Dream #3 : Jangan Pergi Jack!

81 4 0
                                    

Aku berlari melintasi danau di tengah malam. Rumput-rumput yang tertutupi salju seolah memberiku petunjuk. Angin membawaku pergi mencarinya. Mencari Jack. Sahabatku. Teman bodohku. Belahan Jiwaku.  

Aku berhenti di tepi danau. Mendapati dirinya dan danau yang mengeras dengan retakan-retakan es dimana-mana. Dia berbalik melihatku berlari kearahnya. Wajahnya pucat. Penuh ketakutan. Rambutnya putih membeku. Dan anehnya. Matanya biru. Biru jernih seperti air.  

"Tara!" ucapnya lemas. Tapi senyumnya tersungging. Aku memeluknya erat.  

"Jack! Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau..." tanyaku panik.  

Dia lalu mengecup keningku. Lembut. Terasa sangat nyata.  

"Pria di Bulan telah memilihku Tara. Sama sepertimu"  

Apa? 

"Apa maksudmu Jack? Tolong jangan bercanda! Aku takut Jack...." Ucapku. Tak terasa air mata mengalir di kedua pipiku. Aku tetap menarik-narik mantel Jack.  

"Aku akan selalu menjagamu Tara. Aku akan hadir disetiap es yang membuat sudut jendelamu beku. Aku juga akan hadir saat salju turun. Ingatlah. Aku adalah penjagamu, dan kau adalah penjagaku. Yang perlu kau lakukan hanyalah percaya padaku..."  

Jack merangkulku erat. Tubuhnya dingin dan pelukannya mengandung makna yang dalam. Kemudian dia terbang perlahan. Aku tetap memegang mantel dan tangannya. Sampai akhirnya aku tak bisa menahan. Sulur tanaman kembang kertas mengikat kakiku. Perlahan genggamanku lepas. Jack terbang ke langit. Ke arah bulan. Dia memandangku hangat dan tatapan tajam itu tetap ada. Sebuah senyum tipis tersungging di wajahnya. Aku berteriak sekeras-kerasnya. Bulir air mata mengalir deras.  

Aku terisak.  

Aku terisak. 

Aku terisak. 

Aku menangis. 

Jack, kenapa kau harus pergi? 

***  

' Aku bangun dengan nafas yang naik turun. Aku takut. Kepalaku berat sekali. Aku tahu tadi malam aku bermimpi. Dan aku tahu apa yang kuimpikan.  

Aku menyambar mantelku. Dan menyisir rambutku dengan asal. Aku seperti sedang dikerja maut. Tidak. Jack yang sedang dikejar maut. Aku melirik ke jam dinding. Jam sudah menunjukan pukul 12. Aku membuka pintu cepat. Dan... 

Kudapati Tim dengan mata sembab berdiri lemas di depan pintu kamarku. 

Tidak. Tim tidak pernah menangis. Dia lelaki kuat yang tak akan menangis kapanpun, dimanapun. Melihatnya menangis membuat hatiku hancur. Apakah ini semua berkaitan dengan mimpi itu? 

Kupeluk Tim erat. Aku menangis terisak di pelukannya meskipun tidak tahu hal apa yang sedang kutangisi. Tim juga memelukku erat. Masih terisak. Dia lalu membisikkan kata-kata yang gagap di telingaku.  

"Kau harus ikut denganku ke rumah Jack" 

Aku mengangguk.  

Tapi aku tak sanggup.  

Aku takut semuanya memang terjadi seperti di mimpi buruk sialan itu. Tim menarik tanganku menuruni tangga. Memakaikan sepatu boots ke kakiku karena aku tak sanggup melakukannya. Dia lalu bangkit dan menarikku lagi. Setiap langkah yang kuambil terasa kaku dan terpaksa. Aku melihat banyak orang di rumah Jack. Tidak ada mata yang kering saat itu. Semuanya dialiri oleh air mata dan diiringi oleh isakan. Aku melihat Emma yang masih memegang sepatu ice skating menangis meraung-raung di pelukan Ibunya.  

Oh tidak.  

Aku berlari dengan langkah yang goyah ke ruang tengah sambil berusaha memikirkan hal yang positif. Aku menutup rapat kedua mataku.Jack tidak mungkin pergi.  

She's My GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang