Enam

23.6K 987 21
                                    


"Oh, apa ini kejutan?"

Mata Sabrina memutar lalu menatap malas Mamanya yang kini tengan menatap dirinya dan juga pria di sampingnya dengan pandangan kaget.

"Nope."

"Apakah dia pacarmu?" Wanita yang sangat berjasa baginya itu menatapnya dengan berbinar lalu dengan tiba-tiba saja menggandeng si pria dan menyeretnya masuk.

"Ma, jangan seperti ini! Aku hanya menumpang padanya dan juga dia bebraik hati mengangkatkan koperku ke sini." Sabrina panik dengan respon Mamanya. Bukankah seharusnya dia bersedih karena surat keputusan perceraian akan keluar dalam beberapa hari lagi? Bukankah itu yang menjadi tujuan Sabrina ke sini? Untuk menemani Mamanya yang dia kira kesepian itu? Tapi kenapa Mamanya itu terlihat bahagia sekali. Bahkan terlihat lebih bahagia dibandingkan saat bersama dengan Papanya.

Sabrina pusing saat tiba-tiba pria yang bernama Leonidas itu sudah berada di ruang makannya dan sedang diambilkan piring oleh Mamanya yang masih tersenyum dengan riang.

"Ma...!" Dia mendesah putus asa.

Biar bagaimanapun juga pria ini adalah orang asing. Ditambah lagi dia adalah teman one night stand yang seharusnya tidak Sabrina temui lagi! Tapi apa-apaan takdir ini!

"Jangan kejam seperti itu, Sab. Kita harusnya berterima kasih karena pria tampan ini bersedia untuk mengantarmu." Mamanya mengedip lalu menyeringai ke arah Leonidas yang juga membalas seringaiannya.

"Tapi dia sibuk, Ma! Dia sepertinya harus mengurusi pekerjaannya!" Sabrina melotot ke arah si pria. Dia berusaha mengirimkan ancamannya lewat mata walaupun sepertinya cara itu takkan berhasil karena jawaban Leonidas setelahnya membuat Sabrina ingin mencekik leher pria itu dengn ganas.

"Tidak. Aku cuti hari ini untuk menemani Brian." Dia tersenyum kepada Mama Sabrina. Bahkan tidak segan-segan untuk menerima piring yang sudah diisi oleh wanita paruh baya itu.

Dia tentu saja tidak putus asa. Sabrina masih punya satu jurus andalan yang biasanya mempan untuk Mamanya. "Tapi, Ma, aku harus kerja," balasnya merengek. Ini memalukan, dia tahu. Sabrina seperti anak-anak di depan pria yang baru saja dia kenal. Tapi ini adalah satu-satunya jalan membuat Mamanya tidak menahan pria itu lama-lama di sini. Bisa gawat kalau dia akrab dengan Mamanya, padahal dirinya sendiri sudah pernah tidur dengan pria itu.

"Ya, kerja saja sana! Kamu tidak perlu ada di sini. Biar Mama yang temani teman kamu ini." Mamanya melambaikan tangan, membuat gerakan seperti mengusir dirinya.

"Tapi kan aku baru pindah. Mama tidak mau ngajak aku keliling rumah begitu?"

"Astaga, Sabrina! Kamu pernah tinggal di sini! Kamar kamu juga masih sama. Jangan bikin Mama pusing. Kamu naik saja sana! Biar Mama yang temani pacar kamu ini." Lalu Mamanya tidak memedulikannya lagi dan mulai berbicara dengan Leonidas.

"Mama! Dia bukan pacar Sabrina! IH!"

***

Sabrina masih cemberut saat dirinya memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Ini sudah lewat 3 jam dan pasti si Leonidas-Leonidas itu sudah pulang, kan? 3 jam itu waktu yang lama, apa yang bisa dia lakukan di rumah ini dengan waktu panjang seperti itu?

Lagipula, salah satu cafe yang ditanganinya, membutuhkan dirinya sekarang. Dan ini tidak bisa ditunda-tunda lagi. Jadi dengan agak terburu-buru, Sabrina menuruni tangga rumahnya.

Tapi saat dirinya turun, apa yang dia lihat setelahnya membuat Sabrina benar-benar ternganga. Pria itu masih ada di sana! Sedang membuka-buka album foto bersama dengan Mamanya sambil tertawa-tawa!

Astaga!

Bagaimana bisa ini semua terjadi?!!! Sabrina menggeram lalu meneruskan jalannya.

Terserahlah. Pria itu bisa melakukan apapun dengan Mamanya di sini. Asal itu semua tidak merugikan Sabrina.

"Ma, aku pergi dulu," ucapnya sambil melewati kedua orang tersebut dengan cepat.

"Eh, Sabrina! Tunggu Leo! Dia mau antar kamu, katanya!"

Sabrina menoleh sejenak lalu kembali berbalik.

Dia tidak tertarik, terima kasih! Sudah cukup satu kali dirinya tadi di paksa naik, bahkan sampai-sampai di gendong oleh si Leonidas sehingga dirinya mau tidak mau naik ke atas mobil pria itu dan seharian memasang wajah kesalnya. Tidak ada dua kali lagi!

"Na, tunggu!" Sepertinya dunia ini sama sekali tidak pernah berpihak padanya, hari ini. Kenapa juga dia tidak memiliki tenaga yang cukup besar bahkan untuk berlari dengan cepat!? Kenapa si Leonidas ini bisa menangkapnya dengan mudah! Bahkan tanpa perlu berlari sama sekali padahal jarak mereka tadi sudah lumayan jauh!

Sabrina mendesis, lalu berbalik demi mendongak agar dia bisa menatap mata pria yang sudah berada di hadapannya itu. "Aku bisa pergi sendiri. Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku. Dan juga, tidak perlu lagi terlihat di sekitarku. Terima kasih," bisik Sabrina berusaha agar Mamanya yang entah berada di mana itu tidak mendengar apa yang dia katakan. Tapi beberapa detik kemudian dirinya malah mendesis karena rasa sakit yang terasa di bagian lengan dalamnya.

"Aduh. Sakit, Ma!" Sabrina meringis sambil mengelus lengan atas bagian dalamnya yang tadi dicubit sang Mama dengan cubitan kecil mematikan andalannya.

"Siapa yang ajar kamu bicara kasar seperti itu!" Mamanya yang entah datang dari mana itu melotot dan Sabrina langsung meringis melihatnya.

Gaby bilang, Sabrina kalau melotot itu mengerikan dan terlihat kejam sekali. Lalu sekarang Sabrina tahu dari mana dia mendapatkan kebiasaan melototnya yang seperti itu.

"Pergi sama Leo atau Mama cubit kamu lagi?" Tangan Mamanya sudah siap-siap bergerak untuk mencubit lengannya kembali.

"Iya Ma, iya. Astaga."

Dicubit oleh Mamanya lagi hanya untuk menolak si Leonidas-Leonidas ini? Tidak terima kasih. Bisa-bisa besok tangannya biru-biru. Dan itu tidak keren sekali!

***

"Terima kasih sekali lagi untuk tumpangannya." Sabrina membungkuk, mencoba sesopan mungkin kepada pria yang terus menatapnya sejak mobilnya berhenti di depan restoran yang ditunjuknya tadi.

"Kamu kerja di sini?" Bukannya membalas ucapan terima kasih Sabrina, pria itu malah bertanya sambil mentap restoran yang ada di samping mereka dengan nada tertarik.

"Iya. Kalau begitu aku masuk dulu. Selamat tinggal."

"Tunggu dulu!" Tangannya ditahan saat akan membuka pintu mobil sehingga mau tidak mau dia harus bertatapan dengan wajah Leonidas kembali. "Kau harus membayarku karena telah mengantarmu!"

"Hah?"

"Iya. Kau harus membayarku. Tumpanganku tidak gratis sama sekali."

Lalu apa yang membendakan tumpanganmu dari taksi yang akan ku pesan tadi?! Sabrina mendesis dalam hati. Bukankah pria ini yang membujuk dirinya agar mau naik ke atas mobilnya? Lalu kenapa sekarang Sabrina disuruh membayar! Kalau tahu begini lebih baik dirinya naik taksi saja!

"Bayar berapa?" Wanita itu menghela nafas. Dia tidak ingin memperpanjang ini semua. Dirinya tinggal memberikan uang, lalu dia bisa lepas dari pria ini, kan?

"Traktir aku dan temani aku makan. Di sini." Dia menunjuk restoran Sabrina berkerja dengan dagunya lalu kembali menatap wanita yang sudah melotot di sampingnya itu.

Astaga!! Ingin di bayar saja ribet sekali!!

***

TBC

*enjoy(y)

The Forever Night StandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang