Ikatan Persahabatan

182 17 0
                                    

“Uum.....” gumam seorang gadis yang tengah berdiri di hadapan gerbang besar, sambil menggendong tas sekolah dan mengenakan seragam sekolah.
 
 
Hari ini adalah hari pertamanya menjadi seorang murid Sekolah Menengah Pertama, namun orang tuanya tidak mendampinginya di hari yang penting itu.
Dengan masih menggunakan seragam Sekolah Dasar sebagai aturan sementara murid baru, gadis itu akhirnya melangkahkan kakinya memasuki sekolah barunya.
 
 
‘Tidak ada yang aku kenal...’ pikir gadis berambut hitam pendek dengan beberapa helai rambut berwarna putih sebagai tanda lahirnya itu.
7G? Kelas 7G dimana...?’
 
 
Suara kencang dari speaker mengarahkan para murid baru untuk berkumpul di lapangan.
Gadis dengan name tag bertulis ‘Boboiboy’ di seragamnya itu hanya mengikuti murid-murid lainnya berjalan, sekiranya mungkin mereka sudah tau tentang lokasi lapangan sekolah.

Begitu sampai di lapangan, matanya terpukau melihat batapa banyaknya murid baru yang diterima di sekolah itu, Sekolah Menengah Kebangsaan Pulau Rintis.

______________________________________
 
 
Ya ampun.... Sebenarnya berapa jumlah murid baru yang diterima di sekolah ini sih? Lapangan ini penuh dengan murid-murid baru, dan salah satunya adalah aku.

Ukh... Memuakkan!
Aku tidak suka jika cuma bisa diam seperti ini terus dan hanya mengikuti arahan dari guru. Aku ingin mengobrol dengan seseorang!
Entah berapa lama aku berdiam diri seperti ini, hanya bisa diam dan celingukan tak jelas. Penjelasan dari guru dan kakak osis pun tidak aku simak. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.

Setiap mataku bergulir ke sana ke mari, entah kenapa mataku pasti terhenti pada tas ungu milik seorang anak perempuan berkerudung merah muda. Dia berada beberapa jarak di depanku. Wajahnya tidak bisa aku lihat.
Tapi biarlah..
Toh, aku juga tak mengenalnya..

Setelah beberapa waktu (yang pastinya membosankan), muncul beberapa kakak osis yang akan memandu kami menuju kelas masing-masing.
 
 
‘Akhirnya..!’ batinku.
 
 
Dua orang kakak laki-laki memandu kami dengan sebelumnya menyebutkan nama kelas. Saat menaiki tangga, mataku kembali melihat tas ungu yang aku lihat di lapangan sebelumnya. Tapi tetap tidak aku pedulikan.

Rupanya ruang kelasku berada tepat disebelah kiri ujung tangga ini. Cukup luas.. Tapi berantakan sekali.
Apa murid yang menempati kelas ini sebelumnya tidak tahu cara bersih-bersih?!

Bola mataku terus bergerak menelusuri setiap sudut kelas sambil mencari tempat duduk yang aku mau. Semua bangku di bagian terdepan sudah terisi semua, hanya tertinggal beberapa yang berada di belakang dan dua atau tiga dari belakang.
Aku memilih untuk duduk di barisan kedua dari pintu dan posisi kedua dari belakang.

Sendiri.

Aku tahu aku harus berusaha untuk bersikap friendly, tapi hal ini tak begitu mudah bagiku. Aku hanya menunduk sambil memainkan jari-jariku, masih bingung dengan apa yang harus kulakukan.
 
 
“Hei..?”
 
 
Aku menoleh. Seorang gadis berkerudung pink tengah tersenyum padaku.
Aku membalas senyumannya.
 
 
“Mm.... Boleh aku duduk di sebelahmu?” tanyanya.

“Oh! Eeh.... B-boleh! Boleh kok!” jawabku kikuk.
 
 
Ia duduk di sebelahku, keheningan sempat menyelimuti sesaat sebelum ia menepuk pundakku.
 
 
“Namaku Yaya, kamu?”

“Ak-aku Boboiboy..” jawabku.

“Boboiboy? Nama yang bagus! Jadi, sekarang kita teman ya?” ucapnya riang.

“Iya! Terima kasih. Namamu juga cantik, sama seperti orangnya.” pujiku.

“Kau juga anak yang manis menurutku.”
 
 
Aku tersenyum padanya, syukurlah aku bisa mendapatkan teman seperti dia.

Mataku bergerak menelusuri rupa anak ini. Mulai dari kaki hingga kepalanya -eh? Rasanya tas ungu ini tak asing bagiku..
Ah! Itu kan tas yang sedari tadi aku lihat di lapangan!

Tapi ya sudahlah. Ini bukan cerita mengenai seonggok(?) tas ungu!
 
 
 

*≈>LOVE<≈*
 
 
 

“Aduh... Harus masuk yang mana nih..?” keluhku sambil memegang secarik kertas yang baru saja dibagikan oleh wali kelasku beberapa menit yang lalu.
 
 
Kertas itu adalah kertas formulir untuk memilih ekstrakulikuler di sekolah. Kalau boleh, aku tidak mau memilih ekskul apapun, lebih baik tidur di rumah saja sepulang sekolah. Tapi hal ini diwajibkan oleh sekolah.

Aku menoleh ke arah kawan sebangku baruku, Yaya. Nampaknya dia juga kebingungan seperti ku, tampak dari muka masamnya yang cemberut.
 
 
“Kenapa Yaya? Kamu mau ikut ekskul mana?”

“Haah... Entahlah Boboiboy, aku mau ikut tata baris bendera tapi kata ibuku tidak boleh..”

“Kenapa memangnya? Bukannya bagus kalau ikut?” tanyaku lagi.

“Ya.. Kulitku mudah terbakar, terakhir kali waktu itu aku jadi sangat hitam karena terlalu lama berjemur di bawah matahari. Dan hitamnya itu bukan hitam biasa, rasanya tidak nyaman dan agak aneh. Jadi--”

“Lagian ngapain jemur-jemuran? Dikira baju?” candaku yang mengundang gelak tawa perempuan berkerudung di sebelahku ini.
“Kalau karate gimana? Ibuku pernah menyuruhku ikut bela diri taekwondo dulu, tapi aku tidak mau. Mungkin aku bisa sekarang..”

“Wah, sama dong! Aku juga terpikir buat ikut karate. Kita sama-sama ya?”

“Okee~” seruku sambil mengacungkan jempol.
 
 
Mulai hari itu kami berdua menjalani latihan yang cukup keras. Berlari keliling sekolah beberapa putaran, push up, sit up, back up, dan lain-lain.
Kami bersaing, tapi tetap dengan canda tawa yang selalu hadir.

Banyak kesamaan di antara kami berdua, mulai dari hal yang membuat kami tertarik, hingga cara berpikir. Tapi tak bisa aku pungkiri, Yaya benar-benar seorang gadis yang pandai.

Kami selalu terlihat bersama, jika salah satu dari kami tidak hadir di sekolah murid-murid lain pasti akan menanyakannya pada salah satu dari kami yang hadir saat itu. Kami saling mengetahui keadaan satu dengan yang lain, hal inilah yang membuat kami menjadi sahabat terbaik.

Aku juga beberapa kali mencomblangkan Yaya dengan laki-laki yang dia sukai. Murid laki-laki yang menyukai Yaya pun pasti akan menghampiriku terlebih dahulu untuk meminta bantuanku dalam misi mereka -Misi ‘mendapatkan hati Yaya’.
Ini tak membuatku iri atau cemburu, justru aku senang jika melihat Yaya tersipu-sipu. Terlihat lucu dan terkadang bisa membuatku terpaksa menahan tawaku mati-matian.

Kami terus bersama selama setahun itu, hingga saat kelas 8 (2 SMP) kelas kami terpisah.
 
 

“EEH!? Kelas kita beda?”







…*~*~*…

TO BE CONTINUED

…*~*~*…

LOVE doesn't to HAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang