itu menghampiri adiknya yang bernama Rere, sambil memeluknya erat. Siapa yang gak rindu berantem, main bareng, sampe sampe urusan korupsi uang jatah bulanan yang di beri orang tuanya selalu ia sisihkan, dan bilang bahwa uangnya habis. Sungguh kejam kelakuan mereka berdua.

Doni dan Viani terkekeh geli, dan salut melihat keakraban sebagai saudara sendiri.

"Kak, bantu Rere ngerjain tugas dong..."
Rere melahap nasi yang ada disuapannya.
Rere lebih suka nasi dibanding roti.

"Gak mau ah..." ucap Erlin enteng dan santai.

Rere menghela napas berat, memanyunkan bibirnya yang semula terus menunjukkan keserian pada bibir mungilnya.

"Ih... ini kan soal kepentingan masa depan Rere..." greget Rere manja, dan menghentakkan setiap kata yang terucap dari mulutnya.

"Kepentingan apa? Pacaran? Masih kecil, mau di bacok sama papa hah?" Cerocos Erlin, lalu melirik pada papa dan mama nya. Doni masih santai melahap roti, begitupun pada Viani.

"Ih... bukan gitu kak... maksud Rere, buat persiapan UN." Ucap Rere mendengus kesal

"Iya, iya..."
Erlin mengusap puncak kepala Rere, teman bermainnya, saat orang tuanya sedang sibuk dengan pekerjaannya masing masing.

"Pa..."
Erlin menyenggol ujung sikut Doni dengan keras.

Tanpa aba aba, Doni yang sibuk melahap roti pun, terpaksa harus meletakkan kembali rotinya dan melirik dengan tatapan serius.

"Apa?"
Matanya yang intens langsung melirik dengan tatapan tajam.

"Ih papa, Erlin takut, jangan gitu dong ngeliatinnya, masa anak sendiri di pelototin sampe segitunya si..."
Erlin terbelalak kesal, dengan raut wajah ketakutan.

"Haha... ada yang takut nih..., ups." Cibir Rere penuh kemenangan, sepasang mata tentu refleks menatap tajam silau ke wajah ovalnya. Sekejap, cewek yang tengah mencibir dengan seribu perkataan, langsung menutup mulut rapat rapat tanpa celah, mengingat jika Erlin adalah seorang kakak yang sangat kocak jika bercanda, dan sangat tegas dan sangat ditakluki jika sedang serius.

Hening. Sepasang mata Erlin terus memandangi wajah yang tertera di sampingnya yang tengah ketakutan, tak mampu melirik sekerjap pun pada tatapan sinisnya.

"Cie... ada yang takut nih..."
Erlin bergidik penuh kegembiraan, setelah di tatap beberapa saat, cewek yang tengah duduk sembari terus menggaruk tengkuknya yang mungkin sebenarnya tidak gatal.

Rere memalingkan wajahnya, dan terus memberikan isyarat pada papanya agar menolong dirinya yang tengah di cibir oleh kakaknya.

Rasa kegembiraan dan kemenangan terus terpaut pada wajah Erlin, yang kini tengah memegang perutnya, menandakan kegilaannya yang tertawa super terbahak bahaknya.

Viani terus menggeleng penuh keheranan, karena sedari tadi dia tak menyimak sedikitpun perkataan yang dilontarkan oleh kedua putrinya, lantaran terus asik melahap roti sobek yang ada di kepalannya.

"Satu kosong..."
Erlin tertawa cengengesan, dan langsung mendapati sorot tajam dari Doni.


GADIS GILA VS PRIA CUEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang