Diam

11 1 0
                                    

Diam bukan berarti tenggelam
Atau pun sesuatu yang kelam
Hanya menyampaikan sesuatu kepada sang awan
Bahwa ku tak bisa melawan
(Unknown)

***

Ketika impian dan harapan tak sesuai kenyataan, disini aku hanya bisa berkata bahwa Tuhan pasti menyiapkan sesuatu yang berharga dan tak tergantikan. Walaupun ada rasa kekecawaan diawal kita melangkahkan diri untuk berubah. Melawan arah dari impian dan harapan. Bukan sesuatu yang asing memang, menjadi berbeda namun tak mau dibedakan.

Ah, bicara apa aku ini.

"DORR!" Sonia mengejutkanku.

"Ih Nia, kaget tau." aku sedikit terkejut.

"Bengong mulu kaya kalong. Napa syiiii?" tanya Sonia mengejekku.

"Apaan deh." jawabku ketus.

"Gue tau, pasti karena Radit." tebak Sonia.

"Gue ke toilet dulu." ujarku sembari pergi.

***

Bruuukk, tubuhku menabrak seseorang. Entah siapa orang itu. Dia hanya tertunduk dan terdiam.

"Jalannya liat-liat dong!" ujarku kesal.

"Maaf.." jawabnya yg tertunduk kemudian lekas meninggalkanku.

Aneh sekali, dan sepertinya aku sangat asing dengan mukanya.

"Gausah bengong gitu." seseorang berbisik ditelingaku.

"ASTAGA, RADIT !" ujarku terkejut.

"Kan, mulai lebaynya keluar. Dah ah." ujarnya yang seperti biasa selalu meninggalkanku tiba-tiba.

"Eh, tunggu.. Gue mau nanya, lo kenal cowo yang nunduk itu ga tuh didepan" tanyaku kepada Radit sembari menunjuk kepada orang tersebut.

"Oh, anak baru dia. Namanya Putra." jawab Radit.

***

Putra, anak baru yang gelagatnya amat sangat mencurigakan itu ternyata sekelas denganku. Iya, dia siswa pindahan sekolah lain. Isunya, dia mantan siswa nakal yang berani memukul guru. Cukup mengerikan.

"Ra, lo liat deh. Anak baru itu." ujar Sonia

"Kenapa emang?" tanyaku penasaran.

"Setelah gue amati, dia sering banget liatin lo. Aneh gasi?" Sonia semakin menjadi.

"Ah, apaan sih." aku menepis ucapannya.

"Kenapa dia masuk sekolah ini ya, gue heran. Ini kan sekolah favorit. Dia anak nakal. Kenapa bisa??" Sonia masih penasaran dengan anak baru itu.

"Nia, gue gatau. Gue bukan ibu atau ayahnya. Kenapa lo nanya ke gue gitu sih." jawabku ketus.

"Bukan gitu. Ah lo sensitif bangetsi dari pagi. Emang ya, Radit membawa pengaruh jelek." ucap Sonia mengomel.

Radit menoleh kebelakang. Dengan tatapan yang amat tajam.

"Eh Dit, bercanda gue, hehe." ujar Sonia.

***

Selama pelajaran berlangsung, anak baru tersebut selalu menghampiri bangkuku dan Sonia. Selalu bertanya pelajaran apapun dan kapanpun. Aneh, seperti baru pertama kali mengikuti pelajaran selama hidupnya.

"Fix, gue yakin banget, Ra." ujar Sonia

"Apa lagiiiii?" tanyaku semakin kesal.

"Putra, ada sesuatu sama lo." jawab Sonia dengan penuh keyakinan.

"Apasih dia cuma nanya biasa ko, lagian tingkahnya diem gitu. Apa sesuatunya?" aku yang semakin tidak mengerti dengan pola pikir Sonia.

"Modus ! gue yakin dia modus !" ujar Sonia kembali.

"Gatau gue mau pulang, sana balik bareng Petra gih." ujarku yang semakin penat.

"Tunggu, Ra." Sonia menahanku.

"Apa lagiiii?" tanyaku yang mulai emosi.

"Gue putus." jawab Sonia.

"KENAPA LAGI?" aku terkejut.

"Bosen aja, hehe. Oke gue balik ya." Sonia pergi tiba-tiba.

Aneh, sebelumnya dia tampak antusias dengan berbagai hipotesa tentang anak baru itu. Sekarang tiba-tiba dia terdiam. Ah, ada apa dengan hari ku ini????

Srattt, sepucuk surat terjatuh.

Aku senang berada didekatmu, dan menatapmu.
Mr.P

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UnknownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang