Tiga

34.1K 1K 16
                                    

Leonidas merasakan kepalanya berputar tapi tidak ingin berhenti meminum minuman beralkohol yang berada di depannya. Pria itu bahkan tidak memedulikan seorang penari telanjang yang menyentuh-nyentuh tubuhnya. Dia hanya terus-menerus mendesah lalu kembali meminum minumannya.

Dia kacau. Kenapa tidak rusak saja sekalian?

Saat Leonidas merasakan resleting celananya akan dibuka, dia merasakan seseorang menarik wanita penari latar itu lalu gelasnya diambil secara paksa.

"Sampai kapan kau mau seperti ini, Leo? Ini bukan kamu sekali."

Brian sudah berdiri di depannya. Membuat Leonidas menyeringai dengan tampang tolol. Tangannya yang tadi sedang bertumpu pada pahanya kini bergerak untuk mengambil botol minuman keras dan meminum minuman itu langsung dari sana.

"Kau sebenarnya kenapa? Ini sudah hampir satu bulan dan sikapmu sudah benar-benar menjadi aneh. Kamu tidak pulang ke rumah! Orangtuamu dan--"

"Aku tak ingin membicarakan mereka!" Leonidas berseru. Memotong kalimat Brian yang tiba-tiba saja membangkitkan amarahnya.

Tidak ada yang aneh darinya! Dia memang seperti ini! Dadanya naik turun dengan cepat karena nafasnya yang memburu.

Kalau ada yang salah di sini, itu semua salah wanita jalang itu!

"Arrghhh!!!" Leonidas berteriak lalu melempar minuman kerasnya ke sembarang arah sebelum menarik-narik dan mengacak-ngacak rambutnya sendiri.

Dia seharusnya tidak mengingat wanita itu lagi! Itulah tujuannya ke tempat laknat ini setiap hari. Tapi kenapa? Leonidas mendesis.

Brian benar. Dia berubah sekarang dan ini sama sekali bukan dirinya. Tapi dia membutuhkan ini semua. Minuman itu dan juga wanita-wanita pelacur yang siap datang melayaninya, dia butuh itu semua. Kalau tidak dirinya bisa gila hanya karena satu wanita jalang yang entah kenapa tidak mau keluar dari kepalanya sampai sekarang.

"Kau butuh pulang, Leo. Setidaknya bertemu dengan orangtuamu. Emosimu benar-benar tidak terkendali dan kau butuh mereka."

Leonidas mendengus. Dia tak ingin pulang. Dia takkan pulang dengan kondisinya seperti ini. Kalau bisa dia baru akan pulang saat pikiran dan hatinya benar-benar bersih dari wanita jalang tak berperasaan itu.

Kepalanya mendongak tapi menolak untuk menatap Brian. Dia meracau, lalu memanggil seorang pelayan untuk memesan minuman keras lagi untuknya sendiri.

Emosinya tidak terkendali. Brian benar juga tentang hal itu. Tapi dia tidak ingin dihentikan sekarang. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Tidak Brian. Tidak juga kedua orangtuanya atau orang lain.

Pria itu tidak memedulikan Brian, lalu meminum minumannya yang sudah datang. Sedangkan Brian tidak bisa menghentikan sahabatnya itu karena takut kalau Leonidas mengamuk dan dia tidak bisa menghentikannya. Karena jika Leonidas mengamuk, pria itu akan benar-benar akan menjadi gila dan menghancur apa saja yang ada di sekitarnya.

Jadi yang bisa Brian lakukan hanyalah duduk di dekat Leonidas untuk menunggu pria itu selesai sekalian mengusir wanita-wanita penghibur yang ingin mendekati mereka.

Sampai beberapa jam kemudian, Leonidas akhirnya terbaring tak sadarkan diri karena rasa pusing yang mendera kepalanya. Pria itu mabuk dan meracau dengan bahasa yang tidak Brian mengerti.

Tapi sepanjang malam itu, sewaktu dirinya mengantar Leonidas pulang dengan mobil pria itu, Brian bisa mendengar dengan baik dan kali ini dia yakin jika Leonidas menyebut nama Sabrina berulang-ulang kali. Lengkap dengan ekspresi kesakitan yang terpampang jelas di wajahnya.

***

Sabrina terdiam saat melihat kedua orangtuanya yang sudah duduk di depannya. Dia masih tidak bisa mencerna apa yang sedari tadi ditangkap oleh telinganya.

The Forever Night StandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang