Leonidas terbangun, pagi-pagi sekali, dengan Sabrina yang masih berada di sampingnya dan masih tertidur dengan pulasnya.
Kali ini dia tidak ditinggalkan lagi. Dan entah mengapa itu membuat Leonidas lega.
Dia terus menatap punggung polos wanita yang sedang dipeluknya itu, sambil sesekali mengecupnya pelan. Selimut yang tadi menyelimutinya hingga ke bahu sekarang sudah Leonidas turunkan hingga punggungnya terpampang jelas di mata Leonidas sekarang hingga membuat pria itu gemas sendiri. Dan saat tidak mendapatkan respon apapun, Leonidas menyeringai. Itu artinya dia bisa menyentuh Sabrina terus-terusan bukan?
Tangan pria itu semakin menurunkan selimut yang mereka gunakan hingga kini bokong kenyal Sabrina terpampang jelas di matanya.
Katakan saja dia mesum, karena itu benar sekali. Bahkan di kepalanya sekarang sudah terlintas adegan-adegan tak senonoh yang dia rangkai sendiri dan itu semua tidak lepas dari bokong kenyal milik Sabrina yang sekarang sedang memanggil-manggil dirinya dengan godaan yang tidak ada tandingannya
Leonidas menjilat bibirnya tanpa sadar lalu tangannya bergerak untuk mengelus daging kenyal itu dengan pelan. Ini bukan salahnya, batin Leonidas saat tangannya sudah berubah menjadi meremas. Ini semua salah bokong indah milik Sabrina. Bagian tubuh kenyal itulah yang menggoda Leonidas. Dan dia dengan gampangnya tergoda. Lagipula, dia akan dengan mudahnya tergoda dengan apapun itu yang bersangkutan dengan diri Sabrina.
Leonidas menggeram sendiri saat kekenyalan itu terasa di telapak tangannya. Dia gemas sendiri dan tanpa sadar malah menampar salah satu sisi bokong Sabrina dan membuat wanita itu memekik lalu terbangun menghadapnya.
Dia melotot. Terlihat seksi lengkap dengan tubuh telanjang yang bisa Leonidas lihat dengan leluasa.
"Apa yang kau lakukan?!!" Wajah Sabrina memerah saat mengelus bokongnya yang pasti juga ikut memerah itu. Dia malu dan melihat wajah Leonidas yang sedang menunjukkan wajah mesum, dia makin malu lagi. Padahal sekarang harusnya dia menampar pria itu atau kalau tidak mencekiknya. Mengingat kemarin dia telah memasuki kamarnya tanpa izin, mendapatinya sedang memuaskan diri sendiri, memaksanya—oh ayolah, tidak ada adegan memaksa kemarin. Kau!! menerimanya dengan suka cita yang terdengar jelas dari teriakan dan desahanmu!
Sabrina terdiam saat kenyataan itu menamparnya. Itu benar. Dia bahkan ikut bergerak saat Leonidas bergerak brutal di atasnya sambil menghisap payudaranya dengan tampang kehausan.
Sialan!
Wajah Sabrina semakin memerah karena lamunannya sendiri. Dia bahkan tidak sadar jika sekarang Leonidas telah kembali mengelus bokongnya dengan pelan sebelum kembali menamparnya dan membuat dirinya sadar.
"Berhenti menampar bokongku!" Sabrina memekik lalu menepis tangan Leonidas yang masih singgah di bokongnya dan masih meremas-remas di sana.
Pria itu bahkan kembali menyeringai mesum lalu merubah posisinya menjadi duduk lalu kembali menyentuh bokongnya seperti orang tolol yang mesum.
"Apa kau tuli?! Berhenti—Ahh." Sabrina menutup mulutnya sendiri dan melotot begitu jari-jari Leonidas masuk, menyusup ke sela-sela pahanya dan menyentuh intinya dari belakang, bahkan tanpa tahu malu, mengelusnya berulang-ulang kali.
Sabrina menahan nafas saat kedua jari Leonidas sudah masuk ke intinya dan bergerak di dalam sana dengan menggoda. Dalam kepala Sabrina sekarang sudah tidak ada lagi aksi protes yang tadinya ingin dia lemparkan ke wajah Leonidas. Yang ada hanya pikiran tentang bagaimana membuat wajah Leonidas berada di antara selangkangannya dan menggeram karena percintaan mereka.
Sabrina mendesah frustasi lalu tanpa sadar membuka kedua kakinya yang tadinya masih tertutup rapat dan menolak untuk mengahadapi kenyataan jika dirinya sudah terbuai.
"Yah..., yah..., terus lakukan itu kumohon." Sabrina terus melihati jari-jari Leonidas yang bermain di intinya sambil sesekali mengelus tangan pria itu dengan sayang dan menutunnya untuk masuk lebih dalam.
"Ayo kita lakukan ini di kamar mandi. Aku ingin mandi, Sabrina, dan itu bersamamu." Leonidas sudah melepaskan jari-jarinya lalu membawa ke mulut dan melumatnya sendirian. Rasa Sabrina luar biasa di mulutnya. Dan itu artinya, rasa tubuh Sabrina yang lain akan sempurna untuknya juga. Leonidas tahu itu, karena dia sudah membuktikannya sendiri.
Dan kenyataan itu membuatnya kembali lapar. Biasanya, setiap pagi sehabis bangun seperti ini, dia akan langsung mandi dan mencari sarapan yang biasa berupa roti, telur dan hal lainnya. Tapi kali ini, dia akan mandi dan makan bersamaan, dengan Sabrina sebagai menu sarapannya.
***
"Oh..., astaga..., astaga..., mataku!! Apa yang akan terjadi pada mataku yang malang ini." Gaby melotot sambil sesekali mengumpat saat mendapati adegan tidak senonoh yang terjadi di meja makan milik Sabrina.
"Aahh...," Sabrina membuka mulutnya untuk berbicara tapi yang keluar hanyalah desahan karena Leonidas yang tidak mau berhenti di atasnya dan malah menciumi bibirnya dengan ganas. Pria itu hanya bergerak untuk menurunkan kaos Sabrina yang tadinya dia naikkan ke atas hingga bagian atas tubuh wanita itu tidak lagi terlihat. "Maaf..., Gaby. Tapi bisakah kamu menunggu di ruang tamu? Kami harus menyelesaikan ini." Lalu dirinya kembali mendesah membuat Gaby mau tidak mau menutup telinganya dan cepat-cepat pergi dari sana.
Tapi dengan jarak sejauh ini, wanita itu tetap saja masih bisa mendengar erangan keduanya. Bahkan sesekali dia mendengar kalimat-kalimat kotor yang Leonidas ucapkan dan tanpa sadar membuat perutnya geli sendiri.
Astaga! Dia butuh Brian sekarang! Intinya sudah basah dan dia butuh kekasihnya itu untuk menghilangkan rasa panas ini dari tubuhnya.
Erangan dan desahan mereka baru berhenti saat menit-menit panjang itu sudah berlalu. Dan akhirnya Gaby mendesah lega saat sudah melihat Sabrina yang muncul dengan tampang puas di wajah wanita itu. Pipinya bahkan masih merona.
"Mana pria itu?!" Gaby menoleh ke belakang dan tidak menemukan orang selain Sabrina di sana.
"Ke kamar mandi. Gantian denganku. Bekas kami menempel di seluruh—"
"Oke..oke!!! Stop. Berhenti menjelaskan. Kalian membuat kupingku panas!" Gaby memutar matanya sedang Sabrina hanya tertawa.
"Oh, ya. Gaby. Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam rumahku?" Sabrina bingung. Apa pintu rumahnya rusak? Karena Gaby bisa masuk tanpa dia bukakan pintu. Bahkan kemarin Leonidas juga. Padahal tidak ada orang di rumah ini selain dirinya kemarin.
"Pintunya tidak terkunci, kok? Ku pikir tadi memang sengaja tidak ditutup karena ada tamu." Gaby merujuk pada mobil Leonidas yang terparkir tepat di halaman rumah Sabrina. "Lagipula aku sudah memencet bel dan mengetuk pintu beberapa kali. Bahkan mengedor! Tapi tidak ada jawaban apapun. Ternyata kalian sedang asik di dalam!"
"Aku yang kemarin malam lupa mengunci pintu." Leonidas datang dan langsung duduk di sampingnya sambil memeluk pinggang Sabrina yang langsung ditepis oleh wanita itu dengan galak.
"Lalu kau? Bagaimana caramu masuk kemarin?"
"Pintumu tidak terkunci, kok."
Sabrina melongo. Jadi kemarin asisten rumah tanggannya tidak mengunci pintu dengan baik? Padahal kemarin sudah dia peringati.
"Tunggu dulu!" Alis Gaby mengerut curiga. "Jadi dia sudah ada dari kemarin? Astaga! Sabrina!" Wanita itu melotot dan menatap sahabatnya itu dengan tatapan yang tidak menyangka.
Sedangkan Sabrina dan Leonidas sendiri yang ditatap seperti itu hanya bisa cengengesan.
Yah, mereka mau bilang apalagi?
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forever Night Stand
RomantikSabrina pertama kali melihatnya di club malam Chicago dan itu berbulan-bulan yang lalu. Dia sendiri tidak menyangka jika dirinya yang sudah bebas merasakan hidup selama bertahun-tahun ini akan terjerat pada seseorang hanya karena kejadian yang berla...