[1]

23 6 2
                                    


*****


Aku membuka mata perlahan, mengerjap ngerjap, berusaha memfokuskan pengelihatanku. Aku menatap sekeliling dengan bingung, dimanakah aku sekarang? Ruangan ini bercat putih dengan cahaya remang remang, bau ruangan ini aneh, tak pernah sekali pun aku mencium bau yang seperti ini. Tanpa kusadari, sedari tadi, ada seorang lelaku yang duduk di hadapanku. Ia memakai pakaian putih aneh yang sekali lagi tak pernah kulihat sebelumnya. Kulihat, ekspresinya terkejut menatapku.

"Akhirnya kau sadar! Sudah dua hari kau tak sadarkan diri"
Lelaki berwajah ramah itu tersenyum manis, ia menghela nafas ketika menatapku yang hanya diam. Sadar, aku pun bertanya.

"Dimana aku?"

Lelaki itu mengerjap, "kau ada di rumah sakit"

Rumah sakit? Tempat apa itu? Apakah semacam tempat untuk meletakkan orang sakit? Tentu saja aku penasaran, tapi aku memutuskan untuk tidak banyak bertanya, apalagi dia termasuk kategori orang asing..

"Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa disini?"

"Kau tak ingat?" Aku hanya menggeleng sebagai jawaban

"Dua hari yang lalu, tepat jam sepuluh siang. Aku baru selesai menerima pasien ku yang terakhir. Ketikanaku menuju parkiran untuk pulang, sebuah peti berlanbang aneh jatuhbdaru langit dan meluncur tepat di kap mobilku. Butuh tiga jam untuk membuka peti itu. Dan di dalam sana, ada dirinu, terbarin, memeluk sebilah pedang. Tapi tenang saja, pedang itu aman. Walimu datang tadi pagi, ia mengambil pedang beserta peti tersebut dan berjanji akan mengunjungimu jika kau sudah sadar. Barusan aku sudah menghubungi walimu. Tak lama lagi ia akan sampai".

Peti? Pedang? Omong kosong apa ini? Bagaimana bisa dirinya terbarij dalam petih yang jatuh dari langit. Aku terdiam, memikirkan satu hal lain. Siapakah waliku?

Terdengar deritan pintu terbuka, berdirilah seorang lelaki paruh haya tanpa rambut. Jaket hitam dan tato di sekitar lehernya membuat ia terlihat menyeramkan.

"Hai Shane" Ia tersenyum ketika menyapaku. Entah mengapa senyum itu terasa tak asing. Seketika kepalaku berdenyut. Sekelebat bayangan hutan habis dilahap api sempat terlintas di benakku.

"Ayo kita pulang Shane, aku yakin kau sudah merasa lebih baik sekarang"

Entah mengapa aku mengangguk, lantas aku bangkit dibantu pria itu. Ia sedikit membopongku dengan sangat hati-hati. Tak ada percakapan apapun sampai aku keluar dari tempat yang di sebut rumah sakit itu. Pria botaj itu menyuruhku masuk ke sebuah balok beroda yang ia sebut dengan... Movil? Mobile? Mobil? Entahlah apa namanya, yang pasti aku tak suka baunya.

"Akhirnya kau sadar Shane, aku sempat khawatir" Pria botak itu memulai percakapan ketika mobil bergerak. Pria itu menatapku bahagia, seolah aku adalah telurnya yang baru saja menetas. Sepertinya pria itu bukan orang jahat, dan rasanya aku mengenal nya, tapi pemikiran itu terlalu buram.

"Maaf sebelumnya, tapi, apakah aku mengenalmu?" Aku pun memutuskan bertanya, dari pada tak bertanya sesat di jalan? Lelaki botak itu tersenyum, mengelus kepalaku lembut.

"Sebentar lagi kita akan sampai ke rumah Claire. Disana kami akan menjelaskan segala yang kau lupakan"

Aku mengangguk, mengiyakan, walau sebenarnya aku tak tau siapa itu Claire.

*****

Up nih...
Enjoy yo..
Sori for typo
vote and comment kalo boleh

Saran?

MAKASIH YANG UDAH BACAAA LOP U :3

Shavine

SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang