"Aku tidak mencintaimu. Perasaanku padamu itu lebih dari sekadar cinta."
-Xabiru Kamajaya-
__________
Xabiru Kamajaya
Maafin aku, Xav.Pesan yang sama. Dan pesan itu ia dapatkan hampir seratus kali dalam sehari ini. Xavira menggigit bantal yang menjadi tumpuannya saat ini. Ia tidak mau Rahadi mendengar suara tangisannya.
Xabiru Kamajaya
Jangan lupa diminum obatnya. Dan maafin aku, Xav.Xavira menutup salah satu aplikasi di ponsel pintarnya lalu meraih tablet obat yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berbaring saat ini.
Obat herbal.
Obat yang Xabiru belikan sebelum mengantarnya pulang ke rumah.
"Awh!" ringis Xavira seraya memegangi bagian bawah tubuhnya.
Perih, nyeri, dan ngilu itu masih tersiksa di inti tubuhnya. Xavira masih bisa merasakan ada yang mengganjal di bagian bawahnya itu. Xabiru yang mengetahui hal itu pun segera menghampirinya lalu merengkuh pinggangnya. Membantunya berjalan.
Xavira hanya diam saja saat Xabiru menuntunnya keluar dari kelab itu sehingga ia tidak sadar saat ini sudah berada di dalam mobil. Melihat kondisi tubuh Xavira yang masih tegang, akhirnya Xabiru meraih seatbelt dan mulai memasangkannya di tubuh perempuan itu.
Xavira menahan napasnya sejenak. Selalu seperti itu. Tubuhnya dibuat kaku oleh gerakan lembut yang Xabiru lakukan padanya.
"Kita mau ke mana?" tanya Xavira tatkala Xabiru melajukan mobilnya berlawanan arah dengan rumah mereka. Merasa tempat yang mereka tuju bukanlah rumahnya.
"Beli obat."
"Buat apa?"
Xabiru tidak menjawab pertanyaan Xavira itu. Karena selanjutnya, Xavira tahu maksud Xabiru. Laki-Laki itu ingin mengurangi rasa sakit yang sedang dideranya kali ini.
Xavira membalikkan tubuhnya, menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Bayangan indah raut wajah Xabiru tergambar jelas di sana. Tanpa terasa, Xavira mengusap perutnya lalu mengucap sesuatu yang bisa disebut dengan doa.
"Semoga apa yang terjadi kemarin malam itu membuahkan hasil."
-----------
Pak Jason
Jadi, kapan kamu bisa mulai bekerja?Xabiru Kamajaya
Maaf, Pak. Saya butuh waktu.Perasaan bimbang kini menyelimuti lubuk hatinya yang paling dalam. Seharusnya, Xabiru mengatakannya saat Xavira membuatkan kue untuk Thalita siang itu. Seharusnya juga, Xabiru tidak melakukan sesuatu yang buruk pada perempuan itu. Sesuatu yang membuatnya selalu dihantui rasa bersalah. Bahkan, Xabiru tidak bisa tidur dengan tenang tadi malam.
"Dea!" Xabiru melambaikan tangannya ke perempuan dengan rambut keriting di hadapannya saat ini lalu menanyakan sesuatu pada perempuan yang ia sebut sebagai Dea. "Xavi di mana? Masih ada kelas?"
"Dia nggak ada jadwal kuliah hari ini," jawab perempuan bernama Dea itu. "Tapi, tadi gue lihat dia masuk ke perpus."
"Oh... ya, udah." Xabiru memasukkan kedua tangannya di dalam saku celananya. "Makasih."
Setelahnya, Xabiru menelusuri koridor kampus itu. Xabiru memang bukan mahasiswa di sana, tapi ia kerap kali menginjakkan kakinya di gedung mewah itu. Ya, mahasiswa-mahasiswi yang bisa bersekolah di sana merupakan orang-orang pilihan. Sayangnya, Xabiru tidak termasuk. Bukan hanya karena biayanya yang mahal, tetapi juga karena tingkat kecerdasannya yang perlu diperhitungkan. Dan Xavira mempunyai itu semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Count on Me
RomanceYoung-adult (tamat) ✔ "Shit!" umpatan yang kesekian kalinya. "Aku bakal nikahin kamu secepatnya." "Nggak usah." "Apa maksud kamu ngomong nggak usah, Xav? Hah?!" "Nggak usah nikahin aku!" "Aku udah nidurin kamu, Xav." "Bukan berati... kamu punya hak...