Dream #5 : Kau Harus Pergi, Tara...

75 2 3
                                    

Perjalanan kedua kami adalah Tooth Palace. Setelah Emma terlelap, kami berdua mengendap-ngendap keluar dari kamarnya. Aku kembali merangkulkan lenganku ke leher Jack.  Dia mengeluarkan snow globe dan kata ‘Tooth Palace’ terdengar setengah berbisik. Seketila portal indah kembali terbuka. 

Satu detik berlalu dan kami sudah berada di istana megah milik Tooth. 

“Hey lovebirds! Selamat datang di Tooth Palace!” sambut Toothiana hangat. Para Baby Tooth juga menyambut kami dengan gaduh. Mereka berterbangan di sekeliling kami. 

“Wow… jadi inilah yang mereka sebut Istana Peri Gigi,” ungkapku terkesiap. 

Tooth mengangguk senang, dia lalu mengantarku ke sebuah pilar istana yang menjulang tinggi dengan gambar-gambar kecil di sekelilingnya. 

“Tunggu, apa itu? Apa arti dari gambar kepala anak kecil itu?” tanyaku heran. 

“Dari setiap gambar itu adalah memori dari seseorang. Kami mengumpulkan semua gigi untuk disimpan. Karena dari setiap gigi, terkandung memori masa kecil seseorang semasa hidup. Lalu ketika mereka membutuhkannya, kami siap membantu.” Paparnya. 

Aku terkesan mendengar pernyataan ajaib dari Tooth. Kulihat satu persatu gambar pada pilar itu. Dari ujung atas hingga ujung bawah, pilar tersebut berisi memori semua orang? Betapa menakjubkan!

“Hey kalau begitu apakah kau punya memori milik Tim?” kataku antusias. Tiba-tiba perutku geli karena mengingat kejadian konyol yang pernah Tim alami sewaktu Ia kecil. Apalagi kalau aku bisa melihatnya langsung! Membayangkannya saja sudah membuat aku senyum-senyum sendiri. 

“Tim? Tim Claiborne? Ohh maksudmu Timothy Claiborne, kan? Kakakmu?” Tanya Toothiana. 

“Iya!” aku menjawab setengah terkikik. 

Tooth lalu terbang ke bagian atas pilar. Lalu dia turun kembali dengan sebuah kotak kecil. “Ini milik Kakakmu, Timothy Claiborne.” 

Aku terkesiap kembali. Kini aku sedang memegang kotak berisi memori seseorang. Dan aku juga akan segera melihat semua memori yang ada di dalam benda ini. 

“Bolehkah aku melihatnya, Toothiana?” 

“Tentu saja! Kau boleh melihat semua memori yang ada di sini!”

Aku menarik napas dalam-dalam. Aku lalu menekan sebuah tombol dengan bentuk berlian ditengah kotak. Seketika aku merasa terbawa ke dalamnya. 

Aku melihat seorang anak kecil berbaju merah marun sedang menyantap sebuah cupcake. Semua orang melantunkan lagu ‘Selamat Ulang Tahun’ untuknya. Ternyata anak kecil itu Tim! Mungkin dia sekitar umur 6 tahun. Mama dan Papa masih terlihat muda sekali. Seorang anak kecil berambut sepinggang dengan warna coklat madu mulai menghampiri Tim. Anak itu terlihat seperti berumur 2 tahun, tapi rambutnya panjang sekali, tak wajar untuk balita. Dia merengek meminta segigit cupcake pada Tim. Tim berbaik hati mengambilkan cupcake baru dengan krim berwarna biru di atasnya. Anak gadis itu melompat-lompat girang lalu mulai melahap cupcakenya sampai habis, hingga yang tersisa hanyalah krim di sekitar mulutnya. 

Kupandangi baik-baik wajah anak gadis itu. Matanya hijau cerah, rambutnya coklat madu, hidungnya bengkok dan giginya sudah ompong di bagian atas. 

Baru kusadari bahwa gadis itu adalah aku.

Beda dengan gadis-gadis lainnya, aku tak suka membiarkan rambutku terjuntai sampai ke pinggang. Menurutku hanya membuatku repot, dan aku pun malas untuk mengurus helai demi helainya. Itu lah sebabnya aku lebih suka jika mereka terjuntai sampai bahuku. Tapi tak pernah kusangka rambutku bisa sepanjang itu saat balita. 

She's My GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang