Fang

173 20 1
                                    

“EEH!? Kelas kita beda?”

“Iya Boboiboy, aku kelas 8H dan kau 8C. Heheh... Memang jarak kelasnya agak jauh sih..” ucapnya sambil tersenyum kaku.

Yaya tau kalau aku sulit untuk bergaul dengan orang lain, selama setahun ini Yaya membantuku mendapatkan banyak teman. Dia pasti yakin kalau aku akan kesulitan mendapat teman baru nanti.

Aku merenggut, tapi aku tidak bisa melakukan apapun. Keputusan di tangan pihak sekolah.

“Kamu tau dimana list murid-murid per kelasnya?” tanyaku.

Yaya mengangguk dan mengajakku yang masih menggendong tas menuju salah satu mading di dekat pintu keluar gedung sekolah.
Sahabat berhijabku ini lalu menunjukkan namanya yang tertera pada kolom untuk murid kelas H. Kemudian aku mencari namaku, dan benar saja. Kelas 8 berurut C kini menjadi kelas baruku.

Aku dan Yaya berpisah di lapangan karena kelas Yaya berada di gedung D dan aku gedung B. Aku tau betul di mana kelas 8C ini, ada di belakang UKS. Di depan kelas itulah aku dan Yaya selalu menyimpan tas saat latihan akan dimulai.

Pintu kelas itu sudah terbuka yang berarti sudah ada murid lainnya di dalam. Aku melongokan kepalaku dari balik tembok, tidak ada yang aku kenal di kelas ini....😢

Tapi kemudian aku melihat Nurul, teman sekelasku sebelumnya. Aku menyapanya dan bertanya apakah aku boleh duduk semeja dengannya. Dia mengijinkanku dan mempersilahkan aku duduk di kursi di sebelahnya. Aku dan Nurul memang jarang mengobrol saat kelas 7 dulu, jadi di permulaan kami agak canggung tapi tidak seterusnya.

Beberapa menit kemudian wali kelas baruku masuk dan meminta kami mengubah posisi meja dan kursi. Katanya ini karena kurikulum baru sehingga kami menjadi duduk berkelompok, setiap kelompoknya terdiri dari 4 orang.
Kelompokku dan Nurul baru ada 3 orang dengan Stanley. Yah kalau memang kehabisan orang ya mau begaimana lagi..

Ciiitt-!!!

Suara decitan sepatu yang bergesekan dengan lantai sedikit mengagetkanku. Karena tempatku duduk berada di dekat pintu (yang sedang terbuka), otomatis aku dapat melihat siapa yang membuat suara decitan itu.
Mataku terbelalak melihatnya.

Itu Fang, dia sesama anak karate seperti aku. Kami tidak berteman terlalu baik, malah aku tidak terlalu mengenalnya, hanya sekedar tau. Tapi dia pernah mengejekku beberapa kali dan tidak aku pedulikan.

“M-maaf saya telat..” ucapnya sambil terus mengatur nafasnya yang terengah-engah.

Wali kelasku menerima permintaan maafnya dan menyuruh Fang duduk di kursi kosong di depanku.
Saat ia menoleh, ia nampak terkejut melihatku dan aku hanya bisa tersenyum kikuk. Stanley mengambil tasnya yang semula ia letakkan di kursi di sebelahnya, lalu Fang duduk di situ. Jujur saja aku agak grogi jadinya..


*≈>LOVE<≈*

Jam istirahat pertama.
Aku berniat untuk menghampiri Yaya di kelasnya untuk mengajaknya makan di kantin, tapi kemudian sebuah suara menghentikanku.

“Mau ke kantin?” tanya Fang dingin.

Aku hanya meliriknya sekilas.
Apa-apaan cara bicaranya itu? Kalau mau nitip, ‘kan bisa minta tolong baik-baik.

“Entah. Kenapa?” balasku sedingin yang aku bisa.

“Kau mau ke Yaya ‘kan?  Aku lihat dari kelas 7 kau bersamanya terus..”

“Memangnya kenapa kalau aku bersamanya? Bukan urusanmu juga.”

Aku pergi begitu saja. Siapa juga yang mau meladeni sikapnya itu? Adanya juga malah bikin emosi.


*≈>LOVE<≈*

“Apa-apaan sikapnya itu?! Ikh! Bikin kesal aja!” gerutuku setelah menelan roti yang aku beli berusan.

Yaya yang berada di sebelahku paham betul dengan sifat tempramentalku, apalagi setelah mendengar ceritaku tentang kejadian barusan.

“Sabar Boboiboy, kau juga pasti sudah tau tentang sikap Fang itu ‘kan?”

“Belum tau,” jawabku watados.

Yaya menatapku dengan tatapan malasnya karena sifatku yang lainnya. Yah, aku memang mempunyai banyak sifat yang berbeda dan menurut Yaya itu unik.

“Hey, kalau berdasar ceritamu yang sebelum-sebelumnya, aku sarankan jangan merasa kesal pada Fang.”

Ucapan Yaya sedikit membuatku bingung.

“Cerita yang mana?”

“Kamu pernah cerita kalau kamu pernah menyukai temanmu yang sebelumnya kamu benci ‘kan?”

Aku agak terkejut mendengar penuturannya, “Y-yah.. Itu ‘kan hal yang berbeda..”

“Kalau kamu malah jadi menyukai Fang?”

“APA?! Ti-tidak akan!"

“Hmm.. Ya sudah, yuk balik ke kelas. Waktu istirahat sudah mau selesai,” ajak Yaya.

Aku buru-buru menghabiskan roti dan susuku dan menyusul Yaya yang sudah jalan duluan. Dan berpisah lagi di lapangan.


*≈>LOVE<≈*

“He..? Udah selesai makannya? Mana bagianku?”

Kelopak mata bawahku berkedut kesal, kalau di komik atau kartun mungkin sekarang sudah ada perempatan imajiner di kepalaku.

“Beli sendiri sana. Kau pikir aku ini pelayanmu apa?”

“Ya bukan lah! Tapi...”

‘Huh! Pasti ada sambungan yang menyebal—’

“...Calon istriku.”

ZRET!

‘A-a-a-apa...’

Sebuah seringai usil terpatri di wajah Fang.

Ukkh....

Bikin...


KESAAAAAL...!!!!!

“BODOH! APA MAKSUDMU, HAH!? KERTASKU SAMPAI ROBEK GARA-GARA KAU! KAU HARUS MENULIS ULANG SEMUANYAAA!!!”

“A-aku cuma bercanda! AMPUN! ADAW!! SAKIT BOBOIBOY!!!”

Persetan dengan rasa sakitnya, aku akan menghajarnya habis-habisan!
Padahal sudah setengah soal yang sudah aku jawab, sekarang malah robek.
Hiiiikh!! Menyebalkan!





…*~*~*…

TO BE CONTINUED

…*~*~*…

LOVE doesn't to HAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang