01: Awal

555 38 5
                                    

Kepingan salju mulai jatuh satu-persatu di balik jendela yang sedikit berkabut. Menghangatkan diri di cafe mungkin salah satu pilihan terbaik saat ini.

Namja bersurai maron kembali lagi menyeruput coklat hangatnya dan meletakannya kembali di meja kayu itu.

Hal menyedihkan apalagi selanjutnya? Terjebak di tengah salju yang belum mereda, lupa membawa dompet, ke habisan baterai ponsel saat benar-benar membutuhkannya. Selanjutnya apa?

"Hyung! Kenapa kau meninggalkanku begitu saja?"

Dan sekarang harus berhadapan dengan orang gila ini? Bagus. Sungguh menyedihkan.

Orang yang di panggil hanya membuang pandang ke jendela, melihat salju mungkin lebih baik dari pada meladeni orang gila yang berteriak-teriak di tempat umum seperti ini. Persetan dengan itu. Toh, cafe ini juga milik keluarganya.

"Hyung, aku lapar."

Namja mungil yang bernama jihoon memutar bola matanya malas, ingin sekali rasanya jihoon mengusir manusia aneh ini dari hadapannya. Tapi jihoon juga manusia yang berpendidikan tinggi, tak mungkin ia melakukan hal yang sebenarnya memang harus benar-benar ia lakukan.

Jari-jari lentiknya terangkat untuk menggapai cangkir cokelat hangatnya dan menyeruputnya perlahan cairan manis yang sudah menipis itu.

"Kau mengabaikanku!"

Jihoon menyipitkan matanya dan membuang pandangnya kemanapun asalkan tidak berhadapan dengan orang gila yang sedang mempersulit keadaannya.

"Memang seharusnya begitu," sebuah kalimat terlontar dari mulut mungil itu dengan pelan.

"Kenapa kau selalu menghindariku?"

Hal yang terburuk dalam catatan hidup seorang lee jihoon adalah terus-terusan diikuti oleh manusia gila bernama seokmin.

"Karena aku membencimu," ucap jihoon tenang.

"Terima kasih, aku juga mencintaimu." Orang bernama seokmin yang di anggap orang gila oleh jihoon, menunjukan senyuman dan juga deretan giginya.

"Dasar gila," jihoon bangkit dari posisinya, mengambil jaketnya dan melekatkannya pada tubuh mungilnya, lalu menghentakan kakinya kesal ke lantai kayu membuat hentakan kakinya terdengar keras.

Jihoon semakin mempercepat langkahnya ketika mendengar langkah kaki lainnya mengikutinya.

Rasanya ingin sekali jihoon meledak sekarang juga karena amarahnya yang sudah meluap-luap tak karuan. Tapi ia mengurungkan niatnya saat ia menabrak seseorang didepannya.

"Ahh!! Oh ma-maafkan aku. Aku tak melihatmu tadi." Ucap jihoon yang kehabisan nafas akibat menghindari seokmin.

"Tidak apa-apa. Kau baik-baik saja?"

"Jihoon hyung!"

"Sialan kau seokmin. Ah, aku baik-baik saja. Maaf, aku sedang buru-buru. Permisi,"

Jihoon berlari keluar cafe dan cepat-cepat menaiki taxi yang berada di pinggir teras cafe yang sedang terparkir.

Jihoon menghela napas lega, saat sopir taxi menjalankan mobilnya meninggalkan cafe, yang artinya juga meninggalkan seokmin disana.



In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang