Drama

25 4 0
                                    

Jangan pernah membenci drama jika kalian sering melakukan kefiksian dalam hidup kalian sendiri.
(Unknown)

***

"Soniaaa." teriak Ara dari kejauhan.

"Apasih apa?" sahutku sambil menenangkan Ara yang terlihat lelah.

"Lihat, gue dapat dua tiket!!" ujar Ara dengan bersemangat.

"Oh. Kirain apa. Bagus deh." jawabku singkat.

"Gaasik amat sih. Ayo nonton." ajak Ara dengan penuh harapan.

"Ah, males. Lo ajak yang lain deh. Palingan cuma drama konyol." tolakku dengan kejam.

"Baku hidup lo. Gaasik. Yaudah deh gue coba ajak Radit." ujar Ara mengkhayal.

"Coba saja. Good luck ya!" ujarku segera pergi meninggalkan Ara.

Drama, satu hal yang paling aku benci dalam hidup ini. Buat apa dia hadir untuk memperalat otak manusia agar lebih pandai berkhayal dan berfikir aneh. Manusia di dunia ini bodoh, sudah terpengaruh dengan film drama fiksi kekanak-kanakan.

***

"Aku pulang.." ujarku dengan nada datar.

Seperti biasa, kandang monyet yang aku huni selama 17 tahun selalu tampak sunyi dan senyap. 17 tahun? Benar, besok adalah hari dimana aku menginjak usia tersebut. Tapi, apalah arti penting dari usia jika tak pernah ada ucapan dan harapan. Ah sial, kenapa hidup ini layak drama tragis.

Triiiiing

"Hallo.." ucapku melalui telfon rumah.

(Suara Papah terdengar dari telfon tersebut)

"Yayaya. Ok. Bye." jawabku singkat.

Alasan yang sama, pulang malam, sibuk, maaf, selamat tinggal. Ayah macam apa yang tega meninggalkan anaknya demi berselingkuh dengan wanita lain di tempat kerjanya. Bodoh, selama ini dia selalu meninggalkan bekas kebahagiaan bersama wanita jalang itu di kerah bajunya. Hingga saat ini kupikir, tak perlu aku menonton film drama jika hidupku saja layaknya drama. I hate this moment.

"Nia, kamu sudah pulang?" tanya Mamah dengan nada lirih.

"Mamah, kenapa keluar kamar? Jangan kemana-mana nanti Mamah sakit." ujarku terkejut melihat Mamah yang tiba-tiba keluar dari kamar.

"Papah lembur lagi?" tanya Mamah.

"Udah gausah mikirin dia. Mamah istirahat yang banyak, biar cepet sembuh." jawabku menenangkan hati Mamah.

"Ko kamu gitu ke Papah? Dia orangtua kamu." ujar Mamah menasehati.

"Hehe, iya maaf, Mah." ucapku berbohong lagi kepada Mamah.

Mamah tidak mengetahui kelakuan bejat yang Papah lakukan kepadanya. Memanfaatkan kelemahan istrinya untuk bahagia dengan wanita lain diluar sana. Keadaan Mamah yang semakin memburuk membuatku takut hidup didunia tanpa dia disampingku.

UnknownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang