Part II: I See You

4.2K 372 103
                                    

Entah kenapa wattpad lemot parah di hape :(

Enjoy!

____

"Woy! Mana yang namanya Sena?!"

Aduh ...

Dudududu~ aku harus sembunyi~

Begitu bel istirahat berdering, secepat koneksi wifi Bu Sumiyati yang sering kubobol, Irvin dan antek-anteknya datang dan menggebrak pintu kelasku. Lagian, ngapain juga aku tadi pagi pake ngentutin si Irvin pas di wajah? Hadeh, jadi berabe gini urusannya.

Aku berusaha ngumpet di bawah bangku, tapi emang sial nih punya tinggi badan segini, aku masih kelihatan! Woy kaki, mendekin dikit napa!

"Mana yang namanya Sena?!" Koar Irvin makin garang yang otomatis membuat semua teman sekelasku menunjuk ke arah kepalaku yang mencuat dari bawah bangku.

Great. Makasih banyak loh, teman-temanku yang baik. Kalo gua ngga selamet, gua pastiin elu-elu semua gua gentayangin!

Tanpa basa-basi, Irvin dengan langkah seribu dan kaki kecilnya menarik kerah seragamku kuat. Tapi ... yang membuat canggung, Irvin harus berjinjit agar bisa menarik kerah seragamku. Sedikit awkward dan tengsin, Irvin memutuskan menarik seragam di bagian dadaku yang dapat dia raih dengan mudah. Ketika lewat di depan dua antek-anteknya, mereka tidak lupa untuk menendang bokongku dan membuatku terjungkal ke depan.

Sial, sial, sial!

Irvin membawaku ke gudang belakang, yang menurut rumor adalah basement khusus Irvin dan antek-antek. Irvin menghimpitku di antara tembok menggunakan kakinya. Ah, bagaimana aku lupa bahwa si kecil Irvin ini adalah sabuk hitam Taekwondo?

"Lu tau kan, reputasi gua di sekolah itu gimana?" Aku menengguk ludah dan mengangguk.

"Siapa gua?"

"Ya-Yang Mulia Maharaja Baginda Irvin," dia mengangguk puas.

"Ehm, bos," salah satu antek setianya, yang kuketahui bernama Kino menyolek bahu Irvin, "bos sorry sorry to say nih bos, tapi posisi bos sama si tiang ini malah jadi keliatan bos yang lagi diintimidasi, bos."

"Bos mau gua bawain bangku? Bos soalnya cuma seukuran perut ini anak."

Irvin memerah, entah karena marah atau malu tapi mengangguk setuju pada akhirnya. Anteknya yang satu lagi—yang kalau ga salah si pindahan dari Jepang, Yuto—membawa salah satu meja tak terpakai di gudang ini. Setelah menaikinya, Irvin membusungkan dada dan melipat kedua tangannya di dada juga agar terlihat lebih besar dan mengintimidasi.

Ah, aku merasa konyol, dan kasihan.

Tanpa aba-aba apapun, sebuah tendangan keras melayang dengan indah dan mendarat tepat di pipi kiriku. Ouch.

"Heh! Lu pikir gua ga ngerti apa yang ada di dalem otak udang lu itu?! Lu kasihan dan ngerasa konyol, kan?"

Bagaimana dia bisa tahu?!

"Semua bisa gua baca dari wajah lu!"

Dia bisa baca pikiran?!

"Gua gabisa baca pikiran!" Semprotnya makin galak.

Aku masih mengerang dan memegangi bekas tendangannya tadi yang masih terasa sakit. Uuh, sakit banget anjay. Aku salah sempat menganggapnya remeh tadi. Irvin mendekatkan wajahnya yang galak itu ke wajahku, tetapi akibat meja yang sudah cukup tua itu bergoyang, dia jadi kehilangan keseimbangan dan terjungkal ke depan.

Ah, tidak tidak. Bibir kami tidak bersentuhan. Apa yang kalian pikirkan? Dari sekian banyak anggota tubuh, jika kecelakaan klise seperti ini terjadi kenapa selalu bibir yang bersentuhan?

Pssh! I'm a Fanboy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang