05: Kenapa Semua Membenciku?

198 32 4
                                    

"Jangan mengangguku lagi!"

Dengan begitu, panggilan itu terputus begitu saja. Jihoon mematung seketika mendengar sahabat satu-satunya itu membentak dirinya.

Kakinya terasa meleleh, pandangannya tak lagi terlihat jelas saat air mata itu sedikit demi sedikit menumpuk di pelupuk matanya.

Ia meringkuk di sela tembok dingin itu, melipat kedua lututnya lalu memeluknya. Menangis dan terisak adalah pilihan yang harus ia lakukan saat ini.

Ia tak tahan saat semua orang yang ia sayangi satu persatu pergi menjauh dan membencinya. Ia bahkan tak tahu salahnya dimana, mereka membenci dirinya tanpa alasan yang jelas. Membuat tubuh itu bergetar hebat saat air itu dengan brutal membanjiri pipi gembungnya.

"Kenapa semua membenciku?"

Tiga kata, satu kalimat, dan sebuah pertanyaan yang sulit untuk di jawab oleh dirinya bahkan orang yang membencinya.

Jihoon menyeka air matanya setelah ia merasa keadaannya mulai membaik. Ia mendekati bofet ruang tengah, lalu mengangkat gagang telepon rumah itu.

"Eomma.." Lirih jihoon saat telfonnya terhubung dengan ibunya di jepang sana.

"Ada apa, jihoon?" Ujar ibunya yang tampak tidak memerhatikan kemana arah pembicaraan anak tunggalnya itu.

"Aku kesepian dirumah. Pulanglah, aku merindukan eomma dan appa,"

Terdengar suara wanita paruh baya itu menghembuskan nafasnya panjang. Ia tak berkutik saat anaknya menghening di ujung sana.

"Kamu tahu kan eomma dan appa sangat sibuk disini. Tunggu sebentar, jihoon. 6 bulan lagi eomma dan appa akan pulang. Bersabarlah.."

Jihoon membuang nafasnya pasrah. Ia hanya mengiyakan lalu meletakan kembali gagang telfon itu pada tempatnya. Tubuh yang lelah itu kembali jatuh di kasur empuknya.

Buliran air mata masih setia menemani keheningannya di malam yang dingin itu. Ia menatap langit-langit kamarnya, membuang nafas lelah setelah menangis dengan hebat tadinya.

Mata itu tertutup saat ia mengingat satu nama yang masih ia sayangi..

Seungcheol



===



Jihoon membuka matanya perlahan. Lalu menerjang tubuh kekar seungcheol saat wajah tampan itu tersenyum manis kearahnya.

"Seungcheol.. hiks kenapa mereka terlalu jahat padaku? Bahkan hiks aku tak pernah menyakiti mereka sedikitpun hiks.."

Tak ada hal lain yang dapat pemuda tampan itu lakukan selain mengusap punggung pemuda yang lebih pendek darinya itu. Meskipun dengan beribu-ribu pertanyaannya yang akan ia tanyakan pada jihoon saat tubuh itu bergetar di pelukannya.

"Tenang, hoonie.." Bisik seungcheol di sela kegiatannya mengusap punggung milik jihoon.

Seungcheol menangkup kedua pipi gembung itu, mengusapnya pelan dan menyeka air mata jihoon dari pipinya.

"Tenanglah, aku bersamamu hoonie."

Senyum hangat yang sangat jihoon rindukan itu kembali terukir di bibir ranum seungcheol. Jihoon merasa nyaman saat seungcheol mengusap pipinya lembut dengan jarak yang sangat dekat.

Sangat dekat bahkan deru nafas mereka masing-masing terasa mengenai wajah dingin itu. Seungcheol sangat pandai membuat jihoon luluh dengan senyum manisnya seolah ia berkata "aku bersamamu, jangan takut" kepada dirinya.

In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang