5

3K 211 6
                                    


Rommy berkali-kali melihat bangunan abu-abu di seberang telaga. Jarum jam berlari seperti siput setiap kali matanya menyatroninya. Kadang-kadang dia diam terpekur. Terkadang menggeliat seperti cacing kepanasan. 

Saat jam menunjukkan waktu pulang sekolah, Rommy bergegas mendatangi jembatan. Ia berharap setidak-tidaknya melihat Floriana melintas. Tidak masalah cewek itu marah. Melengos pun juga oke-oke saja. Yang penting hatinya tenang, dan mengetahui Floriana baik-baik saja.

Tangan terlipat dan pantatnya tertempel di pagar jembatan. Satu persatu mobil menjemput murid-murid sekolah itu. Rommy tahu, Floriana berjalan kaki, jadi matanya malas mengamati mobil-mobil itu. 

Sebuah mobil berjalan pelan-pelan menuju arah Rommy. Semula Rommy tidak terlalu perhatian. Namun semakin mendekatinya, matanya semakin menangkap gerakan-gerakan tak semestinya di jok belakang. Rommy sengaja tidak menunjukkan perhatiannya. Saat mobil itu melintas di depannya. Tiba-tiba sebuah kertas ditempel di kaca mobil. Tolong! 

Rommy mengangkat dagunya. Diamatinya tangan itu, kemudian menelusuri sampai pada kepala pemilik tangan. Floriana. Matanya itu. Sayu. Capek. Dan—takut. 

"Ada apa ini?" Rommy gelisah menatap bagian belakang mobil. Ia berlari beberapa meter dari situ untuk masuk ke dalam mobilnya dan langsung membututi tepat di bagian belakang mobil. 

Floriana memutar kepalanya ke belakang. Pandangan matanya menatap Rommy. Memelas. Rommy semakin yakin, ada sesuatu yang tidak beres. Gas diinjaknya agak dalam, didahuluinya mobil itu untuk memotongnya. Rem berdencit. Telinga Rommy berdenging. Pintu terbuka lewat hentakan telapaknya. Suara orang mengumpat terdengar. 

"Apa-apaan ini, Bung?" seorang pria bertopi dengan kacamata hitam keluar dari bagian pengemudi. 

Rommy tidak menghiraukan. Dia menuju jok belakang, sekilas ia melihat seorang wanita duduk dekat kemudi. Ia membimbing Floriana keluar. Pria itu bergerak cepat ke arahnya. 

"Hei, kamu mau apa?" tangannya hendak meraih tangan Floriana. 

Rommy menepisnya. Muka pria itu padam. Wanita itu keluar dari mobil terperangah. 

"Ada apa ini? Dia itu anak saya." 

Rommy melirik pada pria itu. "Dia ayahnya?" Rommy sudah tahu jawabannya, karena Floriana tidak pernah kenal ayahnya. Jadi pria ini pasti bukan ayahnya. 

"Ya, Bung. Kenapa?" tantang pria itu. 

"Perlihatkan KTP kalian berdua?" Rommy santai.

"Memangnya Bung polisi?" Tangan pria itu terkepal. 

"Aku tidak akan melepas anak ini kalau kalian tidak menunjukkan KTP." 

"Memangnya apa hakmu? Ini operasi yustisi?" 

Rommy tidak sabaran, tangannya menyeret tangan Floriana ke mobilnya. Pria itu maju seketika tetapi terhenti karena Rommy menendang tulang keringnya. Pria itu mengumpat sambil jatuh terduduk. 

"Saya akan panggil polisi." Wanita itu mengancam. 

"Tolong aku, Kak. Mamaku mau menjualku ke laki-laki itu," bisik Floriana. 

Rommy berang. "Jadi kamu mau menjual anak ini," matanya tampak mengancam.

 "Kalau gitu baik juga kamu panggil polisi. Panggil saja cepat. Dan secepat itu juga kamu menginap di penjara hari ini." 

Wanita itu tampak gentar. Matanya melirik pria yang terduduk memegang kakinya. Mereka bertukar pandangan. 

"Kamu menjual dia berapa?" 

Floriana : Cinta Beda Usia 🌹Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang