Prolog

78 6 0
                                    

Awan hitam, gelap malam. Dan berdiri melawan sepi. Harapan telah usai dan cerita telah selesai. Disini, di sisi tergelap dari dunia ini, aku hanya bisa mendengar dentingan keras dari sebuah jam. Irama yang senada membuat ingatan selalu terbuka lebar. Ingatan yang kini selalu membuat diri ini meneteskan air mata dan penyesalan yang mendalam. Sesak yang tertanam didalam dada menjawab semua tanya dari sekian juta detik lalu waktu yang ku jalani. Hari-hari penuh tanya dan kecemasan. Dipenuhi dengan sejuta tanda tanya. Hal yang ku takuti kini hanya menjadi hal yang paling ku sesali sepanjang sisa hidupku.

"Kiandra Anastasya?" teriak suara polisi terdengar dari jauh.

"Heh lu, dipanggil tuh." ujar seorang napi yang tampak menyeramkan.

"Iya, saya disini." jawabku yang tampak lemas.

"Ada kunjungan dari keluarga." ujar polisi tua yang tampak garang.

Entah, kunjungan yang keberapa kali hari ini. Aku tak pernah menganggap hidup ini sebagai kehidupanku. Pikirku, hidup telah usia setelah kedua tangan terjebak diantara kedua borgol perak yang melukai pergelangan ini.

"Ara, apa kabarmu nak?" tanya Mamah yang selalu khawatir jika mengunjungi diriku.

Mengapa Mamah selalu mengkhawatirkan keadaanku? Padahal Mamah tau sendiri, anak dari darah daging Mamah ini telah melakukan tindak kriminal yang membuat semua orang membenci diriku. Hukuman inipun dianggap tak setimpal dengan kelakuanku. Bagi mereka, sangatlah haram jikaku menghirup udara di dunia ini. Tak pantas diri ini masih berpijak di bumi.

"Aku gapapa." jawabku singkat.

"Mamah bawakan makanan kesukaan kamu. Mamah tau makanan disini tak sesuai dengan seleramu." ujar Mamah sambil membuka tempat makan.

"Aku masih kenyang. Mamah bawa lagi saja. Makanan disini cukup enak. Mamah tak usah repot-repot membawakan ini semua. Aku sudah besar. Ini kesalahanku, jangan kau ungkit di kehidupanmu Mamah." ucapku teramat kejam terdengar ditelinga Mamah.

"Yaudah, Mamah simpan saja. Kalo kamu lapar, makan ya. Oiyah, Mamah lupa. Ini ada surat. Mamah nemu dikamar kamu. Maaf kalo Mamah lancang masuk ke kamar kamu dan melihat-lihat barangmu. Mamah hanya rindu.." ucap Mamah sambil meneteskan air mata.

"Waktu sudah habis!" teriak bapak tua yang mengganggu suasana haru ini.

"Makasih ya Mah, jaga diri baik-baik. Maafkan aku." ujarku.

***

Makanan Ibu memang yang paling terbaik sepanjang masa. Berbeda halnya dengan makanan di tahanan ini, lebih parah dibandingkan dengan nasi basi. Lalu, surat apa ini? Sepertinya surat ini telah usang dimakan waktu. Tak terlihat seperti surat cinta, bahkan surat penagihan utang pun tak seburuk ini.

Untuk : Ara

Hai, kamu. Hari ini mungkin terakhir kali aku mengirimkan surat padamu. Bagaimana dengan kabarmu? Semoga baik-baik saja. Maafkan kesalahanku yang selalu mengganggu hidupmu. Aku janji, suatu saat aku akan membuat hidupmu menjadi lebih berwarna. Aku dan kamu akan berubah menjadi kita. Tunggu saatnya aku akan menghampirimu.

Mr.P

Seperti badai yang menghadang. Hati ini perlahan-lahan mulai meradang. Cerita dahulu mulai terbayang. Mungkinkah semua ini dapat ku kenang? Entahlah, badan ini tak sanggup menahan beban dosa yang amat banyak. Kedua mata hanya mampu melihat sehelai garis kehidupan. Maafkan kesalahan diriku. Aku tak pantas mengucapkan maaf. Tetapi sekali lagi, maaf.

UnknownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang